MAKALAH TEKNIK POLIMERISASI
HOMOGEN DAN HETEROGEN
oleh
ALEX PEPSEGA INDRA PUTRA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polimer adalah sebuah material yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia. Polimer merupakan senyawa yang bermassa molekul relative cukup besar dan terdiri atas monomer-monomer. Dalam kehidupan sehari-hari polimer sering kita dijumpai misalnya botol, tali, plastik, teflon, dan lainnya. Semakin kesini penggunaannya semakin digemari dikarenakan sifatnya yang ringan, tahan korosi, beberapa bahan relatif tahan asam, beberapa bahan relatif tahan sampai temperatur tinggi, dan kuat.
Polimer salah satu bidang ilmu yang sangat menarik untuk kita dipelajari. Polimer merupakan ilmu yang tidak kaku melainkan sangat dinamis. Oleh karenanya, sangat dibutuhkan pengetahuan yang baik tentang konsep-konsep dasar polimer, guna dapat memahami dan mengembangkan ilmu polimer. Sehingga, konsep awal atau dasar tersebut dapat diperluas dan dikembangkan untuk mengukur serta menganalisis bobot molekul polimer. Dalam teknik pemisahan dan pengukuran sampel polimer merupakan pengetahuan yang sangat penting untuk dikuasai.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mempelajari berbagai macam teknik polimerisasi dalam kehidupan.
II.PEMBAHASAN
Dalam teknik polimer terdapat dua teknik polimerisasi yang dapat digunakan untuk memproduksi polimer, yang pertama teknik homogen dan yang kedua teknik heterogen. Pada teknik homogen dibagi dua cara yaitu scara polimerisasi massa dan larutan, sedangkan dalam teknik heterogen dilaksanakan secara emulsi dan suspensi.
1. Teknik Polimerisasi Homogen
Pada teknik homogen dibagi dua cara yaitu scara polimerisasi massa dan larutan.
a. Polimerisasi Massa
Teknik polimerisasi massa atau dalam industry disebut juga bulk polimerisation adalah teknik yang memiliki tujuan untuk pembuatan polimer kondensasi, yang memiliki karakter reaksinya bersifat eksotermis dengan viskositas campuran yang rendah sehingga panas dapat berpindah melalui pengeluaran gelembung. Dalam kehidupan sehari-hari polimerisasi massa jarang digunakan untuk pembuatan polimer visual, kecuali dalam pembuatan polimetil metakrilat tuang. Polimerisasi massa merupakan metoda polimerisasi yang paling sederhana dibandingkan yang lain di mana campuran reaksi hanya berisi monomer dan suatu monomer inisiator terlarut.
Dalam menentukan bobot molekul polimer dapat dilakukan dengan fraksinasi polimer yakni untuk memisahkan sampel polimer tertentu ke dalam beberapa golongan bermassa molekul sama. Umumnya cara yang digunakan dalam fraksinasi didasarkan pada kenyataan bahwa kelarutan polimer berkurang dengan naiknya massa molekul.
Polimerisasi curah dapat dilakukan pada fase cair ataupun uap. Monomer (dan inisiator) dicampur dalam sebuah reaktor yang dipanaskan atau didinginkan (sesuai kebutuhan). Dalam beberapa kasus, polimer yang dihasilkan dapat larut dalam monomer sehingga viskositas larutan meningkat drastis. Dalam kasus-kasus lain, polimer tidak larut dalam monomer, sehingga terjadi presipitasi polimer.
Cara langsung dan paling sederhana untuk mengubah monomer menjadi polimer adalah polimerisasi massa. Biasanya umpan untuk proses ini terdiri dari monomer, sejenis inisiator yang dapat larut dalam monomer, dan suatu agen pemindah rantai (chaintransfer agent). Teknik ini pada umumnya digunakan untuk memperoleh benda-bendadengan bentuk yang diinginkan dengan melaksanakan polimerisasi langsung dalam cetakan.
Polimerisasi ini digunakan secara luas untuk memproduksi resin-resin thermosetting, yang dilaksanakan sampai suatu tingkat konversei mendekati gel point dalam reaktor.
