Tuesday, December 10, 2013

Laporan KESETIMBANGAN UAP CAIR | Politeknik Negeri Malang | Teknik Kimia

2.1 PENDAHULUAN

2.1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah membuat diagram temperatur versus komposisi pada suatu larutan biner.

2.1.2 Latar Belakang
Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi. Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam berbagai metoda perancangan kolom distilasi packed column dan try column. Percobaan langsung yang betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari serangkaian metoda pengukuran, selain itu percobaan langsung seperti itu memerlukan waktu yang banyak dan biaya yang besar. Sehingga cara yang umum ditempuh adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi kemudian meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer.
Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini menggunakan prinsip distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah gas di dalam tabung menjadi cair. Prinsip distilasi yang digunakan sangat penting dipelajari oleh mahasiswa. Karena dengan begitu praktikan akan memperoleh nilai dari densitas dan fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar satu sama lain.

2.2 DASAR TEORI

Kondisi kesetimbangan untuk sembarang sistem yaitu bahwa potensial kimia dari tiap konstituen pada seluruh sistem harus sama. Bila ada beberapa fase dari tiap konstituen, maka potensial kimia setiap konstituen pada tiap fase harus mempunyai nilai yang sama. Suatu larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti Hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi dari sistem tersebut. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan sebagai fugasitasnya dalam larutan yang sama dengan hasil kali dari fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = x1 . f1o ...(2.1)
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
ρ 1 = x1 . ρ1o ...(2.2)
(Dogra, 1990 : 542).
Larutan ideal mempunyai ciri-ciri :
Homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol sampai 1.
Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen dicampur membentuk larutan (ΔH Pencampuran = 0).
Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume komponen yang dicampur (ΔH Pencampuran = 0).
Memenuhi Hukum Roult.
(Anonim, 2010 : 3).
Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan ini encer (Atkins, 1994 : 174).
Dalam larutan ideal, sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat-sifat komponenya. Contohnya sistem Benzen - Toluen. Larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat seperti larutan ideal. Larutan ini dibagi menjadi 2 bagian :
Larutan non ideal devisiasi positif
Larutan non ideal devisiasi positif adalah larutan yang mempunyai volume ekspansi, di mana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem campuran.
Contoh : Sistem aseton - karbondisulfida
Sistem HCl - air
Larutan non ideal devisiasi negatif
Larutan non ideal devisiasi negatif mempunyai volume kontraksi, di mana akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran.
Contoh : Sistem benzen - etanol
Sistem aseton - khloroform
(Anonim, 2010 : 3-4)
Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Dalam semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992 : 52).
Bila dua cairan bercampur maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (P1) diruang itu lebih kecil dari pada tekanan uap jenuh cairan murni (P1o), karena permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi molnya masing-masing (x1) (Syukri, 1999 : 53).
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap (Alberty, 1987 : 115).
Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan campuran air, tidak cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat campuran cair pada komposisi seperti itu saja; sekarang kita juga harus mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs) bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam suatu campuran, kenaikan temperature 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair sebesar 1,5 - 2 kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur yang besar sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair (Reid, 1990 : 353).
Pada suhu-suhu rendah yang terdapat adalah fase cair. Begitu suhu dinaikkan, fase uap mulai muncul kemudian jumlahnya secara relatif bertambah dan akhirnya menghilang kembali. Akan tetapi perilaku yang lebih menakjubkan lagi adalah bila tekanan dinaikkan pada suhu tetap sedikit di atas suhu kritis C bagi komposisi yang bersangkutan. Demikian tekanan dinaikkan, pengembunan mulai terjadi dan masih akan berlanjut bila tekanan dinaikkan sedikit lagi, tetapi penambahan tekanan lebih lanjut akan mengakibatkan cairan mulai menguap kembali dan cairan akan menghilang bila tekanan dinaikkan. Fraksi mol suatu komponen di dalam fase uap larutan mengikuti Hukum Roult, tekanan parsial komponennya dapat dihitung. Dan fraksi mol suatu komponen dalam fase uap dapat dihitung dengan menggunakan :
x1 uap = = = ...(2.3)
(Alberty, 1987 : 115).
Transisi fase terjadi pada temperatur tertentu untuk suatu tekanan tertentu. Jadi, pada tekanan 1 bar, es adalah stabil dan cair dibawah 00C, tetapi diatas 00C air cair lebih stabil itu menunjukkan bahwa dibawah 00C potensial kimia es lebih rendah dibandingkan potensial kimia cairan. Sehingga μ_((s)) > μ_((i)) dan diatas 00C μ_((s)) < μ_((i)). Temperatur transisi adalah temperatur dimana kedua potensial kimia bertemu μ_((s)) = μ_((i)). Walaupun demikian, kita harus selalu membedakan antara termodinamika transisi fase dan lajunya, dan transisi fase yang diramalkan karena termodinamika dapat berlangsung terlalu lambat untuk mempunyai arti dalam praktikum (Oxtoby, 2001 : 15). Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas-batas antara daerah-daerah itu, yaitu batas-batas fase memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan. Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia campuran A adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga keduanya dapat dieliminasi (Atkins, 1999 : 174). 2.3 METODOLOGI PERCOBAAN

