Polimer Biodegradable
Penggunaan polimer sebagai material teknik terus menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Plastik adalah salah satu contohnya. Ketidakmampuan mikroorganisme untuk menguraikan material ini menimbulkan masalah sampah nonorganik, yang jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah yang sangat serius. Usaha-usaha untuk mendaur ulang dengan menggunakannya sebagai material untuk produk baru menghasilkan produk dengan kualitas yang rendah. Teknik pencampuran secara fisik dengan mencampurkan polimer-polimer sintetik (polistirena, polietilena, dan lainnya) dengan polimer alam (kanji, tepung tapioka, singkong, dan lainnya) selain menghasilkan poliblend yang terbiodegradasi secara parsial (bagian polimer alam) juga menghasilkan material yang sering kali tidak layak untuk digunakan sebagai material teknik. Sehingga diperlukan usaha-usaha lain untuk membuat polimer biodegradable.
Belajar dari alam Bertanyalah pada alam, karena alam sering kali menyimpan jawaban terhadap persoalan yang kita hadapi termasuk untuk memecahkan masalah ini. Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar (macromolecules) yang dapat dihancurkan atau diuraikan oleh mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur. Alam sebagai penghasil polimer terbesar memberikan petunjuk bagaimana mensintesis biopolimer. Alam menunjukkan bahwa ikatan-ikatan asetal pada kanji (starch) dan selulosa, ikatan amida pada peptida dan protein, serta ikatan ester pada poli (hidroksi fatty acids) sangat mudah untuk diuraikan, sedangkan ikatan karbon-karbon pada lignin dan karet alam sulit untuk diuraikan. Selain menunjukkan tipe ikatan yang mudah diuraikan, alam juga menunjukkan parameter-parameter apa saja yang harus dicapai. Dekstrin diuraikan dengan lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan kanji berbobot molekul tinggi dan non kristalin, kanji yang hidrofilik diuraikan lebih mudah dibandingkan dengan kanji yang kristalin dan kurang hidrofilik. Polimer struktural Biodegradable juga berarti proses pengomposan (composting).
Polimer-polimer yang mampu dikomposkan (compostable) harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida, atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini sering kali bertentangan dengan permintaan masyarakat, kebutuhan pasar, dan spesifikasi teknik. Sehingga jalan kompromi pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap biodegradabilitas dan sifat mekanik harus ditempuh. Pengomposan yang sempurna sampai ke tahap mineralisasi akan menghasilkan karbon dioksida dan air. Hal ini kurang disukai karena tidak memperbaiki kesetimbangan CO di udara, energi yang terkandung di dalam material yang dikomposkan tidak dapat di recovery serta tidak memungkinkan material diubah menjadi material-material dasar yang dapat digunakan kembali (reusable). Hanya pengomposan terkontrol yang akan menghasilkan kompos yang dapat digunakan untuk kebutuhan pertanian dan kehutanan.
Polimer biodegradable dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu biosintesis seperti pada kanji dan selulosa, proses bioteknologi seperti pada poli (hidroksi fatty acids), dan dengan proses sintesis kimia seperti pada pembuatan poliamida, poliester, dan poli (vinil alkohol). Kanji dan selulosa diperoleh langsung dari sintesis alam, dengan jalan ini dapat diperoleh biopolimer dalam kuantitas yang besar dan murah, tetapi memiliki kelemahan dalam hal penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan aditif. Poli (hidroksi fatty acid) dihasilkan oleh mikroorganisme dengan proses bioteknologi. Material ini sekarang sudah tersedia di pasar dengan harga yang tinggi karena proses isolasi dan pemurniannya yang rumit. Patut diperhatikan bahwa polimer ini disintesis dari glukosa, glukosa diperoleh dari proses penguraian secara fermentasi (fermentative breakdown) dari biopolimer kanji. Sintesis kimia memberikan lebih banyak kemungkinan untuk memproduksi polimer biodegradable.