Ada dua kemungkinan yang ada pada tipe polimerisasi ini, yaitu
(1) Jika polimer larut dalam monomer, maka tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi mungkin terjadi pada fasa monomer. Contoh: polistirena
(2) Jika polimer tidak larut dalam monomer, maka konsentrasi monomer akan terus berkurang secara konstan dan viskositas berubah. Contoh: vinylidine chloride. Sebagian besar polimerisasi massa dilakukan secara homogen. Namun, jika polimer yang dihasilkan tidak larut dalam monomernya dan mengendap saat reaksi berlangsung, proses tersebut terkadang disebut sebagai polimerisasi massa heterogen (heterogeneous bulk ) atau polimerisasi pengendapan. Contoh: PVC, diproduski secara komersial dengan polimerisasi massa heterogen, yang memungkinkan pengontrolan ukuran partikel dan porositas untuk absorpsi plasticizer.
Teknik Polimerisasi Curah (Bulk polymerization)
Proses sederhana, untuk kapasitas kecil.
Hasil kental cenderung padat, sehingga perpindahan panas buruk.
Teknik polimerisasi ini bertujuan untuk pembuatan polimer kondensasi, reaksinya sedikit
eksotermis, viskositas campuran rendah sehingga dapat diaduk, panas dapat berpindah
melalui pengeluaran gelembung.
Khusus untuk polimerisasi massa pada monomer vinil sulit dilakukan karena reaksi
sangat eksotermis, masalah pada perpindahan panas dan viskositas bertambah pada awal
reaksi.
Sistem ini jarang diginakan secara komersil untuk pembuatan polimer vinil kecuali untuk
membuat polimetil metakrilat tuang (cast PMMA).
Reaksi terjadi dengan tidak adanya bahan pelarut, bahan pengencer dan bahan yang
lainnya.
Berguna untuk epoxy, etilena, MMA.
Perpindahan panas merupakan hal yang penting untuk menghindari pembentukan
senyawa eksplosif / bahan peledak campuran.
Keuntungan Polimerisasi Curah
Karena hanya melibatkan monomer, inisiator, dan mungkin bahan pemindah rantai (chain transfer agent), dengan polimerisasi ini dapat dihasilkan polimer yang semurni mungkin. Hal ini penting dalam aplikasi dibidang listrik dan optik.
Berbagai benda langsung dapat dicetak sebaik mungkin. Proses ini merupakan satusatunya cara mendapatkan benda – benda cetakan seperti itu tanpa berbagai perlakuan terhadap bahan yang lebih besar.
Polimerisasi curah menghasilkan hasil (yield) per volume reaktor paling besar.
Recovery polimer mudah.
Menyediakan pilihan / variasi penuangan campuran polimer menjadi bentuk akhir produk.
Kekurangan Polimerisasi Curah:
Seringkali sulit dikendalikan sehingga untuk mengendalikannya proses harus dilaksanakan perlahan, yang secara ekonomis jelas tidak menguntungkan.
Sulit mendapatkan sekaligus laju dan panjang rata – rata rantai yang tinggi karena efek – efek penghambat dari konsentrasi inisiator.
Sulit untuk menghilangkan sisa monomer yang tidak bereaksi. Hal ini akan sangat penting, misalnya jika polimer yang dihasilkan akan digunakan dalam proses – proses yang melibatkan persentuhannya dengan makanan.
Terutama digunakan polimerisasi kondensasi bukan untuk adisi, karena kurang baik untuk reaksi adisi.
BM kecil tidak terlalu eksoterm.
Visikositas campuran cukup rendah, pencampuran rendah, juga perpindahan panas, eliminasi gelembung.
Pembentukan gel harus dicegah.
Stoikiometri reaksi harus diatur.
Kesukaran terjadi gas sehingga produk kurang homogen.
Cara - cara melakukan fraksinasi:
1. Pengendapan bertingkat
Langkah-langkah:
Sampel dilarutkan dalam pelarut yang cocok sehingga membentuk larutan yang berkonsentrasi 0,1 persen.
Kedalam larutan ini ditambahkan bukan pelarut setetes demi setetes sambil diaduk cepat. Bahan bermassa molekul paling tinggi menjadi tak larut dan segan terpisah.
Tambahkan lagi bukan - pelarut sebagai pengendap untuk mengendapkan polimer bermassa molekul tertinggi berikutnya.
Tata kerja ini dilakukan berulang - ulang sampai terpisah menjadi beberapa fraksi yang kian berkurang massa molekulnya
2. Elusi bertingkat
Langkah-langkah:
Polimer diekstraksi dari zat padat kedalam larutan.
