2.1 PENDAHULUAN
2.1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah membuat diagram temperatur versus komposisi pada suatu larutan biner.
2.1.2 Latar Belakang
Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap cair dapat 
ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu 
tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul
 campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan 
molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair
 merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan 
pengoperasian kolom-kolom distilasi. Contoh nyata penggunaan data 
termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam berbagai metoda perancangan 
kolom distilasi packed column dan try column. Percobaan langsung yang 
betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari serangkaian metoda 
pengukuran, selain itu percobaan langsung seperti itu memerlukan waktu 
yang banyak dan biaya yang besar. Sehingga cara yang umum ditempuh 
adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi kemudian 
meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah 
diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer.
Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini 
adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini 
menggunakan prinsip distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila 
semakin besar akan mengubah gas di dalam tabung menjadi cair. Prinsip 
distilasi yang digunakan sangat penting dipelajari oleh mahasiswa. 
Karena dengan begitu praktikan akan memperoleh nilai dari densitas dan 
fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar satu sama lain.
2.2 DASAR TEORI
Kondisi kesetimbangan untuk sembarang sistem yaitu bahwa potensial kimia
 dari tiap konstituen pada seluruh sistem harus sama. Bila ada beberapa 
fase dari tiap konstituen, maka potensial kimia setiap konstituen pada 
tiap fase harus mempunyai nilai yang sama. Suatu larutan dikatakan ideal
 jika larutan tersebut mengikuti Hukum Roult pada seluruh kisaran 
komposisi dari sistem tersebut. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih 
umum didefinisikan sebagai fugasitasnya dalam larutan yang sama dengan 
hasil kali dari fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan 
tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = x1 . f1o  ...(2.1)
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan
 merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan 
parsial kecil.
ρ 1 = x1 . ρ1o    ...(2.2)
(Dogra, 1990 : 542).
Larutan ideal mempunyai ciri-ciri :
Homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol sampai 1.
Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen dicampur membentuk larutan (ΔH Pencampuran = 0).
Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume komponen yang dicampur (ΔH Pencampuran = 0).
Memenuhi Hukum Roult.
(Anonim, 2010 : 3).
Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku 
sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding 
dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult. 
Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika 
komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. 
Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk 
pelarut selama larutan ini encer (Atkins, 1994 : 174).
Dalam larutan ideal, sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat 
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak 
diantara sifat-sifat komponenya. Contohnya sistem Benzen - Toluen. 
Larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat seperti 
larutan ideal. Larutan ini dibagi menjadi 2 bagian :
Larutan non ideal devisiasi positif
Larutan non ideal devisiasi positif adalah larutan yang mempunyai volume
 ekspansi, di mana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem 
campuran.
Contoh :  Sistem aseton - karbondisulfida
Sistem HCl - air
Larutan non ideal devisiasi negatif
Larutan non ideal devisiasi negatif mempunyai volume kontraksi, di mana 
akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran.
Contoh :  Sistem benzen - etanol 
Sistem aseton - khloroform
(Anonim, 2010 : 3-4)
Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti
 Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Dalam semua larutan encer 
yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum
 Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum 
Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. 
Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang 
luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut 
sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam 
larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult 
(Petrucci, 1992 : 52).
Bila dua cairan bercampur maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan 
tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (P1) diruang itu 
lebih kecil dari pada tekanan uap jenuh cairan murni (P1o), karena 
permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap 
komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi 
molnya masing-masing (x1) (Syukri, 1999 : 53).
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang 
mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya,
 hingga terjadi perbedaan komposisi antara cairan dengan uap yang 
setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang 
diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai 
komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap 
(Alberty, 1987 : 115).
Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan 
campuran air, tidak cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat 
campuran cair pada komposisi seperti itu saja; sekarang kita juga harus 
mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs) 
bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada 
kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau 
lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara 
koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya 
komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan 
ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam suatu 
campuran, kenaikan temperature 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair 
sebesar 1,5 - 2 kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur
 yang besar sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE 
diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair (Reid, 1990 : 
353).
Pada suhu-suhu rendah yang terdapat adalah fase cair. Begitu suhu 
dinaikkan, fase uap mulai muncul kemudian jumlahnya secara relatif 
bertambah dan akhirnya menghilang kembali. Akan tetapi perilaku yang 
lebih menakjubkan lagi adalah bila tekanan dinaikkan pada suhu tetap 
sedikit di atas suhu kritis C bagi komposisi yang bersangkutan. Demikian
 tekanan dinaikkan, pengembunan mulai terjadi dan masih akan berlanjut 
bila tekanan dinaikkan sedikit lagi, tetapi penambahan tekanan lebih 
lanjut akan mengakibatkan cairan mulai menguap kembali dan cairan akan 
menghilang bila tekanan dinaikkan. Fraksi mol suatu komponen di dalam 
fase uap larutan mengikuti Hukum Roult, tekanan parsial komponennya 
dapat dihitung. Dan fraksi mol suatu komponen dalam fase uap dapat 
dihitung dengan menggunakan :
x1 uap =   =   =    ...(2.3)
(Alberty, 1987 : 115).