Poliester dengan berat molekul dan kristalinitas tinggi serta memiliki sifat hidrofilitas yang rendah diketahui sebagai salah satu material teknik yang penting, tetapi sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh negatif terhadap kemudahan polimer tersebut untuk dibiodegradasi (biodegradability). Alifatik poliester dapat dianggap sebagai langkah pertama untuk mengompromikan sifat – sifat di atas. Polimer fungsional Salah satu polimer fungsional yang penggunaannya sangat besar adalah poli (karboksilat), misalnya, digunakan di dalam detergen dan larutan pembersih (cleaner). Polimer ini berfungsi untuk mencegah penumpukan calcareous (endapan putih dari kalsium) pada saat pemanasan cucian. Sebelum tahun 1980 dunia industri menggunakan fosfat dalam jumlah yang besar untuk mencegah calcereous. Pada tahun 1980 ditemukan kombinasi yang sangat efektif antara poli (karboksilat), kopolimer dari asam akrilat dan asam maleat, dan zeolit sebagai pengganti fosfat di dalam detergen (lihat gambar 2). Poli (karboksilat) jenis ini tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga kalsium-poli (karboksilat) tetap terlarut di dalam larutan pencuci. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dapat memengaruhi kesehatan masyarakat dan unsur hara di dalam tanah.
Usaha-usaha telah dilakukan untuk mendapatkan poli (karboksilat) yang secara sempurna dapat diuraikan menjadi karbon dioksida dan air. Penambahan elemen-elemen struktural ke dalam kopolimer asam akrilat dan asam maleat menghasilkan polimer yang terbiodegradasi sebagian. Jadi, terpolimer asam akrilat, asam maleat, dan vinil asetate, bahkan dengan jumlah poli (vinil alkohol) yang banyak belum dapat menghasilkan polimer yang terbiodegradasi secara sempurna. Usaha lain dengan membuat percabangan (grafting) kanji pada rantai utama hanya menghasilkan biodegradasi parsial pada bagian kanji, sedangkan bagian yang lain masih tidak dapat diuraikan.
Walaupun pengurangan berat molekul mempunyai pengaruh positif terhadap biodegradability tetapi masih belum menghasilkan polimer yang terbiodegradasi sempurna. Perlu dicari cara lain untuk mendapatkan struktur polimer baru yang memiliki fungsi yang sama dengan poli (karboksilat) tetapi dapat diuraikan dengan sempurna oleh mikroorganisme. Sekali lagi, alam memberikan jawaban terhadap masalah ini. Binatang remis (mussel) menggunakan protein untuk mengubah kalsium terlarut menjadi senyawa kristalin. Senyawa ini digunakan untuk membentuk kulit atau tempurungnya. Lapisan tengah dari tempurung ini mengandung prisma kalsium karbonat sedangkan bagian dalamnya mengandung lembaran-lembaran kalsium karbonat yang sangat halus. Prisma dan lembaran kalsium karbonat menyebabkan efek warna-warni pada tempurungnya. Protein yang terlibat dalam proses kristalisasi ini mempunyai kandungan asam aspartat yang tinggi. Jadi, fungsi poli (asam aspartat) dalam sistem biologis adalah untuk mengontrol transpor dari garam-garam anorganik yang sedikit larut dalam air dengan cara pengikatan ion secara selektif. Hal ini sesuai dengan fungsi poli (karboksilat) di dalam detergen. Pembuatan poli (asam aspartat) dilakukan melalui sistesis poli (aspartiimides) yang dihidrolisa dengan natrium hidroksida untuk menghasilkan garam natrium dari poli (asam aspartat) yang terlarut. Polimer ini menunjukkan fungsi yang sama dengan poli (karboksilat) di dalam aplikasi detergen dan terbiodegradasi secara sempurna oleh mikroorganisme.