2.3.1 Alat dan Deskripsi Alat
Percobaan ini menggunakan alat-alat antara lain gelas beker (200 dan 500 mL), pipet mohr (10 dan 25 mL), gelas ukur 10 mL, labu leher tiga, labu distilat, kolom vigreaux, termometer, kondensor, piknometer, neraca analitik, corong, dan propipet.

Deskripsi Alat :

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Kesetimbangan Uap Cair

Keterangan :

Kolom vigreaux
Termometer
Labu leher tiga
Elektromantel
Pengatur skala panas
Tutup sumbat
Kondensor
Labu distilasi
Statif dan klem

2.3.2 Bahan
Percobaan ini menggunakan bahan-bahan antara lain etanol 96% dan akuades.

2.3.3 Prosedur Kerja
- Membuat campuran etanol-akuades dengan perbandingan sebagai berikut :
Etanol (mL) : 15 ; 12 ; 9 ; 6 ; 3 ; 0
Akuades (mL) : 0 ; 3 ; 6 ; 9 ; 12 ; 15
- Menimbang masing-masing campuran di dalam piknometer dan mencatat beratnya.
- Membuat larutan I, memasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian memasang labu leher tiga pada rangkaian alat dan memanaskannya sampai mendidih.
- Mencatat titik didihnya dan mempertahankan suhunya. Jika tidak ada lagi distilat yang menetes, maka proses dihentikan.
- Menimbang distilat dan residu yang diperoleh.
- Mengulangi langkah 3 sampai 5 untuk larutan II, III, IV, V dan VI.

2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kesetimbangan Uap Cair

Vetanol (mL) Vakuades (mL) mcampuran (gram) Tb (0C) mresidu (gram) Vresidu (mL) mdistilat (gram) Vdistilat (mL)
15 0 10,8 79 2,0 2,6 5,7 6
12 3 11,4 79,5 2,6 3,0 5,5 7
9 6 12,1 80 3,4 3,6 3,6 4,8
6 9 12,6 81 5,5 6 2,7 3,6
3 12 12,9 82 6,9 7,4 1,1 1,6
0 15 13,2 84 7,2 8 1,6 2

Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Kesetimbangan Uap Cair
Vetanol (mL) Vakuades (mL) ρetanol (gr/mL) ρakuades (gr/mL) xetanol xakuades
15 0 0,75023 0 1 0
12 3 0,74980 0,99205 0,01602 0,98398
9 6 0,74920 0,99200 0,01560 0,98440
6 9 0,74849 0,99190 0,01422 0,98578
3 12 0,747626 0,99180 0,01318 0,98682
0 15 0 0,99160 0 1

