Degradasi polimer
Degradasi polimer merupakan proses yang ditandai dengan pecahnya tulang punggung rantai utama atau ikatan-ikatan gugus samping. Degradasi meliputi seluruh pengerusakan sifat-sifat polimer yang berguna secara komersial seperti pengurangan atau penambahan massa molekul relatif (Rabek,1980).
Pada dasarnya degradasi polimer berkenaan dengan berubahnya sifat suatu polimer karena adanya perubahan ikatan pada rantai pokok/utamanya. Pada polimer linier, reaksinya menyebabkan terjadinya pengurangan massa molekul atau panjang rantainya. Penyebab terjadinya degradasi polimer atau kerusakan ada bermacam-macam, antara lain kerusakan karena panas (termal), kerusakan karena cahaya (fotodegradasi), kerusakan karena energi tinggi (radiasi), kerusakan secara kimia, biologi (biodegradasi) dan mekanis (Allen, 1983).
Proses Terjadinya Degradasi
Material yang telah mengalami degradasi akan mengalami oksidasi dengan sendirinya (auto-oksidasi) sehingga membentuk radikal peroksida, kemudian radikal ini akan merusak rantai polimer lain, sehingga proses perusakannya akan terus terjadi.
Gambar 1. Mekanisme Sirkulasi Degradasi Polimer
Tahap pertama adalah tahap inisiasi, dimana pada tahap ini radikal bebas menginisiasi terjadinya reaksi oksidas, tahap kedua adalah propagasi dimana radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen dan diakhiri dengan tahap terminasi atau tahap pengakhiran dari reaksi oksidasi.
Perubahan Akibat Degradasi
Degradasi polimer menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat - kekuatan tarik, warna, bentuk, dll - dari suatu polimer atau produk berbasis polimer di bawah pengaruh dari satu atau lebih faktor-faktor lingkungan seperti panas, cahaya atau bahan kimia. Perubahan-perubahan ini biasanya tidak diinginkan, seperti perubahan selama penggunaan, cracking dan depolymerisation produk atau, lebih jarang, diinginkan, seperti dalam biodegradasi atau sengaja menurunkan berat molekul suatu polimer untuk daur ulang. Perubahan dalam sifat sering disebut "penuaan". Dalam sebuah produk jadi perubahan seperti itu harus dicegah atau ditunda. Namun degradasi dapat berguna untuk daur ulang / penggunaan kembali limbah polimer untuk mencegah atau mengurangi lingkungan pencemaran. Degradasi juga dapat diinduksi dengan sengaja untuk membantu penentuan struktur.
Degradasi Secara Non Alami
Degradasi secara non alami adalah kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kimia, panas (termal), cahaya (fotodegradasi) dan energi tinggi (radiasi).
Degradasi kimia
Degradasi kimia ialah berubahnya keadaan suatu polimer karena reaksi kimia atau terjadi penguraian bagianbagian polimer akibat reaksi dengan polimer lain di dekatnya, sehingga menyebabkan terjadinya pemecahan suatu molekul jadi lebih kecil/sederhana dengan cara alami atau buatan.
Seperti pada polimer-polimer vinil terjadi penguraian secara kimia, karena struktur polimer vinil yang terdiri atas rantai karbon tak punya gugus-gugus fungsional selain ikatan rangkap dua pada polimer diena namun reaksinya terbatas hanya oksidasi.
Polimer ini penguraiannya sangat lama jika hanya mengandalkan reaksi dengan oksigen dan sifatnya otokatalitik. Reaksi tersebut akan lebih cepat dengan adanya katalis pada proses oksidasi atau bisa juga dengan pemanasan/penyinaran. Untuk polimer tak jenuh penguraian oksidatifnya sangat cepat melalui proses radikal bebas yang komplek dengan memakai peroksida dan hidroperoksida untuk zat antaranya. Selain itu polimer tak jenuh cepat sekali bereaksi dengan ozon. Degradasi dengan ozonolisis berguna meningkatkan daya tahan ozon yaitu meletakkan alkena pada ikatan silangnya, maka pemotongan ikatan oksidatif tak mengurangi berat molekulnya.