1.1. Jenis Biopolimer
Ada lima kelompok biopolimer yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan film kemasan biodegradable, yaitu :
1.1.1 Campuran biopolimer dengan polimer sintetis
Film jenis ini dibuat dari campuran granula pati (5 – 20 %) dan polimer sintetis serta bahan tambahan (prooksidan dan autooksidan). Bahan ini memiliki nilai biodegradabilitas yang rendah dan biofragmentasi sangat terbatas.
1.1.2 Polimer mikrobiologi (polyester)
Biopolimer ini dihasilkan secara bioteknologis atau fermentasi dengan mikroba genus Alcaligenes . Biopolimer jenis ini diantaranya polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat (PHV), asam polilaktat (polylactic acid) dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Bahan ini dapat terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur dan alga. Namun oleh karena proses produksi bahan dasarnya yang rumit mengakibatkan harga kemasan biodegradable ini relatif mahal.
1.1.3 Polimer pertanian
Biopolimer ini tidak dicampur dengan bahan sintetis dan diperoleh secara murni dari hasil pertanian. Polimer pertanian ini diantaranya cellulose (bagian dari dinding sel tanaman), cellophan, celluloseacetat, chitin (pada kulit Crustaceae), Pululan (hasil fermentasi pati oleh Pullularia pullulans). Polimer hasil pertanian mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak menjadi film kemasan. Keunggulan polimer jenis ini adalah tersedia sepanjang tahun (renewable) dan mudah hancur secara alami (biodegradable). Beberapa polimer pertanian yang potensial untuk dikembangkan adalah pati gandum, pati jagung, kentang, casein, zein, konsentrat whey dan soy protein.
1.1.4 Polimer struktural
Biodegradable juga berarti proses pengomposan (composting). Polimer-polimer yang mampu dikomposkan (compostable) harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida, atau ester, memiliki berat molekul dan kristalinitas rendah, serta memiliki hidrofilitas yang tinggi.
Persyaratan ini sering kali bertentangan dengan permintaan masyarakat, kebutuhan pasar, dan spesifikasi teknik. Sehingga jalan kompromi pengaruh berat molekul, kristalinitas dan hidrofilitas terhadap biodegradabilitas dan sifat mekanik harus ditempuh.
Pengomposan yang sempurna sampai ke tahap mineralisasi akan menghasilkan karbon dioksida dan air. Hal ini kurang disukai karena tidak memperbaiki kesetimbangan CO di udara, energi yang terkandung di dalam material yang dikomposkan tidak dapat di recovery serta tidak memungkinkan material diubah menjadi material-material dasar yang dapat digunakan kembali (reusable). Hanya pengomposan terkontrol yang akan menghasilkan kompos yang dapat digunakan untuk kebutuhan pertanian dan kehutanan.
Polimer biodegradable dapat diperoleh dengan tiga cara, yaitu biosintesis seperti pada kanji dan selulosa, proses bioteknologi seperti pada poli (hidroksi fatty acids), dan dengan proses sintesis kimia seperti pada pembuatan poliamida, poliester, dan poli (vinil alkohol). Kanji dan selulosa diperoleh langsung dari sintesis alam, dengan jalan ini dapat diperoleh biopolimer dalam kuantitas yang besar dan murah, tetapi memiliki kelemahan dalam hal penyerapan air yang tinggi dan tidak dapat dilelehkan tanpa bantuan aditif.
Poli (hidroksi fatty acid) dihasilkan oleh mikroorganisme dengan proses bioteknologi. Material ini sekarang sudah tersedia di pasar dengan harga yang tinggi karena proses isolasi dan pemurniannya yang rumit. Patut diperhatikan bahwa polimer ini disintesis dari glukosa, glukosa diperoleh dari proses penguraian secara fermentasi (fermentative breakdown) dari biopolimer kanji. Sintesis kimia memberikan lebih banyak kemungkinan untuk memproduksi polimer biodegradable.