2.4.2 Pembahasan
Kesetimbangan uap cair dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan tersebut. Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan etanol 96%, dimana titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Sehingga apabila komposisi etanol dalam suatu larutan semakin besar, maka titik didih larutan akan menjadi semakin rendah.
Akuades merupakan pelarut murni dengan rumus kimia H2O. Akuades bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Titik didih air berada pada 1000C atau 373 K. Akuades berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat dibawah tekanan dan temperatur standar. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol memiliki titik didih 78,40C atau 351,4 K.
Campuran etanol dengan akuades akan membentuk azeotrop. Azeotrop merupakan campuran zat cair yang fase uap dan fase cairnya mempunyai komposisi yang persis sama. Perbandingannya kiri-kira 89 mol % etanol dan11 mol % akuades. Perbandingan ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% volume etanol dan 4% volume akuades pada tekanan normal dan T = 351,4 K. Campuran etanol dan akuades memiliki sifat berbeda sesuai dengan konsentrasi kedua bahan tersebut.
Untuk mengetahui kesetimbangan uap cair antara akuades dan etanol, dilakukan proses distilasi. Adapun prinsip kerja dari percobaan ini adalah perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis suatu pelarut/zat yang dimana saat titik didih terjadi, akan dapat kembali menjadi cair setelah menguap serta ketetapan saat larutan itu menguap sama dengan kecepatan pada saat zat/larutan itu kembali ke fase cairan. Campuran yang telah dipanaskan, diuapkan kembali dialirkan ke dalam kondensor untuk diembunkan menjadi cairan dan ditimbang dalam labu distilat setelah melewati kolom vigreaux. Uap kembali menjadi cairan karena melewati proses pendinginan pada kondensor (fase uap akan berubah menjadi fase cair) karena perbedaan titik didih larutan campuran. Proses distilasi dihentikan bila campuran tersebut sudah mencapai suhu kesetimbangan saat cairan yang berada di dalam labu leher tiga mendidih untuk pertama kali. Ketika tetesan pertama jatuh, diberi waktu 5 menit sampai tetesan berhenti yang artinya larutan campuran berubah dari uap menjadi cair. Hal ini terjadi bila campuran tersebut telah mencapai titik didih pada saat gelembung pertama muncul. Cairan yang jatuh dalam labu distilat pada saat proses distilasi disebut distilat yang berupa larutan etanol karena memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan akuades. Sedangkan cairan yang masih tertinggal di dalam labu leher tiga dinamakan residu yang berupa akuades.
Ditinjau dari sifatnya, campuran yang hampir ideal sebab saat dicampur, akuades dan etanol akan membentuk ikatan hidrogen. Ikatan yang terbentuk ini akan saling mempengaruhi sehingga terbentuklah larutan yang homogen. Apabila fungsi keadaan tekanan dianggap nol (isobarik) dan yang menjadi variabel bebasnya adalah temperatur (A) dan V(x),maka secara teoritis saat T naik hingga menyebabkan campuran mendidih maka molekul larutan A dan larutan n (untuk larutan biner) akan melepaskan molekul yang sama besar.
Besarnya nilai densitas juga dipengaruhi oleh titik didih campuran. Namun densitas juga sangat dipengaruhi oleh komposisi komponen tertentu. Pada campuran antara akuades dan etanol misalnya, jika komposisi etanol semakin kecil maka titik didihnya semakin besar dan densitasnya akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya.
Pada kenyataanya komponen yang lebih atsiri akan lebih mudah menguap dan pada titk didih tersebut komponen-komponenya akan membentuk suatu kesetimbangan uap cair. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan membuat larutan etanol dan akuades masing-masing dengan perbandingan 15:0 ; 12:3 ; 9:6 ; 6:9 ; 3:12 ; 0:15. Hasil pengamatan menunjukkan semakin besar kadar akuades dalam campuran tersebut maka semakin besar pula titik didih larutannya. Ini disebabkan etanol merupakan senyawa alkohol dengan titik didih yang lebih rendah dibandingkan denagn akuades.
Nilai densitas yang diperoleh juga akan mempengaruhi fraksi mol setiap komponen. Selain itu, fraksi mol tiap komponen juga dipengaruhi oleh komposisi tiap larutan tersebut, maka didapatkan nilai fraksi mol etanol adalah 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ; 0,01318 ; dan 0. Nilai densitas etanol pada titik didih 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C masing-masing sebesar 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ; 0,74849 ; 0,747626 ; dan 0 gr/mL. Jika komposisi suatu komponen semakin besar maka fraksi molnya juga akan semakin besar. Dengan memasukkan nilai diatas dapat dibuat grafik hubungan antara fraksi mol dan densitas dari etanol. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut :

Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Etanol

Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding lurus dengan densitas etanol. Artinya, kenaikan nilai fraksi mol akan meningkatkan nilai densitas etanol. Densitas etanol meningkat seiring dengan menurunnya titik didih, dengan kata lain fraksi mol etanol yang lebih besar akan menurunkan titik didih. Hal ini terjadi karena komposisi etanol yang lebih besar dapat menurunkan titik didih akibat titik didih etanol yang lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Hal yang sama juga terjadi pada densitas dari akuades seperti yang terlihat dari grafik berikut ini :

Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Akuades

Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa meningkatnya nilai fraksi mol juga meningkatkan nilai densitas dari akuades itu sendiri. Hal ini dikarenakan penambahan volume akuades ke dalam campuran yang semakin besar sehingga nilai dari densitas akuades itu akan meningkat seiring pertambahan volume akuades ke dalam campuran. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ; 0,99200 ; 0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dan nilai fraksi mol akuades masing-masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ; dan 1.
Titik didih juga sangat berpengaruh terhadap fraksi mol tiap komponen dalam suatu larutan. Dengan adanya titik didih, maka dapat juga menunjukkan besarnya komposisi tiap komponen dalam larutan. Semakin besar atau tinggi titik didihnya, maka komposisi akuades dalam larutan itu akan menjadi semakin besar sehingga fraksi molnya juga akan bertambah besar. Sebaliknya, jika titik didih larutan tersebut tinggi maka komposisi etanol dalam larutan itu akan menjadi semakin kecil dibandingkan dengan akuades. Karena titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades sehingga fraksi molnya juga akan bertambah kecil. Hal ini dapat terlihat dalam grafik berikut ini :

Gambar 2.4 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dan Titik Didih antara Etanol dan Akuades

Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding terbalik dengan titik didih dan fraksi mol akuades berbanding lurus dengan titik didih. Pada akuades, ikatan molekul dalam pencampuran menjadi lebih kuat dengan penambahan fraksi mol komposisi akuades dalam larutan. Hal ini akan menyebabkan molekul lebih sukar untuk berpindah dari fase cair menjadi fase uap, sehingga tekanan uap murninya menurun. Dengan demikian campuran memerlukan suhu yang lebih tinggi dan kalor yang dibutuhkan lebih banyak untuk mencapai titik didih larutan. Sedangkan pada etanol, penambahan komposisi etanol ke dalam campuran akan menyebabkan gaya tarik menarik antar molekul dalam campuran menjadi berkurang, sehingga larutan lebih mudah untuk mencapai titik didih karena molekul-molekul dalam campuran lebih mudah untuk berpindah dari fase cair menjadi fase uap.

2.5 PENUTUP

2.5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan uap cair adalah suhu (titik didih), densitas, dan komposisi zat dalam larutan.
Gaya tarik antar molekul-molekul etanol dan akuades semakin kuat ketika mendekati titik kesetimbangan volume antara akuades dan etanol.
Besarnya titik didih campuran tergantung pada jenis larutan, pada etanol titik didihnya menurun seiring kenaikan fraksi molnya dan pada akuades titik didih dan fraksi molnya berbanding lurus.
Semakin besar nilai dari fraksi mol, maka semakin tinggi pula densitasnya. Pada etanol dan akuades nilainya berbanding lurus.
Titik kesetimbangan larutan terjadi pada saat gelembung pertama muncul saat mendidih.
Nilai titik didih masing-masing pada perbandingan 15:0 ; 12:3 ; 9:6 ; 6:9 ; 3:12 ; dan 0:15 adalah 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C.
Nilai densitas etanol masing-masing adalah 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ; 0,74849 ; 0,747626 ; dan 0 gr/mL dengan fraksi mol etanolnya masing-masing sebesar 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ; 0,01318 ; dan 0.
Nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ; 0,99200 ; 0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dengan nilai fraksi molnya masing-masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ; dan 1.

2.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam percobaan ini adalah untuk praktikan agar lebih teliti dan berhati-hati dalam melakukan pengamatan titik didih larutan agar diperoleh kesetimbangan uap cair yang sesuai dengan yang diinginkan.

No comments:

Post a Comment