Transisi fase terjadi pada temperatur tertentu untuk suatu tekanan 
tertentu. Jadi, pada tekanan 1 bar, es adalah stabil dan cair dibawah 
00C, tetapi diatas 00C air cair lebih stabil itu menunjukkan bahwa 
dibawah 00C potensial kimia es lebih rendah dibandingkan potensial kimia
 cairan. Sehingga μ_((s)) >  μ_((i)) dan diatas 00C μ_((s)) <  
μ_((i)). Temperatur transisi adalah temperatur dimana kedua potensial 
kimia bertemu μ_((s)) =  μ_((i)). Walaupun demikian, kita harus selalu 
membedakan antara termodinamika transisi fase dan lajunya, dan transisi 
fase yang diramalkan karena termodinamika dapat berlangsung terlalu 
lambat untuk mempunyai arti dalam praktikum (Oxtoby, 2001 : 15).
Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan 
temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. 
Batas-batas antara daerah-daerah itu, yaitu batas-batas fase 
memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan.
 Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku 
sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding 
dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari hukum Roult. 
Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika 
komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa
 dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk 
pelarut selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang 
berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia
 campuran A adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada 
kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga keduanya 
dapat dieliminasi (Atkins, 1999 : 174).
2.3 METODOLOGI PERCOBAAN
2.3.1 Alat dan Deskripsi Alat
Percobaan ini menggunakan alat-alat antara lain gelas beker (200 dan 500
 mL), pipet mohr (10 dan 25 mL), gelas ukur 10 mL, labu leher tiga, labu
 distilat, kolom vigreaux, termometer, kondensor, piknometer, neraca 
analitik, corong, dan propipet. 
Deskripsi Alat :
Gambar 2.1 Rangkaian Alat Kesetimbangan Uap Cair
Keterangan :
Kolom vigreaux 
Termometer
Labu leher tiga
Elektromantel
Pengatur skala panas
Tutup sumbat
Kondensor 
Labu distilasi 
Statif dan klem 
2.3.2 Bahan
Percobaan ini menggunakan bahan-bahan antara lain etanol 96% dan akuades. 
2.3.3 Prosedur Kerja
- Membuat campuran etanol-akuades dengan perbandingan sebagai berikut :
Etanol (mL) :  15   ;   12   ;    9   ;   6   ;    3    ;     0
Akuades (mL) :   0    ;    3    ;    6   ;   9   ;   12   ;    15
- Menimbang masing-masing campuran di dalam piknometer dan mencatat beratnya.
- Membuat larutan I, memasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian 
memasang labu leher tiga pada rangkaian alat dan memanaskannya sampai 
mendidih.
- Mencatat titik didihnya dan mempertahankan suhunya. Jika tidak ada lagi distilat yang menetes, maka proses dihentikan.
- Menimbang distilat dan residu yang diperoleh.
- Mengulangi langkah 3 sampai 5 untuk larutan II, III, IV, V dan VI.
2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kesetimbangan Uap Cair
Vetanol (mL) Vakuades (mL) mcampuran (gram) Tb (0C) mresidu (gram) Vresidu (mL) mdistilat (gram) Vdistilat (mL)
15 0 10,8 79 2,0 2,6 5,7 6
12 3 11,4 79,5 2,6 3,0 5,5 7
9 6 12,1 80 3,4 3,6 3,6 4,8
6 9 12,6 81 5,5 6 2,7 3,6
3 12 12,9 82 6,9 7,4 1,1 1,6
0 15 13,2 84 7,2 8 1,6 2
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Kesetimbangan Uap Cair
Vetanol (mL) Vakuades (mL) ρetanol (gr/mL) ρakuades (gr/mL) xetanol xakuades
15 0 0,75023 0 1 0
12 3 0,74980 0,99205 0,01602 0,98398
9 6 0,74920 0,99200 0,01560 0,98440
6 9 0,74849 0,99190 0,01422 0,98578
3 12 0,747626 0,99180 0,01318 0,98682
0 15 0 0,99160 0 1
2.4.2 Pembahasan 
Kesetimbangan uap cair dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan 
tersebut. Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan 
etanol 96%, dimana titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan 
akuades. Sehingga apabila komposisi etanol dalam suatu larutan semakin 
besar, maka titik didih larutan akan menjadi semakin rendah.