Poliester dengan berat molekul dan kristalinitas tinggi serta memiliki sifat hidrofilitas yang rendah diketahui sebagai salah satu material teknik yang penting, tetapi sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh negatif terhadap kemudahan polimer tersebut untuk dibiodegradasi (biodegradability). Alifatik poliester dapat dianggap sebagai langkah pertama untuk mengompromikan sifat – sifat di atas.
1.1.5 Polimer fungsional
Salah satu polimer fungsional yang penggunaannya sangat besar adalah poli (karboksilat), misalnya, digunakan di dalam detergen dan larutan pembersih (cleaner). Polimer ini berfungsi untuk mencegah penumpukan calcareous (endapan putih dari kalsium) pada saat pemanasan cucian. Sebelum tahun 1980 dunia industri menggunakan fosfat dalam jumlah yang besar untuk mencegah calcereous.
Pada tahun 1980 ditemukan kombinasi yang sangat efektif antara poli (karboksilat), kopolimer dari asam akrilat dan asam maleat, dan zeolit sebagai pengganti fosfat di dalam detergen poli (karboksilat) jenis ini tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga kalsium-poli (karboksilat) tetap terlarut di dalam larutan pencuci. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dapat memengaruhi kesehatan masyarakat dan unsur hara di dalam tanah.
Usaha-usaha telah dilakukan untuk mendapatkan poli (karboksilat) yang secara sempurna dapat diuraikan menjadi karbon dioksida dan air. Penambahan elemen-elemen struktural ke dalam kopolimer asam akrilat dan asam maleat menghasilkan polimer yang terbiodegradasi sebagian. Jadi, terpolimer asam akrilat, asam maleat, dan vinil asetate, bahkan dengan jumlah poli (vinil alkohol) yang banyak belum dapat menghasilkan polimer yang terbiodegradasi secara sempurna.
Usaha lain dengan membuat percabangan (grafting) kanji pada rantai utama hanya menghasilkan biodegradasi parsial pada bagian kanji, sedangkan bagian yang lain masih tidak dapat diuraikan. Walaupun pengurangan berat molekul mempunyai pengaruh positif terhadap biodegradability tetapi masih belum menghasilkan polimer yang terbiodegradasi sempurna.
Perlu dicari cara lain untuk mendapatkan struktur polimer baru yang memiliki fungsi yang sama dengan poli (karboksilat) tetapi dapat diuraikan dengan sempurna oleh mikroorganisme. Sekali lagi, alam memberikan jawaban terhadap masalah ini. Binatang remis (mussel) menggunakan protein untuk mengubah kalsium terlarut menjadi senyawa kristalin. Senyawa ini digunakan untuk membentuk kulit atau tempurungnya. Lapisan tengah dari tempurung ini mengandung prisma kalsium karbonat sedangkan bagian dalamnya mengandung lembaran-lembaran kalsium karbonat yang sangat halus. Prisma dan lembaran kalsium karbonat menyebabkan efek warna-warni pada tempurungnya.
Protein yang terlibat dalam proses kristalisasi ini mempunyai kandungan asam aspartat yang tinggi. Jadi, fungsi poli (asam aspartat) dalam sistem biologis adalah untuk mengontrol transpor dari garam-garam anorganik yang sedikit larut dalam air dengan cara pengikatan ion secara selektif. Hal ini sesuai dengan fungsi poli (karboksilat) di dalam detergen. Pembuatan poli (asam aspartat) dilakukan melalui sistesis poli (aspartiimides) yang dihidrolisa dengan natrium hidroksida untuk menghasilkan garam natrium dari poli (asam aspartat) yang terlarut. Polimer ini menunjukkan fungsi yang sama dengan poli (karboksilat) di dalam aplikasi detergen dan terbiodegradasi secara sempurna oleh mikroorganisme.