Tanda-tanda terjadi degradasi kimia pada polimer ialah berubahnya sifat kimia, fisik dan mekaniknya. Perubahan sifat kimia dimana rantai dan ikatan polimer berbeda dengan ikatan polimer asal. Perubahan sifat fisik tampak dari warna yang berubah, banyak pori/retakan sehingga menjadi rapuh, muncul bau air yang menyengat. Perubahan sifat mekaniknya antara lain kuat tarik, kuat tekanan, kuat patahan, kuat menahan pukulan yang mendadak dan kekerasan.
a. Degradasi Kimia Negatif
1) Hidrolisis
Hidrolisis adalah kepekaan nilon terhadap penguraian/ degradasi yang disebabkan asam dan akan mengalami keretakan bila terkena asam kuat. Hal tersebut sering disebut stress korosi retak.
2) Fluoroelastomer
Degradasi kimia fluoroelastomer pada kondisi alkalin yaitu NaOH 10% dan suhu 80oC adalah penguraian/degradasi yang mula-mula terjadi hanya di sekitar wilayah permukaan beberapa nanometer saja. Awalnya permukaan paparan menjadi kasar waktunya kira-kira satu minggu dan selanjutnya pada permukaan akan terjadi keretakan setelah kontak dalam waktu yang lebih lama. Adanya penyinaran dalam waktu yang cukup lama kurang lebih 12 minggu akan menyebabkan degradasi yang lebih luas sampai di bawah permukaan fluoroelastomer. Hal ini akan berpengaruh cukup kuat terhadap sifat mekanik. Untuk mengukur mekanisme molekuler pada degradasi kimia permukaan ini dengan analisis permukaan (XPS dan ATR-FTIR), dimana terjadinya awal penguraian/degradasi diketahui dengan dehydrofluorination.
Klor-Induced Cracking
Klorin adalah salah satu gas yang reaktif sekali yang mampu menyerbu polimer yang lemah misalnya resin asetal dan polybutylene pipa. Gas ini akan menyerang bagian yang paling sensitif dari rantai molekul yaitu bagian sekunder, tersier atau allylic atom karbon. Setelah itu akan terjadi oksidasi rantai karbon yang mengakibatnya terjadinya retakan/perpecahan. Hal ini disebabkan oleh sisa-sisa klorin yang ada pada air dan penambahan bahan anti bakteri. Selain itu berubahnya warna di permukaan fraktur diakibatkan adanya endapan karbonat yang berasal dari pasokan air Teknologi Polimer 80 yang mengakibatkan sendi telah dalam keadaan yang kritis selama berbulan-bulan.
Degradasi Karet oleh Ozon
Ozon ialah molekul atmosfir yang terjadi secara alami yang berasal dari reaksi oksigen dan radiasi surya atau karena pelepasan muatan listrik. Ozon dihasilkan pula dari polutan atmosfir yang bereaksi dengan radiasi ultraviolet. Supaya reaksi terjadi minimal kandungan ozon adalah 3 – 5 bagian per seratus juta (pphm) dan saat konsentrasi ini tercapai, maka akan berlangsung reaksi di bagian 5 x 10-7 meter dari material. Salah satu contohnya reaksi antara molekul ozon dengan karet. Reaksi ini umumnya terjadi dalam kondisi tak jenuh dimana terdapat ikatan rangkap pada polimernya, akan tetapi reaksi tersebut hanya akan terjadi dalam kondisi jenuh yaitu hanya punya ikatan tunggal. Saat reaksi berlangsung terjadilah pemutusan rantai polimer sehingga menyebabkan pembusukan pada produk. Pemutusan rantai semakin tinggi dengan adanya atom hidrogen, alkohol dan asam. Dengan adanya reaksi kimia ini akan meningkatkan kerapuhan, memperbanyak retakan di wilayah yang mengalami tekanan tinggi dan terbentuknya paparan baru untuk degradasi.
