2.1 PENDAHULUAN
2.1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah membuat diagram temperatur versus komposisi pada suatu larutan biner.
2.1.2 Latar Belakang
Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap cair dapat
ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu
tertentu. Saat kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul
campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan
molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data kesetimbangan uap cair
merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam perancangan dan
pengoperasian kolom-kolom distilasi. Contoh nyata penggunaan data
termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam berbagai metoda perancangan
kolom distilasi packed column dan try column. Percobaan langsung yang
betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari serangkaian metoda
pengukuran, selain itu percobaan langsung seperti itu memerlukan waktu
yang banyak dan biaya yang besar. Sehingga cara yang umum ditempuh
adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi kemudian
meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah
diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer.
Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini
adalah pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini
menggunakan prinsip distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila
semakin besar akan mengubah gas di dalam tabung menjadi cair. Prinsip
distilasi yang digunakan sangat penting dipelajari oleh mahasiswa.
Karena dengan begitu praktikan akan memperoleh nilai dari densitas dan
fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar satu sama lain.
2.2 DASAR TEORI
Kondisi kesetimbangan untuk sembarang sistem yaitu bahwa potensial kimia
dari tiap konstituen pada seluruh sistem harus sama. Bila ada beberapa
fase dari tiap konstituen, maka potensial kimia setiap konstituen pada
tiap fase harus mempunyai nilai yang sama. Suatu larutan dikatakan ideal
jika larutan tersebut mengikuti Hukum Roult pada seluruh kisaran
komposisi dari sistem tersebut. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih
umum didefinisikan sebagai fugasitasnya dalam larutan yang sama dengan
hasil kali dari fugasitasnya dalam keadaan murni pada temperatur dan
tekanan yang sama serta fraksi molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = x1 . f1o ...(2.1)
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan
merupakan pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan
parsial kecil.
ρ 1 = x1 . ρ1o ...(2.2)
(Dogra, 1990 : 542).
Larutan ideal mempunyai ciri-ciri :
Homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol sampai 1.
Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen dicampur membentuk larutan (ΔH Pencampuran = 0).
Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume komponen yang dicampur (ΔH Pencampuran = 0).
Memenuhi Hukum Roult.
(Anonim, 2010 : 3).
Jika suatu komponen (pelarut) mendekati murni, komponen itu berperilaku
sesuai dengan Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding
dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult.
Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika
komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian.
Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk
pelarut selama larutan ini encer (Atkins, 1994 : 174).
Dalam larutan ideal, sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat
komponen yang lain, sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak
diantara sifat-sifat komponenya. Contohnya sistem Benzen - Toluen.
Larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki sifat seperti
larutan ideal. Larutan ini dibagi menjadi 2 bagian :
Larutan non ideal devisiasi positif
Larutan non ideal devisiasi positif adalah larutan yang mempunyai volume
ekspansi, di mana akan menghasilkan titik didih maksimum pada sistem
campuran.
Contoh : Sistem aseton - karbondisulfida
Sistem HCl - air
Larutan non ideal devisiasi negatif
Larutan non ideal devisiasi negatif mempunyai volume kontraksi, di mana
akan menghasilkan titik didih minimum pada sistem campuran.
Contoh : Sistem benzen - etanol
Sistem aseton - khloroform
(Anonim, 2010 : 3-4)
Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti
Hukum Roult pada seluruh selang konsentrasi. Dalam semua larutan encer
yang tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya, Hukum
Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Tetapi Hukum
Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer.
Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang
luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut
sangat berbeda dalam lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam
larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan Hukum Roult
(Petrucci, 1992 : 52).
Bila dua cairan bercampur maka ruang diatasnya berisi uap kedua cairan
tersebut. Tekanan uap jenuh masing-masing komponen (P1) diruang itu
lebih kecil dari pada tekanan uap jenuh cairan murni (P1o), karena
permukaan larutan diisi oleh dua jenis zat sehingga peluang tiap
komponen untuk menguap berkurang. Peluang itu setara dengan fraksi
molnya masing-masing (x1) (Syukri, 1999 : 53).
Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang
mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya,
hingga terjadi perbedaan komposisi antara cairan dengan uap yang
setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai kondensat. Uap yang
diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan mempunyai
komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap
(Alberty, 1987 : 115).
Jika kita menghendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan dengan
campuran air, tidak cukup bila kita hanya mengetahui sifat-sifat
campuran cair pada komposisi seperti itu saja; sekarang kita juga harus
mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya energi Gibbs)
bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada
kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau
lebih tepatnya dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara
koefisien aktivitas bergantung pada temperatur sebagaimana halnya
komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila dibandingkan dengan
ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam suatu
campuran, kenaikan temperature 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair
sebesar 1,5 - 2 kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur
yang besar sering lebih mudah bila pengaruh temperatur terhadap gE
diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan uap-cair (Reid, 1990 :
353).
Pada suhu-suhu rendah yang terdapat adalah fase cair. Begitu suhu
dinaikkan, fase uap mulai muncul kemudian jumlahnya secara relatif
bertambah dan akhirnya menghilang kembali. Akan tetapi perilaku yang
lebih menakjubkan lagi adalah bila tekanan dinaikkan pada suhu tetap
sedikit di atas suhu kritis C bagi komposisi yang bersangkutan. Demikian
tekanan dinaikkan, pengembunan mulai terjadi dan masih akan berlanjut
bila tekanan dinaikkan sedikit lagi, tetapi penambahan tekanan lebih
lanjut akan mengakibatkan cairan mulai menguap kembali dan cairan akan
menghilang bila tekanan dinaikkan. Fraksi mol suatu komponen di dalam
fase uap larutan mengikuti Hukum Roult, tekanan parsial komponennya
dapat dihitung. Dan fraksi mol suatu komponen dalam fase uap dapat
dihitung dengan menggunakan :
x1 uap = = = ...(2.3)
(Alberty, 1987 : 115).
Transisi fase terjadi pada temperatur tertentu untuk suatu tekanan
tertentu. Jadi, pada tekanan 1 bar, es adalah stabil dan cair dibawah
00C, tetapi diatas 00C air cair lebih stabil itu menunjukkan bahwa
dibawah 00C potensial kimia es lebih rendah dibandingkan potensial kimia
cairan. Sehingga μ_((s)) > μ_((i)) dan diatas 00C μ_((s)) <
μ_((i)). Temperatur transisi adalah temperatur dimana kedua potensial
kimia bertemu μ_((s)) = μ_((i)). Walaupun demikian, kita harus selalu
membedakan antara termodinamika transisi fase dan lajunya, dan transisi
fase yang diramalkan karena termodinamika dapat berlangsung terlalu
lambat untuk mempunyai arti dalam praktikum (Oxtoby, 2001 : 15).
Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan
temperatur dimana berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis.
Batas-batas antara daerah-daerah itu, yaitu batas-batas fase
memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan.
Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku
sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding
dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari hukum Roult.
Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika
komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa
dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk
pelarut selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang
berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia
campuran A adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada
kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga keduanya
dapat dieliminasi (Atkins, 1999 : 174).
2.3 METODOLOGI PERCOBAAN
2.3.1 Alat dan Deskripsi Alat
Percobaan ini menggunakan alat-alat antara lain gelas beker (200 dan 500
mL), pipet mohr (10 dan 25 mL), gelas ukur 10 mL, labu leher tiga, labu
distilat, kolom vigreaux, termometer, kondensor, piknometer, neraca
analitik, corong, dan propipet.
Deskripsi Alat :
Gambar 2.1 Rangkaian Alat Kesetimbangan Uap Cair
Keterangan :
Kolom vigreaux
Termometer
Labu leher tiga
Elektromantel
Pengatur skala panas
Tutup sumbat
Kondensor
Labu distilasi
Statif dan klem
2.3.2 Bahan
Percobaan ini menggunakan bahan-bahan antara lain etanol 96% dan akuades.