Kolom diisi dengan bahan polimer dan diisi sampel, lalu dielusi dengan campuran pelarut dan bukan pelarut secara bertahap. Jadi polimer yang bermassa molekul rendah keluar dari kolom pertama kali, diikuti oleh fraksi yang mengandung bahan bermassa molekul lebih besar.
3. Kromatografi Permiasi Gel (KPG)
Langkah-langkah:
Kolom diisi dengan beberapa bentuk bahan kemasan polimer.
Larutan sampel polimer yang sedang diteliti dilewatkan ke dalam kolom dan dielusi dengan lebih banyak pelarut.
Contoh Polimerisasi Curah
Polimerisasi radikal bebas (tambahan) dengan etilen (membatasi reaktor tubular yang digunakan untuk memudahkan perpindahan panas).
Ethylene gas + Oksigen @ T = 200 ° C & 1500 atm
Polimerisasi monomer styrene dapat dilakukan dengan bulk polymerization, solution polymerization, suspension polymerization dan emulsion polymerization.
Untuk Bulk Polymerization (polimerisasi curah), sistem dasar pada polimerisasi curah terdiri dari monomer murni. Polystyrene yang dihasilkan larut dalam styrene monomer sehingga kekentalan sistem akan meningkat seiring bertambahnya konversi dalam reaksi.
Ada dua Tipe polimerisasi curah yaitu batch dan continuous , dimana continuous saat ini lebih banyak digunakan. Pada tipe batch, reaktor yang berupa agitated vessels mempolimerisasi sampai konversi 80 %. Cairan hasil polimerisasi kemudian dipompa kebagian batch finishing untuk polimerisasi akhir. Pada tipe continuous, cairan secara kontinyu diinjeksikan dari tangki penyimpan kedalam reaktor. Umpan reaktor pertama ini mengandung 50 % massa monomer styrene, 100 ppm water, 2000 ppm boron trifluoride.
Reaksi polimerisasi menghasilkan panas yang ditransfer keluar dari reaktor oleh mantel pendingin. Kisaran suhu reaksi antara 40-70 oC. Suhu juga dapat dikontrol dengan intermediate shell dan tube heat exchangers. Konversi reaksi mencapai 85 % massa polystyrene pada reaktor kedua.
Contoh-contoh polimerisasi curah adalah PET (Polyethyelene Terepthalate), PA (Polyamide) (Nylons), PC (Polycarbonate), PS (Poly Styrene) (Bulk, Suspension), MMA (Polymethyl methacrylate) (Bulk, Suspension).
Tabel Monomer Utama Pada Polimerisasi Radikal Bebas.
PET (Polyethyelene Terepthalate)
Sering dikenal dengan nama polyester yang memiliki rumus struktur sebagai berikut:
adalah suatu resin polimer termoplastik dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintetis, botol minuman, wadah makanan, aplikasi thermoforming dan resin teknik yang sering dikombinasikan dengan serat kaca.
Sifat - sifat:
PET dapat berwujud padatan amorf (transparan) atau sebagai bahan semi kristal yang putih dan tidak transparan, tergantung kepada proses dan riwayat termalnya.
Densitas : ± 1,4 g/cm3: 1,370 g/cm3(amorf): 1,455 g/cm3(kristal)
Modulus young (E) : 2800-3100 Mpa
Tensile strength (σt) : 55-75 Mpa
Temperature glass (Tg) : 75oC
Titik leleh : 260 oC
Konduktivitas thermal : 0,24 W /(m.K)
Kapasitas panas spesifik : 1,0 kJ / (kg.K)
Penyerapan air (ASTM) : 0,16
Viscositas intrinsik : 0,629 dl/g
Index refraksi (nD) : 1,57-1,58
Batas elastisitas : 50 – 150%
PET mudah larut dalam asam sulfat, asam nitrat, trifluoro asetat, fenol, meta kresol, dan
tetrakloroetan.
Bila dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya air, PET akan terhidrolisa.
PET unggul karena titik leleh yang relatif tinggi, kesetabilan dimensi baik, kekakuan
kekuatan mekanik- ketahanan impact tinggi, serapan air- koefisien ekspansi termal rendah.
Proses produksi
Polyethyelene Terepthalate (PET) dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu melalui reaksi ester exchange antara dimethylterepthalate (DMT) dengan ethlene glycol (EG) dan melalui reaksi esterifikasi langsung antara terepthalate acid (TPA) dan ethylene glycol (EG).