2. Polimer Non Biodegradable
2.2. Non Biodegradable
Zat non-biodegradable adalah zat yang tidak terurai melalui proses alami. Dalam artian, zat ini bertahan lebih lama di lingkungan tanpa membusuk. Contoh bahan non-biodegradable yang diproduksi secara luas termasuk plastik, polietena, besi tua, kaleng aluminium, botol kaca, dll. Zat ini bukan zat ramah lingkungan karena bertindak sebagai pencemar langsung lingkungan. Biaya produksi yang rendah dan penanganan yang nyaman telah meningkatkan penggunaan zat-zat ini sehari-hari. ini disebabkan, zat non-biodegradable telah menjadi masalah lingkungan yang sangat besar di banyak negara, terutama di negara berkembang. Sebagian besar zat yang tidak dapat terurai secara hayati seperti zat logam menyebabkan berbagai masalah berbahaya dengan mencemari badan air dan tanah alami. Adapun Konsep 'Tiga R' telah diperkenalkan sebagai solusi utama untuk zat non-biodegradable yang ada. Menurut konsepnya, reduce, recycle, dan reuse merupakan solusi utama untuk mengecilkan beban zat-zat non-biodegradable yang sudah ada di lingkungan kita. Selain itu, banyak bahan alternatif yang dapat terurai secara hayati sedang diuji sekarang untuk mengurangi produksi zat baru yang tidak dapat terurai secara hayati.
Istilah non biodegradable sendiri mengacu pada bahan yang tidak dapat terdegradasi dengan cara biologis. Bahan-bahan ini tidak dipecah secara alami. Karena itu, bahan - bahan yang tidak dapat terurai secara hayati ini dapat menyebabkan adanya suatu bahaya ketika dilepaskan ke lingkungan.
2.1.1 Contoh Non Biodegradable
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah daripada serat, juga dapat dicetak ulang sesuai dengan bentuk yang kita inginkan dengan menggunakan proses Injection Molding dan ekstruksi. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yaitu rantai yang paling pendek.
2.2 Sifat Fisis Plastik Konvensional atau Non Biodegradable
Bahan dasar plastik adalah phtalat ester yang bersifat stabil dan sukar diuraikan oleh mikroorganisme. Pada makanan yang dikemas dalam plastik akan terjadi migrasi zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika kemasan tidak cocok dengan karakteristik makanan tersebut. Selain itu migrasi ini dipengaruhi oleh suhu makanan dan penyimpanan
2.3 Macam Macam Polimer Non Biodegradable
2.3.1 Polyethylene
Polietilena atau biasanya disebut plastik dibentuk dari reaksi adisi monomer-monomer etilena yang umumnya memiliki cirri - ciri tak berbau, tak berwarna dan tak beracun. Ada dua macam polietilena, yaitu polietilena dengan kerapatan atau densitas rendah dan polietilena dengan kerapatan tinggi. Perbedaan keduanya adalah dari cara membuatnya dan bentuk fisiknya. Pada polietilen dengan densitas rendah umumnya berbentuk lapisan atau hamparan tipis dipakai untuk bungkus makanan, kantung plastik dan jas hujan. Adapun polietilen densitas tinggi sifatnya lebih keras tapi masih mudah dibentuk. Pada umumnya dipakai untuk pelapis kawat dan kabel serta sebagai peralatan dapur misalnya ember, panci dan masih banyak lagi.
2.3.1.1 Jenis – Jenis Polyethylene
a. Polietilen High Density Polyethylene (HDPE)
HDPE merupakan senyawa termoplastik dari atom karbon dan sistem yang bergabung menghasilkan berat molekul tinggi. Polimer ini merupakan salah satu jenis plastik sintetik yang memilki massa jenis tinggi, yaitu memiliki densitas antara 935-956,86 kg/cm3 . Proses pembuatannya dimulai dari gas metana yang diubah menjadi etilen, kemudian dengan aplikasi panas dan tekanan (10 atm, 50-70oC), diubah lagi menjadi polietilen. Rantai polimer yang terbentuk memiliki unit karbon berkisar antara 500.000-1.000.000. Rantai cabang yang panjang dan pendek muncul di sepanjang rantai utama, semakin panjang rantai jumlah cabang semakin banyak. HDPE memiliki nilai kuat tarik 144 Mpa dan kemuluran 146%. HDPE adalah bahan plastik tidak berbahaya dipakai karena HDPE mampu menghambat reaksi kimia yang terjadi antara plastik dan makanan/minuman yang dikemas. HDPE adalah bahan yang tahan terhadap suhu yang tinggi, lebih kuat, keras dan buram.