Akuades merupakan pelarut murni dengan rumus kimia H2O. Akuades bersifat
 tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. 
Titik didih air berada pada 1000C atau 373 K. Akuades berada dalam 
kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat dibawah tekanan dan 
temperatur standar. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, mudah 
terbakar, tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering 
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol memiliki titik didih 
78,40C atau 351,4 K. 
Campuran etanol dengan akuades akan membentuk azeotrop. Azeotrop 
merupakan campuran zat cair yang fase uap dan fase cairnya mempunyai 
komposisi yang persis sama. Perbandingannya kiri-kira 89 mol % etanol 
dan11 mol % akuades. Perbandingan ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% 
volume etanol dan 4% volume akuades pada tekanan normal dan T = 351,4 K.
 Campuran etanol dan akuades memiliki sifat berbeda sesuai dengan 
konsentrasi kedua bahan tersebut. 
Untuk mengetahui kesetimbangan uap cair antara akuades dan etanol, 
dilakukan proses distilasi. Adapun prinsip kerja dari percobaan ini 
adalah perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis suatu 
pelarut/zat yang dimana saat titik didih terjadi, akan dapat kembali 
menjadi cair setelah menguap serta ketetapan saat larutan itu menguap 
sama dengan kecepatan pada saat zat/larutan itu kembali ke fase cairan. 
Campuran yang telah dipanaskan, diuapkan kembali dialirkan ke dalam 
kondensor untuk diembunkan menjadi cairan dan ditimbang dalam labu 
distilat setelah melewati kolom vigreaux. Uap kembali menjadi cairan 
karena melewati proses pendinginan pada kondensor (fase uap akan berubah
 menjadi fase cair) karena perbedaan titik didih larutan campuran. 
Proses distilasi dihentikan bila campuran tersebut sudah mencapai suhu 
kesetimbangan saat cairan yang berada di dalam labu leher tiga mendidih 
untuk pertama kali. Ketika tetesan pertama jatuh, diberi waktu 5 menit 
sampai tetesan berhenti yang artinya larutan campuran berubah dari uap 
menjadi cair. Hal ini terjadi bila campuran tersebut telah mencapai 
titik didih pada saat gelembung pertama muncul. Cairan yang jatuh dalam 
labu distilat pada saat proses distilasi disebut distilat yang berupa 
larutan etanol karena memiliki titik didih yang lebih rendah 
dibandingkan akuades. Sedangkan cairan yang masih tertinggal di dalam 
labu leher tiga dinamakan residu yang berupa akuades.
Ditinjau dari sifatnya, campuran yang hampir ideal sebab saat dicampur, 
akuades dan etanol akan membentuk ikatan hidrogen. Ikatan yang terbentuk
 ini akan saling mempengaruhi sehingga terbentuklah larutan yang 
homogen. Apabila fungsi keadaan tekanan dianggap nol (isobarik) dan yang
 menjadi variabel bebasnya adalah temperatur (A) dan V(x),maka secara 
teoritis saat T naik  hingga menyebabkan campuran mendidih maka molekul 
larutan A dan larutan n (untuk larutan biner) akan melepaskan molekul 
yang sama besar.
Besarnya nilai densitas juga dipengaruhi oleh titik didih campuran. 
Namun densitas juga sangat dipengaruhi oleh komposisi komponen tertentu.
 Pada campuran antara akuades dan etanol misalnya, jika komposisi etanol
 semakin kecil maka titik didihnya semakin besar dan densitasnya akan 
semakin kecil. Begitu pula sebaliknya.
Pada kenyataanya komponen yang lebih atsiri akan lebih mudah menguap dan
 pada titk didih tersebut komponen-komponenya akan membentuk suatu 
kesetimbangan uap cair. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan 
membuat larutan etanol dan akuades masing-masing dengan perbandingan 
15:0 ; 12:3 ; 9:6 ; 6:9 ; 3:12 ; 0:15. Hasil pengamatan menunjukkan 
semakin besar kadar akuades dalam campuran tersebut maka semakin besar 
pula titik didih larutannya. Ini disebabkan etanol merupakan senyawa 
alkohol dengan titik didih yang lebih rendah dibandingkan denagn 
akuades. 