A. Persiapan monomer Bis-Hydroxylethyl Terephthalate
B. Reaksi Prepolimerisasi
C. Reaksi Polikondensasi
Dalam tahap prepolimerisasi DP meningkat dari 1,5 – 30. Pada akhir tahap polikondensasi, dimana Dp mencapai 100, viskositas polimer meningkat sampai beberapa ribu poise dan pembatasan transfer massa menjadi penting. Kecepatan polikondensasi ditentukan oleh laju pengambilan EG.
Deskripsi Pembuatan PET Cara Batch Dengan Sistem Slurry
Transportasi TPA
TPA yang berasal dari kontainer bulk dengan bantuan N2 bertekana dikirim ke stotage tank, kemudian menuju scale tank untuk ditimbang, kemudian masuk ke cyclone untuk dipisahkan TPA dan N2 pembawa.TPA turun ke bawah masuk ke ke dalam TPA Hoper,sedangkan N2 masuk ke Bag Filter dan sebagian TPA yang terbawa disaring dengan Filter Clothes.
Distribusi EG
EG ditransfer dengan menggunakan pompa menuju EG measuring, setelah ditimbang EG turun dan masuk ke dalam mixing vessel agar bercampur dengan TPA dan membentuk slurry.
Persiapan Katalis Sb2O3
Sb2O3 mempunyai bentuk berupa serbuk kristal yang mudah larut dalam EG panas, berfungsi untuk mempertahankan stabilitas tthermal dari reaksi pada proses polykondensasi
Persiapan Zat Pemburam (Dulling Agent)
Persiapan TiO2 dibuat mencapai konsentrasi tertentu sesuai yang diinginkan.
Proses Mixing
Semua bahan baku dari TPA hoper dan EG measuring dicampur sedikit demi sedikit dalam Tangki Pencampuran dengan Anchor Agitator dilengkapi pemecah aliran secara konstan dengan kecepatan 50 – 60 rpm. Kemudian slurry dimasukkan ke dalam slurry tank yang dilengkapi jacket pendingin.
Reaksi Esterifikasi
Semua bahan baku yang sudah berbentuk slurry dimasukkan ke dalam reactor esterifikasi (reaktor jenis CSTR yang dilengkapi dengan pengaduk, jacket, dan isolasi). Dengan kondisi temperatur 250 oC, tekanan 1 Kg/cm2G, waktu tinggal 4 jam, fase cair, konversi 97,5 %. Reaksi yang terjadi antara TPA Dan EG membentuk BHET dan Air. Reaksi dikatakan selesai apabila H2O pada splitter box mencapai 97,5%. Hasil reaksi berupa uap air dan EG berlebih naik menuju kolom distilasi yang tersambung dibagian atas reaktor. Uap air keluar dari bagian atas kolom dan menuju kondensor, sedangkan EG yang terkondensasi dalam kolom dikembalikan ke dalam reaktor. BHET dari bagian bawah reaktor esterifikasi dikeluarkan secara grafitasi dengan bantuan gas N2 sebagai pendorong.
Reaksi Polimerisasi
Merupakan tahap pengabungan molekul-molekul BHET menjadi PET dengan bantuan katalis. Proses polimerisasi berlangsung pada tekanan vakum dan perbedaan temperature menjadi 300 C. BHET dalam reaktor sedikit demi sedikit berpolimerisasi membentuk PET sedangkan uap EG yang dihasilkan akan terhisap oleh steam ejector dengan tekanan MPS (Medium Pressure Steam) dan LPS (Low Pressure Steam), sedangkan air yang terbentuk ditampung di hot well.
Steam ejector menghisap uap EG juga berfungsi memvakumkan reaktor polykondensasi. EG yang sudah divakumkan dipisahkan dengan kondensor (pendingin air) dan eliminator sehingga EG yang telah dipisahkan turun kembali dengan gaya grafitasi menuju primary EG receiver dan secondary EG receiver lalu masuk ke dalam tangki R-EG untuk di recovery dan dipakai kembali sebagai bahan baku bersama EG murni pada R
Esterifikasi.
Pengambilan EG dengan memvakumkan, mengakibatkan pembentukan rantai molekul, semakin panjang rantai molekul maka berat molekul semakin tinggi, sehingga nilai viskositas intrinsik akan naik sesuai dengan angka yang diinginkan.