High density polyethylene (HDPE ) yang sering dipakai memiliki densitas 950 kg/m3 dan ini biasanya digunakan sebagai botol, kemasan, jerigen, kursi lipat dan sebagainya. Hasil tarik plastik HDPE bersifat keras, karena material yang sering digunakan mempunyai kekuatan tarik nomor dua sesudah kekuatan tarik plastik PET. Plastik HDPE lebih kuat bila dibandingkan dengan PP dan LDPE. Namun bila dilihat hasil ukuran regangannya plastik HDPE kecil sekali, artinya elastisitas HDPE rendah sekali bahkan cenderung kaku/getas.
b. Low Density Polyethylene (LDPE)
LDPE adalah termoplastik yang berbahan dasar minyak bumi.LDPE merupakan salah satu jenis plastik yang memiliki massa jenis rendah, fleksibel, sedikit tembus cahaya, kuat dan permukaannya agak licin. LDPE dibawah temperatur 60oCdaya lindung terhadap uap air dapat dikatakan baik, namun buruk terhadap gas-gas lainnya, misalnya oksigen sehingga sangat resisten terhadap senyawa kimia dan memiliki titik lebur antara 105-115oC. Polimer ini biasanya dibuat mangkuk, botol dan film, selain itu LDPE sulit dihancurkan namun dapat didaur ulang.
Beberapa ketahanan LDPE terhadap bahan kimia antara lain:
Tidak mudah rusak karena asam, basa, alkohol dan ester.
Mengalami sedikit rusak karena keton, aldehida dan minyak berasal dari tumbuhan.
Terjadi setengah rusak karena aromatik, hidrokarbon, alifatik dan oksidator.
Rusak parah pada hidrokarbon terhalogenisasi
c. Linear low density polyethylene (LLDPE)
LLDPE merupakan suatu polimer antara ethylne dengan α-olefin seperti butene, hexene, dan octene yang ditunjukan dengan rantai cabang pendek dengan densitas yang ditentukan tanpa adanya rantai cabang panjang. Beberapa barang - barang diproduksi dari LLDPE antara lain:
Kabel : pembungkus kabel tegangan rendah
Injection : kursi plastik, ember, gelas dan piring plastic
Film : plastik, plastik pembungkus baju, plastik karung
d. Cross - linked polyethylene (XLPE)
Cross-linked polyethylene yang biasa disingkat dengan PEX atau XLPE, merupakan bentuk polyethylene dengan cross-link. Umumnya XLPE ini dibentuk menjadi tabung, dan digunakan terutama dalam membangun layanan sistem pipa, hydronic bercahaya sistem pemanas dan pendingin, pipa air rumah tangga, dan isolasi untuk tegangan tinggi kabel listrik.
2.3.2 Polypropylene
Polipropilena (CH2-CHCH3)n merupakan suatu jenis polimer termoplastik yang mempunyai sifat melunak dan meleleh bila dipanaskan. Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, memiliki densitas 0,90-0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi kerapuhan polipropilena di bawah 0oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi.
Penggunaan polipropilena umunya digunakan untuk alat tulis, pengemasan, tekstil, berbagai tipe wadah yang dapatdipakai berulang-ulang, perlengkapan laboratorium, komponen otomotif, dan pengeras suara. Produk polipropena lebih tahan terhadap goresan daripada produk polietena yang bersesuaian. Polipropena digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa,isolator listrik, kemasan yang berupa lembaran tipis makanan dan barang.