2.3.3 Prosedur Kerja
- Membuat campuran etanol-akuades dengan perbandingan sebagai berikut :
Etanol (mL) : 15 ; 12 ; 9 ; 6 ; 3 ; 0
Akuades (mL) : 0 ; 3 ; 6 ; 9 ; 12 ; 15
- Menimbang masing-masing campuran di dalam piknometer dan mencatat beratnya.
- Membuat larutan I, memasukkan ke dalam labu leher tiga, kemudian
memasang labu leher tiga pada rangkaian alat dan memanaskannya sampai
mendidih.
- Mencatat titik didihnya dan mempertahankan suhunya. Jika tidak ada lagi distilat yang menetes, maka proses dihentikan.
- Menimbang distilat dan residu yang diperoleh.
- Mengulangi langkah 3 sampai 5 untuk larutan II, III, IV, V dan VI.
2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kesetimbangan Uap Cair
Vetanol (mL) Vakuades (mL) mcampuran (gram) Tb (0C) mresidu (gram) Vresidu (mL) mdistilat (gram) Vdistilat (mL)
15 0 10,8 79 2,0 2,6 5,7 6
12 3 11,4 79,5 2,6 3,0 5,5 7
9 6 12,1 80 3,4 3,6 3,6 4,8
6 9 12,6 81 5,5 6 2,7 3,6
3 12 12,9 82 6,9 7,4 1,1 1,6
0 15 13,2 84 7,2 8 1,6 2
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Kesetimbangan Uap Cair
Vetanol (mL) Vakuades (mL) ρetanol (gr/mL) ρakuades (gr/mL) xetanol xakuades
15 0 0,75023 0 1 0
12 3 0,74980 0,99205 0,01602 0,98398
9 6 0,74920 0,99200 0,01560 0,98440
6 9 0,74849 0,99190 0,01422 0,98578
3 12 0,747626 0,99180 0,01318 0,98682
0 15 0 0,99160 0 1
2.4.2 Pembahasan
Kesetimbangan uap cair dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan
tersebut. Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan
etanol 96%, dimana titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan
akuades. Sehingga apabila komposisi etanol dalam suatu larutan semakin
besar, maka titik didih larutan akan menjadi semakin rendah.
Akuades merupakan pelarut murni dengan rumus kimia H2O. Akuades bersifat
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar.
Titik didih air berada pada 1000C atau 373 K. Akuades berada dalam
kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat dibawah tekanan dan
temperatur standar. Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna dan merupakan alkohol yang paling sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol memiliki titik didih
78,40C atau 351,4 K.
Campuran etanol dengan akuades akan membentuk azeotrop. Azeotrop
merupakan campuran zat cair yang fase uap dan fase cairnya mempunyai
komposisi yang persis sama. Perbandingannya kiri-kira 89 mol % etanol
dan11 mol % akuades. Perbandingan ini juga dapat dinyatakan sebagai 96%
volume etanol dan 4% volume akuades pada tekanan normal dan T = 351,4 K.
Campuran etanol dan akuades memiliki sifat berbeda sesuai dengan
konsentrasi kedua bahan tersebut.
Untuk mengetahui kesetimbangan uap cair antara akuades dan etanol,
dilakukan proses distilasi. Adapun prinsip kerja dari percobaan ini
adalah perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis suatu
pelarut/zat yang dimana saat titik didih terjadi, akan dapat kembali
menjadi cair setelah menguap serta ketetapan saat larutan itu menguap
sama dengan kecepatan pada saat zat/larutan itu kembali ke fase cairan.
Campuran yang telah dipanaskan, diuapkan kembali dialirkan ke dalam
kondensor untuk diembunkan menjadi cairan dan ditimbang dalam labu
distilat setelah melewati kolom vigreaux. Uap kembali menjadi cairan
karena melewati proses pendinginan pada kondensor (fase uap akan berubah
menjadi fase cair) karena perbedaan titik didih larutan campuran.