Hasil samping
Diethylene Glycol (DEG) merupakan hasil reaksi samping dari EG berlebih dalam suasana asam. Pembentukan DEG sangat sulit dihilangkan, namun jumlahnya dapat diperkecil dengan mengontrol temperatur atau menambahkan katalis Tetra Ethylene Amonium Hidroksida (TEAH). Proses polimerisasi berlangsung 2-3 jam dia\khiri dengan kondisi suhu 300 Oc. PET yang dihasilkan selanjutnya dialiri ke tahap ekstruksi.
Tahap Ekstruksi
PET dalam bentuk lelehan yang dihasilkan dari reaktor polimerisasi dimasukkan ke dalam die head. Disini terjadi proses perubahan fisik dari lelehan menjadi strand (serat dengan ukuran cukup besar). Dengan bantuan N2 bertekana tinggi lelehan PET ditekan melalui celah spineret yang ada dalam die head dengan temperatur 291 C. Strand keluar dari die head (lubang spineret) setelah mengalami pendinginan secara tiba – tiba dengan air pada suhu 17 C. Selanjutnya strand masuk USG (Under Strand Granulator) Cutter untuk dipotong kecil kecil dengan ukuran 3 x 3 x 5 mm. untuk mengurangi kadar air chips PET disemprotkan dengan udara bertekan 3 kg/cm2G.
b. Polimerisasi Larutan
Contoh dari polimerisasi larutan ialah konversi polivinil asetat menjadi polivinil alcohol ester akrilik. Polimerisasi monomer vinil, berlangsung dalam larutan untuk memudahkan perpindahan panas dan control. pada pembuatan polimerisasi monomer vinil, diperlukan pelarut yang benar sehingga tidak terjadi chain transfer, dan polimer yang akan dihasilkan dapat digunakan dalam larutan.
Karakteristik Polimerisasi Larutan :
Dapat dilakukan untuk polimerisasi vinil dengan pelarut yang sesuai
Keuntungan: panas dapat dipindahkan kepelarut.
Kesukaran: dapat terjadi pemindahan rantai kepelarut
Sukar menghilangkan pelarut
2. Teknik Polimerisasi Heterogen
Dalam teknik polimerisasi hoterogen, terdiri dari 2 sub polimerisasi, yaitu polimerisasi emulsi dan polimerisasi suspensi.
Polyethylene membentuk cabang karena proses self-branching. Cabang yang lebih panjang dari metil tidak dapat masuk ke kisi kristal polyethylene, sehingga polimer padat yang dihasilkan kurang bersifat kristal (tidak transparan) dan lebih kaku daripada HDPE (0.935-0.96 g cm-3) yang dibuat dengan reaksi coordination polymerization.
a. Polimerisasi Emulsi
Polimerisasi jenis ini, dapat menghasilkan polimer dengan laju dan berat molekul yang tinggi. Sistem pada polimerisasi emulsi merupakan dua fase cairan yang tidak larut, Fase pertama ialah fase kontinu aqueous, yang merupakan inisiator, sedangkan fase kedua ialah fase diskontinu nonaqueous yang merupakan bentuk monomer dan polimer. Contoh teknik polimerisasi ini adalah pada pembuatan karet SBR.
Pada tahun 1998 kebutuhan dunia akan polimer emulsi sebesar 7,4 juta metrik ton dan diramalkan kebutuhan tersebut pada tahun 2007 akan meningkat menjadi 10,1 juta metrik ton dengan pertumbuhan per tahun sebesar 3,6% . Salah satu faktor yang menentukan sifat/karakter polimer emulsi adalah ukuran partikel. Polimer emulsi mengandung partikel dengan diameter berkisar antara 10 sampai dengan 1.500 nm. Pada umumnya ukuran partikel polimer emulsi berkisar antara 100 sampai dengan 250 nm. Ukuran partikel sangat menentukan sifat polimer emulsi seperti sifat aliran dan kestabilan polimer. Sebagai contoh suatu bahan pelapis dengan ukuran partikel yang kecil akan memberikan hasil coating yang halus, kekuatan adhesi yang baik, ketahanan terhadap air yang cukup baik serta kestabilan lateks yang cukup lama. Disamping itu ukuran diameter partikel polimer yang kecil dapat menyebabkan bahan pelapis akan lebih glossy atau transparan karena partikel-partikel polimer dari pelapis akan lebih rapat, jadi tidak ada ruang untuk ditempati partikel lain.