Degradasi Poli Vinil Chloride (PVC)
Degradasi bisa pula berlangsung karena adanya penyusunan dan pemecahan ikatan ganda/rangkap. Misal solvolysis pada PVC (Peacock). Bila PVC dalam keadaan asam maka atom hidrogen akan aktif memutus atom klor dari polimernya, maka terbentuklah asam klorida (HCl). Terbentuknya asam klorida akan menyebabkan dechlorination atom karbon disekitarnya yang menyebabkan terbentuknya ikatan rangkap/ganda. Ikatan ganda ini bisa diserang dan dihancurkan/dipecah oleh ozon
Degradasi Poliester
Degradasi polyester bisa berlangsung meskipun tidak ada asam katalis yang mengakibatkan degradasi PVC. Jika hidrolisis air berperan sebagai katalis reaktif bukan asam, maka selama proses berlangsung akan terjadi degradasi pada suhu dan tekanan yang tinggi. Pada reaksi ini molekul air akan menyerang CO pada ikatan ester dan akan memecah setengah dari polimer tersebut. Molekul air dipecah lalu berikatan dengan sebuah atom hydrogen maka terbentuklah asam karboksilat dari atom karbon dengan oksigen yang berikatan ganda dan pada ujung lain akan terbentuk alkohol dari sisa-sisa reaksi. Hasil reaktif tersebut bisa pula mengakibatkan terjadinya degradasi lanjutan pada rangkaian polimer. Pemutusan rangkaian tersebut biasanya menyebabkan penurunan pada berat molekul polimer, jumlah dan kekuatan rangkaian antar molekul serta tingkat keterkaitan. Hal ini menyebabkan mobilitas rantai meningkat, kekuatan polimer menurun dan deformasi pada tegangan rendah meningkat.
Degradasi Kimia Positif
Daur ulang PET (poli (etilena tereftalat)) secara kimia.
Sebagai alternatif daur ulang plastik (bekas) dengan cara depolimerisasi poli (etilena tereftalate) untuk menyintesa dibenzil tereftalat.
Dalam kehidupan manusia plastik PET sangat berperan sangat penting. Biasanya material ini dipakai untuk pengemas dan fiber. Selain itu plastik juga menjadi komponen pokok pada interior dan eksterior bodi mobil. Dibandingkan komponen lainnya misalnya keramik, kaca, baja, dan logam nonferro, komponen plastik mempunyai banyak keuntungan. Keuntungan plastik antara lain: bobotnya ringan jika dipakai pada interior atau eksterior mobil karena plastik mudah dibentuk sesuai dengan desain yang dibutuhkan mobil sampai sekecil-kecilnya, bobotnya lebih ringan, awet, harga atau biayanya lebih murah.
Selain mempunyai dampak positif/keuntungan plastik juga mempunyai dampak negatif yaitu dengan banyaknya pemakaian plastik yang dipakai untuk kemasan jangka waktunya singkat dan harus dibuang. Hasil buangan tersebut akan menimbulkan masalah sampah yang serius, karena lahan untuk menimbun hasil buangan ini sudah tidak mampu menampung sampah yang semakin hari semakin meningkat. Sehingga perlu upaya serius dari semua pihak untuk menanggulanginya. Salah satu upaya tersebut yaitu memberikan apresiasi dan dukungan atas kerja keras para pengolah sampah daur, sehingga sampah menjadi produk yang ekonomis sehingga limbah dapat dikurangi.
Sampah sendiri terdiri dari berbagai macam, baik organik maupun anorganik. Sampah organik biasanya banyak dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik sedang yang sampah anorganik seperti kertas, wadah alimunium, plastik dan lain-lain bisanya didaur ulang, Adapun sampah yang telah didaur ulang dari kertas kurang lebih 20%, wadah alumunium 30% sedangkan plastik masih 1%. Kecilnya persentase sumbangan daur ulang plastik saat ini karena beberapa faktor antara lain: nilai ekonomis plastik daur ulang sangat kecil daripada plastik buatan petrokimia, masalah pemilahan (sorting) produk limbah plastik berdasarkan variasi kategorinya. Karena bila sorting tersebut tak dilaksanakan dengan benar maka hasil campuran plastik tersebut mutunya rendah.
Degradasi Nilon
Selain plastik polimer yang banyak ditemukan adalah nilon. Nilon memang banyak dijumpai dalam industri tekstil untuk pakaian dan karpet, akan tetapi tidak hanya itu nilon juga digunakan dalam dunia outomotif yaitu untuk ban tali yaitu lapisan dalam ban kendaraan yang dipasang di bawah karet. Nilon padat dipakai pada bantalan mesin dan roda gigi.