2.3.3 Polyvinyl Chloride (PVC)
PVC adalah polimer yang dihasilkan dari kloro etilen (CH2=CHCl), PVC juga mempunyai sifat yang kuat dan tahan terhadap panas dibanding etilen sehingga PVC umumnya dibuat untuk kran, selang yang keras, pipa air, piringan hitam, untuk melapisi lantai dan sebagainya.
Pemakaian PVC di dunia menempati urutan ketiga setelah polietilena dan poliprolena. Umumnya dipakai dalam konstruksi sebagai bahan bangunan, selain itu PVC juga mudah di rangkai dan bisa di buat lebih elastis serta fleksibel dengan menambahkan plastiziser.
2.3.4 Polythylene Terephthalate
Polyethylene terephtalate atau PET merupakan keluarga polyester seperti halnya PC dan memiliki bahan dasar berupa glikol atau EG dan terephtalic acid atau TPA, dimetyl ester atau asam terepthalat yang biasa kita sebut dengan DMT.
Beberapa jenis PET disini antara lain, yaitu :
PET Polymer biasanya dilapisi fiber glass atau filler mineral agar lebih kuat.
Untuk film PET-nya berwarna jernih, tak tembus air atau liat, kuat, berdimensi stabil, tahan api, tak toxic, bersifat permiabel terhadap gas, kadar air dan baunya rendah.
Untuk engineer resin PET-nya bersifat kaku, sangat kuat, berdimensi stabil, daya tahan terhadap panas dan bahan kimia tinggi, memiliki sifat elektrikal yang bagus.
Dengan catatan Semua Jenis PET memiliki daya serap yang begitu rendah terhadap uap air dan air.
Kebanyakan plastik PET dipakai dalam bidang tekstil sebagai serat sintetis yaitu sebesar 60%. PET atau dikenal dengan polyester biasanya untuk bahan dasar botol atau gelas kemasan yang jernih yaitu sekitar 30%. Botol PET atau PETE ini disarankan hanya satu kali digunakan. Sebab jika berulang kali digunakan terutama untuk makanan/minuman hangat atau panas dan dapat menyebabkan lapisan polimer pada botol meleleh dan menghasilkan zat karsinogenik atau penyebab kanker. Lambang dari PET di bawah kemasan, tertulis angka 1 di tengah segitiga.
2.3.5 Polystyrene
Polistirena merupakan polimer yang terdiri dari monomer stirena C6H5CH=CH2, biasanya berbentuk plastik jernih dan keras, memiliki penampilan lembut dengan kecerahan baik. Polistirena termasuk golongan termoplastik. Polimer ini memiliki nama komersial styrofoam dan banyak dipakai untuk komponen perabot, pengemas, bahan isolasi baik listrik atau panas, mainan dan sebagainya. Stirena dibuat melalui pirolisis dehidrogenasi dari etilbenzena. Sedangkan etil benzena dihasilkan dari sintesa etilena dan benzena. Polistirena adalah bahan yang tahan terhadap asam, basa dan garam. Polistirena bisa dipakai sebagai bahan pengganti logam yang bersifat konduktor dan kayu yang tahan suhu dan tekanan sehingga penelitian polimer ini terus dilakukan.
2.3.6 Polycarbonate
Polycarbonate dihasilkan dari reaksi kondensasi antara bisphenol A dengan fosgen atau phosgen pada kondisi alkali. Polimer ini bersifat antara lain: impact strength-nya sangat bagus, jernih seperti air, tahan terhadap cuaca, tahan temperature tinggi, flameabilitasnya rendah, mudah diolah.
Keunggulan dari plastik jenis ini yaitu bening dan jernih seperti air, kekuatan benturan yang baik, tahan terhadap perubahan cuaca tinggi, tahan temperature tinggi, mudah diolah, dan tingkat flameabilitas yang rendah.
Pembuatan produk kemasan berbahan polikarbonat biasanya menggunakan tehnik pengolahan termoplastik. Misalnya pada proses : cetak injeksi, ekstruksi, cetak tiup, dan structural foam moulding. Salah satu teknik yang banyak digunakan dalam pembuatan botol polikarbonat di industri, yaitu dengan menggunakan metode extrusion blow mold.