Karakteristik Polimerisasi Emulsi :
Ada 2 fasa cair saling bercampur :
Fasa luar = fasa kontinu = medium pendispersi = air
Fasa dalam = fasa terkontinu = medium terdispersi = monomer + polimer
Inisiator berada dalam fsa cair. Partikel monomer – polimer = 0,1µm
Dispersi cair-cair = emulsi memerlukan stabilisator (emulgator).
Disperse padat-cair = suspensi
Polimerisasi emulsi polimer menghasilkan nilai yang tinggi dengan biaya rendah, ramah lingkungan proses. Dorongan untuk mengembangkan metode produksi ramah lingkungan untuk polimer telah mengakibatkan luas dalam pengembangan dan implementasi dari teknik polimerisasi emulsi. Selain itu, bila dikombinasikan dengan mekanisme polimerisasi novel proses dapat menimbulkan berbagai produk polimer dengan polimerisasi properties.Emulsion sangat berguna adalah proses yang kompleks, diatur oleh interaksi dari kedua kimia dan sifat fisik termasuk kinetika polimerisasi dan stabilitas dispersi. aplikasi industri yang sukses bergantung pada pemahaman dan pengendalian properti tersebut.
Polimer emulsi merupakan salah satu jenis dari polimerisasi radikal yang melibatkan air, monomer, inisiator dan surfaktan. Jenis yang paling banyak ditemui sdalah polimer emulsi dengan tipe minyak dalam air. Pada polimerisasi emulsi monomer merupakan sistem minyak dan surfaktan sebagai sebagai emulsifier dalam fasa air, sedangkan reaksi polimerisasi akan terjadi di dalam misel-misel surfaktan didalam air. Polimer emulsi sering diaplikasikan dalam bidang industri. Misalnya cat, kertas, coatings, bahan perekat dan pewarna kain. polimerisasi emulsi juga sering digunakan agar mendapatkan persen konversi yang tinggi. Selain itu, produk emulsi tersebut dapat langsung digunakan tanpa dipisahkan dari pelarut air sebagai medium pendispersi.
Sifat Dispersi Polimer
Polidisersitas
Proses Polimerisasi emulsi melibatkan dua fasa cair dan menghasilkan fasa padat yang terdispersi dalam media cair. Maka dari itu, polimer emulsi mempunyai ukuran partikel yang beragam. Distribusi ukuran partikel polimer dibagi menjadi polimodal (polidisperse) dan monomodal (monodisperse). Polimer dengan distribusi polimodal mempunyai ukuran partikel yang bervariasi dengan perbedaan cukup besar. Distribusi ukuran partikel yang dihasilkan akan melebar, atau mempunyai banyak puncak kurva distribusi.
Viskositas
Viskositas pada polimer emulsi menunjukkan kekentalan dan kemampuan emulsi dalam mengalir. Polimer yang bercabang akan lebih kental dibandingkan dengan polimer lantai lurus dengan berat molekul yang sama. Polimer yang berukuran kecil akan memiliki nilai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan polimer yang berukuran besar. Penentuan viskositas berhubungan erat dengan gaya gesek (Friction) dengan spinde.
Bahan Baku
Bahan baku untuk polimerisasi Emulsi banyak menggunakan bahan baku yang berbentuk cairan dan produk yang dihasilkan juga berupa cairan. Berikut bahan baku yang digunakan.
Monomer
Monomer merupakan molekul dari satu kelas senyawa yang dapat bereaksi dengan molekul lainnya untuk membentuk molekul, atau polimer yang sangat besar. Monomer bersifat reaktif, mudah terbakar, beracun, serta dapat menimbulkan ledakan. Oleh karena itu, penyimpanan monomer memerlukan perhatian khusus. Inisiator
Inisiator
Inisiator merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk meninisiasi reaksi polimerisasi. Inisiator terdekomposisi membentuk radikal bebas. Radikal bebas akan menempel pada salah satu ujung monomer untuk memulai proses propagasi polimer. Pemasukan inisiator yang berlebih dapat menyebabkan kenaikan temperatur di dalam reaktor sehingga jumlah masukannya harus seimbang dengan monomer
Surfaktan/Emulgator
Monomer merupakan hasil turunan dari minyak bumi, sehingga pada dasarnya memiliki sifat yang hidrofobik (tidak suka air). Sementara itu mesium pendispersi polimer adalah air. Agar dapat menyatu kedua elemen ini diperlukan surfaktan atau emulgator. Surfaktan umumnya bersifat basa seperti sabun.