Du Pont ialah sebuah perusahaan kimia terbesar milik negara Amerika Serikat telah sukses menciptakan teknologi daur ulang nilon dengan memakai teknologi ammonolysis. Riset daur ulang nilon ini ternyata sebelumnya sudah ada pilot plantnya, yaitu telah lama dibangun di wilayah Ontario, tepatnya di kota Kingston,Kanada. Riset dan pengembangan proses ammonolysis ini telah dilakukan oleh pihak Du Pont selama bertahun-tahun sebelum akhirnya diaplikasikan secara luas.
Ammonolysis yang diciptakan oleh Du Pont ialah teknologi degradasi polimer untuk dua jenis yaitu Nilon PA6 dan PA66. Pada proses ini nilon yang hendak diolah langsung proses tanpa dipisahkan antara nilon PA6 dan PA66 dan hasil olahan nilon dengan proses ini menunjukan kualitas yang sama dengan nilon sebelumnya. Inilah yang membedakan daur ulang dengan ammonolysis dengan daur ulang lainnya. Dimana daur ulang yang lain hasil daur ulangnya akan mempunyai kualitas yang lebih rendah sedangkan dengan proses ammonolysis hasilnya serupa dengan bahan dasarnya. Hal inilah yang menyebabkan mudahnya memasarkan kembali hasil olahan nilon karena kualitas bahan yang dihasilkan homogeny. Bila dilihat dari sudut pandang ekonomis hal ini sangat penting, akan tetapi yang sangat penting yaitu bahwa dengan berhasilnya daur ulang ini maka pelestarian lingkungan hidup akan terwujud.
Degradasi termal (termokimia)
Polimer dapat didegradasi dengan menempatkannya dalam suatu tempat yang dapat dikenai suhu tinggi (degradasi termal), oksigen dan ozon, sinar ultraviolet, air, radiasi, dan senyawa kimia (Hakwins, 1984). Dengan menggunakan radikal primer dan sekunder maka terjadilah polimerisasi yang menghasilkan monomer.
Degradasi dengan reaksi pemotonganrantai dapat mengalami satu dari tiga macam kemungkinan mekanisme yaitu:
a) degradasi secara acak, dimana rantai yang dirusak terletak pada sisi yang tidak tertentu.
b) depolimerisasi, dimana unit monomer dilepaskan pada sebuah rantai aktif yang terakhir.
c) degradasi rantai yang lemah, dimana rantai rusak pada ikatan yang energinya rendah.
Pada penambahan termal degradasi dapat diinisiasi dengan iradiasi fotokimia, atau dengan cara mekanik. Zat aditif, katalis atau pengotor mempunyai peluang untuk turut bereaksi pada degradasi secara termal (termokimia).
Degradasi cahaya (fotodegradasi)
Fotodegradasi ialah reaksi pemisahan senyawa karena cahaya. Pada proses ini membutuhkan suatu fotokatalis, dan biasanya adalah bahan semikonduktor. Pada proses ini prinsipnya ialah logam semikonduktor bila beri energi foton maka terjadi loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Loncatan elektron akan mengakibatkan munculnya lubang elektron (hole) yang bisa bereaksi dengan air dan terbentuklah radikal OH- .
Radikal ini aktif dan selanjutnya akan memecah senyawa organik yang menjadi target. Misalnya fotodegradasi pada TiO2, reaksi yang diajukan berikut ini.
TiO2 + hu hole+ + e-
Hole+ + OH- OH˙
OH˙ + substrat produk
Reaksi fotodegradasi pada metilen biru tampak seperti di bawah ini : C16H18N3SCl + 51/2 O2 HCl + H2SO4 + 3HNO3 + 16CO2 + 6H2O
Oksida Ti dibandingkan dengan logam fotokatalis yang lainnya adalah logam fotokatalis yang harganya murah, tidak beracun (non toksit) dan mempunyai aktivitas yang besar serta efektif. Reaksi fotokatalis dengan TiO2 berbentuk kristal anatas, dikatakan TiO2 adalah komponen yang aktif namun ketika berbentuk rutil aktivitasnya menjadi berkurang.