Nilai densitas yang diperoleh juga akan mempengaruhi fraksi mol setiap 
komponen. Selain itu, fraksi mol tiap komponen juga dipengaruhi oleh 
komposisi tiap larutan tersebut, maka didapatkan nilai fraksi mol etanol
 adalah 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ; 0,01318 ; dan 0. Nilai 
densitas etanol pada titik didih 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C 
masing-masing sebesar 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ; 0,74849 ; 0,747626 ;
 dan 0 gr/mL.  Jika komposisi suatu komponen semakin besar maka fraksi 
molnya juga akan semakin besar. Dengan memasukkan nilai diatas dapat 
dibuat grafik hubungan antara fraksi mol dan densitas dari etanol. Hal 
ini dapat dilihat dari grafik berikut :
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Etanol
Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding lurus dengan
 densitas etanol. Artinya, kenaikan nilai fraksi mol akan meningkatkan 
nilai densitas etanol. Densitas etanol meningkat seiring dengan 
menurunnya titik didih, dengan kata lain fraksi mol etanol yang lebih 
besar akan menurunkan titik didih. Hal ini terjadi karena komposisi 
etanol yang lebih besar dapat menurunkan titik didih akibat titik didih 
etanol yang lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Hal yang sama juga
 terjadi pada densitas dari akuades seperti yang terlihat dari grafik 
berikut ini :
Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Akuades
Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa meningkatnya nilai fraksi mol juga 
meningkatkan nilai densitas dari akuades itu sendiri. Hal ini 
dikarenakan penambahan volume akuades ke dalam campuran yang semakin 
besar sehingga nilai dari densitas akuades itu akan meningkat seiring 
pertambahan volume akuades ke dalam campuran. Dari hasil perhitungan 
didapatkan nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ; 
0,99200 ; 0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dan nilai fraksi mol 
akuades masing-masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ;
 dan 1.
Titik didih juga sangat berpengaruh terhadap fraksi mol tiap komponen 
dalam suatu larutan. Dengan adanya titik didih, maka dapat juga 
menunjukkan besarnya komposisi tiap komponen dalam larutan. Semakin 
besar atau tinggi titik didihnya, maka komposisi akuades dalam larutan 
itu akan menjadi semakin besar sehingga fraksi molnya juga akan 
bertambah besar. Sebaliknya, jika titik didih larutan tersebut tinggi 
maka komposisi etanol dalam larutan itu akan menjadi semakin kecil 
dibandingkan dengan akuades. Karena titik didih etanol lebih rendah 
dibandingkan dengan akuades sehingga fraksi molnya juga akan bertambah 
kecil. Hal ini dapat terlihat dalam grafik berikut ini :
Gambar 2.4 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dan Titik Didih antara Etanol dan Akuades
Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding terbalik 
dengan titik didih dan fraksi mol akuades berbanding lurus dengan titik 
didih. Pada akuades, ikatan molekul dalam pencampuran menjadi lebih kuat
 dengan penambahan fraksi mol komposisi akuades dalam larutan. Hal ini 
akan menyebabkan molekul lebih sukar untuk berpindah dari fase cair 
menjadi fase uap, sehingga tekanan uap murninya menurun. Dengan demikian
 campuran memerlukan suhu yang lebih tinggi dan kalor yang dibutuhkan 
lebih banyak untuk mencapai titik didih larutan. Sedangkan pada etanol, 
penambahan komposisi etanol ke dalam campuran akan menyebabkan gaya 
tarik menarik antar molekul dalam campuran menjadi berkurang, sehingga 
larutan lebih mudah untuk mencapai titik didih karena molekul-molekul 
dalam campuran lebih mudah untuk berpindah dari fase cair menjadi fase 
uap.
2.5 PENUTUP 
2.5.1 Kesimpulan 
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan uap cair adalah suhu (titik didih), densitas, dan komposisi zat dalam larutan.
Gaya tarik antar molekul-molekul etanol dan akuades semakin kuat ketika 
mendekati titik kesetimbangan volume antara akuades dan etanol.
Besarnya titik didih campuran tergantung pada jenis larutan, pada etanol
 titik didihnya menurun seiring kenaikan fraksi molnya dan pada akuades 
titik didih dan fraksi molnya berbanding lurus.
Semakin besar nilai dari fraksi mol, maka semakin tinggi pula densitasnya. Pada etanol dan akuades nilainya berbanding lurus.
Titik kesetimbangan larutan terjadi pada saat gelembung pertama muncul saat mendidih.
Nilai titik didih masing-masing pada perbandingan 15:0 ; 12:3 ; 9:6 ; 
6:9 ; 3:12 ; dan 0:15 adalah 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C.
Nilai densitas etanol masing-masing adalah 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ;
 0,74849 ; 0,747626 ; dan 0 gr/mL dengan fraksi mol etanolnya 
masing-masing sebesar 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ; 0,01318 ; dan 0.
Nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ; 0,99200 ; 
0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dengan nilai fraksi molnya 
masing-masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ; dan 1.
2.5.2 Saran 
Saran yang dapat diberikan dalam percobaan ini adalah untuk praktikan 
agar lebih teliti dan berhati-hati dalam melakukan pengamatan titik 
didih larutan agar diperoleh kesetimbangan uap cair yang sesuai dengan 
yang diinginkan.
No comments:
Post a Comment