Tahapan - tahapan proses didalam pembuatan botol dengan polikarbonat adalah sebagai berikut :
Cairan plastik dikeluarkan dari ekstruder masuk kedalam cetakan tiup dengan pengarah lubang.
Cetakan ditutup.
Fluida atau udara dialirkan melalui pengarah lubang kedalam cairan plastik untuk menekan cairan plastik sehingga terbentuk cairan plastik seperti bentuk cetakan.
Cetakan dibuka untuk pengeluaran produk.
2.3.7 Polimer Akrilat
Dalam kehidupan sehari-hari polimer akrilat banyakdigunakan, ada dua jenis polimer akrilat yang banyak dipakai yaitu serat akrilat atau orlon dan polimetil metakrilat. Reaksi polimerisasi adisi senyawa metil metakrilat akan menghasilkan senyawa homopolimer yang disebut polmetilmetakrilat atau PMMA dan punya nama dagang flexiglass. PMMA merupakan plastik transparan, kuat dan keras, tetapi ringan dan fleksibel. Biasanya digunakan untuk campuran gelas dan logam. Bahan ini sering kita jumpai dan mudah dikenali yaitu lampu mobil bagian belakang.
2.3.8 Poliester
Polimer yang tersusun dari monomer ester disebut poliester. Bahan ini banyak digunakan sebagai subtitusi kain dari kapas, misalnya serat tekstil yang sudah kita kenal serta banyak dijumpai dengan nama dagang dacron dan tetoron. Selain itu polimer ini juga dipakai untuk pita perekam magnetik atau mylar.
2.3.9 Karet Sintetik
Karet sintetik tersusun atas stirena dan 1,3 butadiena (SBR). Melalui proses vulkanisasi akan terbentuk ikatan silang dengan atom belerang atau sulfide dan menghasilkan karet sintetik keras dan kuat, sehingga sangat pas dibuat ban untuk mobil.
2.3.10 Polivinil Asetat
Polivinil asetat adalah bahan baku untuk pembuatan lem kertas, kain dan rokok. Dibandingkan dengan senyawa polimer lain bahan ini lebih fleksibel dan tidak bersifat asam. Karena itulah polivinil asetat banyak dipakai untuk percetakan buku. Selain itu bahan ini juga digunakan oleh para tukang kayu karena dengan bahan ini mereka lebih mudah mengelem kayu.
Manfaat polivinil asetat :
Untuk pembuatan lem kertas, kain dan rokok.
Digunakan dalam percetakan buku.
Untuk bahan penyusun kertas dan cat.
Untuk bahan perekat bahan - bahan berpori, terutama kayu.
Polivinil Asetat dalam bentuk kopolimer dapat digunakan untuk melindungi keju dari jamur dan kelembapan.
2.3.11 Nilon
Nilon juga disebut dengan poliamida. Adapun sifat-sifat nilon antara lain :
Umumnya nilon bertektur keras, warna cerah atau cream, agak tembus cahaya.
Nilon dapat dibentuk serat, film, dan plastik.
Berat molekul nilon antara 11.000 - 34.000.
Titik leleh nilon berkisar 350-570 °F, sehingga nilon merupakan polimer semi kristalin.
Sebelum dipakai nilon perlu dikeringkan, karena nilon sedikit higroskopis, sehingga kelembaban relative dari atmosfir mempengaruhi sifat mekanis maupun elektriknya.
Nilon memiliki ketahanan terhadap solvent organik, misalnya aseton, xylene, dan benzene.
Nilon bisa bereaksi, misalnya dengan phenol dan nitrobenzene panas.
Pada suhu kamar lamanya waktu simpan tak mempengaruhi nilon. Namun pada suhu tinggi terjadi oksidasi yang mengakibatkan warna menjadi kuning dan rapuh, juga berpengaruh buruk pada sifat mekanikalnya.
No comments:
Post a Comment