Air Demin
Air merupakan medium pendispersi polimer dan sangat dibutuhkan dalam proses produksi. Selain digunakan untuk melarutkan bahan baku, air juga digunakan untuk membilas peralatan yang digunakan selama operasi dan juga untuk mengatur SC (solid content) maupun viskositas. Air yang digunakan adalah air demin, untuk mencegah kandungan air yang dapat menyebabkan korosi pada peralatan maupun menurunkan kualitas produk.
Aditif
Produk dapat dimodifikasi sedemikian rupa dengan menambahkan zat aditif. Contoh zat aditif yang digunakan misal defoamer, thickener, oksidator/reduktor, chain-transfer agent, cross-linker, chelating agent, dan biocide.
Produk
Produk dari Polimerisasi Emulsi memiliki produk yang di jual yaitu produk-produk berupa dispersi polimer seperti addhesive, pigmen cat, pigmen tinta dan lain-lainnya. Produk-produk yang dihasilkan berupa bahan baku untuk industri-industri lainnya
b. Polimerisasi Suspensi
Teknik pada polimerisasi suspensi berlangsung dalam system aqueous dengan monomer sebagai fase terdispersi sehingga menghasilkan polimer yang berada fase solid terdispersi. Metode polimerisasi ini digunakan secara komersil untuk menghasilkan polimer vinil yang keras, contohnya polistirena, polimetil metaklirat, polivinil klorida serta poliakrilonitril. Contoh teknik polimerisasi suspense adalah pada proses pembuatan PMMA.
Polimerisasi Suspensi :
Diagram alir polimerisasi suspensi untuk pembuatan methyl methacrylate
Dalam polimerisasi suspensi, monomer + inisiator yang terlarut didispersikan dalam bentuk tetesan kecil ke dalam air yang mengandung sedikit suspension agent. Begitu polimerisasi berlangsung, tetesan monomer berubah menjadi kental dan lengket. Hasil akhir reaksi mengandung polimer 25-50% yang terdispersi dalam air. Jika polimerisasi sudah selesai, suspensi polimer dialirkan ke blowdown tank atau stripper untuk memisahkan sisa monomer. Slurry dipompa ke centrifuge atau filter untuk menyaring, mencuci, dan mengeringkan polimer. Polimer basah (30% air) dikeringkan dengan udara hangat (66 to 149°C) dalam dryer. Polimer kering dikirim ke storage.
Keuntungan polimerisasi suspensi:
Penggunaan air sebagai media pertukaran panas lebih ekonomis darpada solven organik.
Dengan nilai CP yang besar, pengambilan panas reaksi lebih efektif dan kontrol terhadap temperatur menjadi lebih mudah.
Pemisahan dan penanganan polimer lebih mudah daripada polimerisasi emulsi dan larutan.
Produk lebih mudah dimurnikan.
Polimerisasi suspensi paling banyak digunakan untuk memprodukasi resin plastik:
Semua jenis resin termoplastik :
Polystyrene, Polymethyl methacrylate, Polyvinyl chloride,
Polyvinylidene chloride,
Polyvinyl acetate,
Polyethylene, Polypropylene
Komposisi dan kondisi reaksi beberapa sistem polimerisasi suspensi :
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun Kesimpulan dari makalah ini adalah:
Teknik polimerisasi terdiri atas 2 sub, yakni Teknik polimerisasi homogen dan teknik polimerisasi heterogen.
Pada teknik polimerisasi homogen, terdiri dari 2 sub polimerisasi, yaitu polimerisasi massa dan polimerisasi larutan
Teknik polimerisasi massa bertujuan untuk pembuatan polimer kondensasi, reaksinya bersifat eksotermis
Contoh dari polimerisasi larutan ialah konversi polivinil asetat menjadi polivinil alcohol ester akrilik.
Pada teknik polimerisasi hoterogen, terdiri dari 2 sub polimerisasi, yaitu polimerisasi emulsi dan polimerisasi suspensi.
Contoh teknik polimerisasi ini adalah pada pembuatan karet SBR.
Polimerisasi suspensi berlangsung dalam system aqueous dengan monomer sebagai fase terdispersi sehingga menghasilkan polimer yang berada fase solid terdispersi
No comments:
Post a Comment