Degradasi radiasi
Pada degradasi dengan energi tinggi atau radiasi, contohnya sinar gamma, sinar X atau partikel, semua unit molekul akan terkena dampaknya jika ada faktor pendukungnya antara lain aditif, oksigen, kristalin atau pelarut tertentu.
Degradasi mekanis
Degradasi mekanis bisa berlangsung saat pemprosesan maupun ketika produk tersebut digunakan yaitu dengan adanya gaya geser, dampak benturan, adanya tekanan dan sebagainya (http://id.wikipedia.org/wiki/maleat anhidrida).
Degradasi Secara Alami
Sejalan dengan pemakaian polimer yang terus meningkat dan mengingat keunggulan sifat serta pemakaiannya cukup praktis ternyata semakin meningkat pula limbah polimer yang dihasilkan terhadap lingkungan. Apalagi sejumlah penelitian telah dikembangkan untuk membuat polimer yang tahan terhadap proses degradasi di lingkungan (degradasi alami). Jika hal tersebut tidak segera ditangani akan membahayakan lingkungan hidup. Salah satu penanganan terbaik adalah dengan biodegradasi, tetapi saat ini sebagian besar polimer yang dipakai dalam jumlah besar tak bisa terurai secara alami (degradasi alami). Sebab itu penanganan sampah biodegradasi dapat tercapai bila polimer baru yang dihasilkan adalah jenis polimer yang ramah lingkungan yang mudah terbiodegradasi.
Polimer alam, seperti halnya lignin dan polisakarida, dapat terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana. Produk degradasi ini selanjutnya dapat dipergunakan oleh organisme hidup sebagai sumber energy atau untuk mensintesis senyawa-senyawa baru (termasuk biopolimer) (Schnabel, 1981).
Lingkungan secara alami memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-senyawa pencemar melalui proses biologis dan kimiawi. Akan tetapi saat ini jumlah bahan pencemar lingkungan sangat besar dibanding kemampuan proses degradasi. Akibatnya terjadi akumulasi atau penimbunan zat pencemar sehingga diperlukan tindakan dan teknologi yang tepat untuk menanggulangi pencemaran tersebut (Nugroho, 2006).
Degradasi secara alami dapat di bagi menjadi 2 proses, antara lain degradasi secara biologi (biodegradasi) dan degradasi secara biokimia.
Degradasi biologi (Biodegradasi)
Pencemaran lingkungan berhubungan erat dengan limbah. Permasalahan limbah timbul karena tidak seimbangnya produksi limbah dengan pengolahannya dan semakin menurunnya daya dukung alam sebagai tempat pembuangan limbah (Rizaldi, 2008).
Salah satu alternatif pengolahan limbah yang dapat diaplikasikan adalah pengolahan secara biologi yang dikenal sebagai biodegradasi. Biodegradasi didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi senyawa organik oleh mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau pada instalasi pengolahan air limbah (Cheremisinoff, 1996). Biodegradasi terjadi karena bakteri dapat melakukan metabolisme zat organik melalui sistem enzim untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi. Energi digunakan untuk sintesis, motilitas, dan respirasi (Husin, 2008).
Penelitian tentang biodegradasi oleh mikroorganisme oleh Paramita (2012), menunjukkan bahwa mikroorganisme alami tangki septik mampu mendegradasi bahan organik dalam limbah pasar. Hal ini ditunjukkan oleh perubahan parameter BOD dari 1830 mg/l menjadi 600 mg/l, COD dari 1640 mg/l menjadi 226,7 mg/l, TSS dari 0,85 mg/l menjadi 0,19 mg/l, TDS dari 3,76 mg/l menjadi 4,587 mg/l dan pH dari 2 menjadi 9.
Menurut Sechan dalam Nugroho (2006) biodegradasi adalah perombakan atau pemecahan bahan organik yang dilakukan oleh mikroba hidup. Perombakan ini bertujuan untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk kelangsungan hidupnya. Perombakan bahan organik tertentu akan terjadi serangkaian reaksi kimia enzimatik atau biokimia yang dilakukan oleh mikroba tertentu pula dan keadaan yang sesuai untuk tmbuh kembangnya mikroorganisme tersebut.