Proses distilasi dihentikan bila campuran tersebut sudah mencapai suhu
kesetimbangan saat cairan yang berada di dalam labu leher tiga mendidih
untuk pertama kali. Ketika tetesan pertama jatuh, diberi waktu 5 menit
sampai tetesan berhenti yang artinya larutan campuran berubah dari uap
menjadi cair. Hal ini terjadi bila campuran tersebut telah mencapai
titik didih pada saat gelembung pertama muncul. Cairan yang jatuh dalam
labu distilat pada saat proses distilasi disebut distilat yang berupa
larutan etanol karena memiliki titik didih yang lebih rendah
dibandingkan akuades. Sedangkan cairan yang masih tertinggal di dalam
labu leher tiga dinamakan residu yang berupa akuades.
Ditinjau dari sifatnya, campuran yang hampir ideal sebab saat dicampur,
akuades dan etanol akan membentuk ikatan hidrogen. Ikatan yang terbentuk
ini akan saling mempengaruhi sehingga terbentuklah larutan yang
homogen. Apabila fungsi keadaan tekanan dianggap nol (isobarik) dan yang
menjadi variabel bebasnya adalah temperatur (A) dan V(x),maka secara
teoritis saat T naik hingga menyebabkan campuran mendidih maka molekul
larutan A dan larutan n (untuk larutan biner) akan melepaskan molekul
yang sama besar.
Besarnya nilai densitas juga dipengaruhi oleh titik didih campuran.
Namun densitas juga sangat dipengaruhi oleh komposisi komponen tertentu.
Pada campuran antara akuades dan etanol misalnya, jika komposisi etanol
semakin kecil maka titik didihnya semakin besar dan densitasnya akan
semakin kecil. Begitu pula sebaliknya.
Pada kenyataanya komponen yang lebih atsiri akan lebih mudah menguap dan
pada titk didih tersebut komponen-komponenya akan membentuk suatu
kesetimbangan uap cair. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan
membuat larutan etanol dan akuades masing-masing dengan perbandingan
15:0 ; 12:3 ; 9:6 ; 6:9 ; 3:12 ; 0:15. Hasil pengamatan menunjukkan
semakin besar kadar akuades dalam campuran tersebut maka semakin besar
pula titik didih larutannya. Ini disebabkan etanol merupakan senyawa
alkohol dengan titik didih yang lebih rendah dibandingkan denagn
akuades.
Nilai densitas yang diperoleh juga akan mempengaruhi fraksi mol setiap
komponen. Selain itu, fraksi mol tiap komponen juga dipengaruhi oleh
komposisi tiap larutan tersebut, maka didapatkan nilai fraksi mol etanol
adalah 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ; 0,01318 ; dan 0. Nilai
densitas etanol pada titik didih 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C
masing-masing sebesar 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ; 0,74849 ; 0,747626 ;
dan 0 gr/mL. Jika komposisi suatu komponen semakin besar maka fraksi
molnya juga akan semakin besar. Dengan memasukkan nilai diatas dapat
dibuat grafik hubungan antara fraksi mol dan densitas dari etanol. Hal
ini dapat dilihat dari grafik berikut :
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Etanol
Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding lurus dengan
densitas etanol. Artinya, kenaikan nilai fraksi mol akan meningkatkan
nilai densitas etanol. Densitas etanol meningkat seiring dengan
menurunnya titik didih, dengan kata lain fraksi mol etanol yang lebih
besar akan menurunkan titik didih. Hal ini terjadi karena komposisi
etanol yang lebih besar dapat menurunkan titik didih akibat titik didih
etanol yang lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Hal yang sama juga
terjadi pada densitas dari akuades seperti yang terlihat dari grafik
berikut ini :
Gambar 2.3 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dengan Densitas Akuades
Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa meningkatnya nilai fraksi mol juga
meningkatkan nilai densitas dari akuades itu sendiri. Hal ini
dikarenakan penambahan volume akuades ke dalam campuran yang semakin
besar sehingga nilai dari densitas akuades itu akan meningkat seiring
pertambahan volume akuades ke dalam campuran. Dari hasil perhitungan
didapatkan nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ;
0,99200 ; 0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dan nilai fraksi mol
akuades masing-masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ;
dan 1.
Titik didih juga sangat berpengaruh terhadap fraksi mol tiap komponen
dalam suatu larutan. Dengan adanya titik didih, maka dapat juga
menunjukkan besarnya komposisi tiap komponen dalam larutan. Semakin
besar atau tinggi titik didihnya, maka komposisi akuades dalam larutan
itu akan menjadi semakin besar sehingga fraksi molnya juga akan
bertambah besar. Sebaliknya, jika titik didih larutan tersebut tinggi
maka komposisi etanol dalam larutan itu akan menjadi semakin kecil
dibandingkan dengan akuades. Karena titik didih etanol lebih rendah
dibandingkan dengan akuades sehingga fraksi molnya juga akan bertambah
kecil. Hal ini dapat terlihat dalam grafik berikut ini :
Gambar 2.4 Grafik Hubungan antara Fraksi Mol dan Titik Didih antara Etanol dan Akuades
Dari Gambar 2.4 terlihat bahwa fraksi mol etanol berbanding terbalik
dengan titik didih dan fraksi mol akuades berbanding lurus dengan titik
didih. Pada akuades, ikatan molekul dalam pencampuran menjadi lebih kuat
dengan penambahan fraksi mol komposisi akuades dalam larutan. Hal ini
akan menyebabkan molekul lebih sukar untuk berpindah dari fase cair
menjadi fase uap, sehingga tekanan uap murninya menurun. Dengan demikian
campuran memerlukan suhu yang lebih tinggi dan kalor yang dibutuhkan
lebih banyak untuk mencapai titik didih larutan. Sedangkan pada etanol,
penambahan komposisi etanol ke dalam campuran akan menyebabkan gaya
tarik menarik antar molekul dalam campuran menjadi berkurang, sehingga
larutan lebih mudah untuk mencapai titik didih karena molekul-molekul
dalam campuran lebih mudah untuk berpindah dari fase cair menjadi fase
uap.
2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan uap cair adalah suhu (titik didih), densitas, dan komposisi zat dalam larutan.
Gaya tarik antar molekul-molekul etanol dan akuades semakin kuat ketika
mendekati titik kesetimbangan volume antara akuades dan etanol.
Besarnya titik didih campuran tergantung pada jenis larutan, pada etanol
titik didihnya menurun seiring kenaikan fraksi molnya dan pada akuades
titik didih dan fraksi molnya berbanding lurus.
Semakin besar nilai dari fraksi mol, maka semakin tinggi pula densitasnya. Pada etanol dan akuades nilainya berbanding lurus.
Titik kesetimbangan larutan terjadi pada saat gelembung pertama muncul saat mendidih.
Nilai titik didih masing-masing pada perbandingan 15:0 ; 12:3 ; 9:6 ;
6:9 ; 3:12 ; dan 0:15 adalah 79 ; 79,5 ; 80 ; 81 ; 82 ; dan 840C.
Nilai densitas etanol masing-masing adalah 0,75023 ; 0,74980 ; 0,74920 ;
0,74849 ; 0,747626 ; dan 0 gr/mL dengan fraksi mol etanolnya
masing-masing sebesar 1 ; 0,01602 ; 0,01560 ; 0,01422 ; 0,01318 ; dan 0.
Nilai densitas akuades masing-masing adalah 0 ; 0,99205 ; 0,99200 ;
0,99190 ; 0,99180 ; dan 0,99160 gr/mL dengan nilai fraksi molnya
masing-masing sebesar 0 ; 0,98398 ; 0,98440 ; 0,98578 ; 0,98682 ; dan 1.
2.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam percobaan ini adalah untuk praktikan
agar lebih teliti dan berhati-hati dalam melakukan pengamatan titik
didih larutan agar diperoleh kesetimbangan uap cair yang sesuai dengan
yang diinginkan.
No comments:
Post a Comment