Banyak golongan mikroba yang memanfaatkan mineralmineral dari senyawa-senyawa hidrokarbon aromatik (fenol, naftalen, antrasen, dll), seperti dari kelompok bakteri Pseudomonas, Mycobacterium, Acinetobacter, Arthobacter dan Bacillus (Alexander, 1977). Salah satu contoh senyawa PAH yang paling sederhana adalah naftalen yang hanya memiliki dua cincin benzen (Goyal & Zylstra, 1997). Pada proses degradasi naftalen, senyawa naftalen terlebih dahulu diubah ke Cis-1,2- dihidroksi-1,2-dihidroksinaftalen dan ke beberapa senyawa lainnya hingga akhirnya sampai ke katekol sebagai pusat intermediet. Untuk lebih jelasnya pengubahan naftalen menjadi katekol tampak pada Gambar 13. berikut
Gambar 13. Jalur Perubahan Naftalen Menjadi Katekol oleh Bakteri (Denome et al.,1993; Goyal & Zylstra, 1997; Kiyohara et al., 1994)
Degradasi biokimia
Mekanisme umum degradasi polimer menjadi molekul yang sederhana dapat dijelaskan secara kimiawi. Organisme hidup mempunyai kemampuan untuk memproduksi bermacammacam enzim yang dapat menghancurkan struktur biopolimer. Kerja suatu enzim sebagai katalisator dalam merombak struktur polimer merupakan kerja yang spesifik, artinya suatu enzim tertentu hanya memiliki kemampuan untuk mengkatalisis suatu reaksi kimia tertentu pula.
Biodegradasi material organik, terutama polimer alam seperti selulosa, lignin, atau karet alam, dapat terjadi akibat serangan secara mikrobiologis terhadap material tersebut. Mikroorganisme mempunyai kemampuan memproduksi bermacam-macam enzim yang dapat bereaksi dengan polimer alam. Reaksi enzimatik terhadap polimer merupakan suatu proses kimiawi dimana mikroorganisme memperoleh sumber makanan dari polimer.
Tokiwa dan Calabia (2004) menjelaskan bahwa biodegradasi didefinisikan sebagai pemecahan suatu senyawa oleh aksi mikroorganisme. Mikroorganisme yang banyak berperan pada proses biodegradasi plastik adalah bakteri, jamur dan aktinomicetes. Pada biodegradasi film kemasan terjadi beberapa tahap degradasi, yaitu tahap degradasi kimia dimana pada tahap ini terjadi oksidasi molekul dimana terbentuk polimer yang berat molekulnya lebih kecil. Selanjutnya adalah proses serangan oleh mikroorgnismedengan memanfaatkan enzim yang dihasilkannya. Selama biodegradasi berlangsung, terjadi proses depolimerasi dimana eksoenzim dari mikroba akan memecah polimer kompleks menjadi rantai pendek oligomer dan monomer sehingga dapat melewati membran semi permeabel mikroba, yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Selanjutnya terjadi proses mineralisasi dimana terjadi pengubahan fragmen oligomer dan monomer menjadi produk akhir seperti karbon dioksida, air, atau metana (Jendrossek dan Rene, 2002).
Fenomena biodegradasi terhadap material organik, termasuk polimer, terlihat dari fakta bahwa dalam siklus makanan di alam, secara langsung atau tidak, cepat atau berangsur-angsur, material yang ada akan berkurang jumlahnya, artinya material inilah yang sebagian atau seluruhnya digunakan sebagai sumber nutrisi oleh mikroorganisme. Studi tentang biodegradasi dapat dilakukan dalam lingkungan yang sesungguhnya; yaitu dipendam dalam tanah, atau dilakukan dengan metode simulasi. Metode simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme campuran atau dengan mikroorganisme tertentu yang telah diketahui jenisnya.
Hasil yang ada menunjukkan bahwa laju biodegradasi oleh mikroorganisme campuran umumnya berlangsung lebih cepat, namun sukar untuk memperkirakan mekanisme degradasi yang terjadi.
4. Keuntungan dan Kerugian Material Degradasi Polimer
- Keuntungan :
1. Mudah didaur ulang
2. Ramah Lingkungan
- Kerugian :
1. Mudah berubah bentuk
2. Mudah berubah ikatan kimia
3. Mudah berkurangnya sifat aditif suatu polimer
4. Mudah berkurangnya sifat optic dari suatu material
No comments:
Post a Comment