Keju
merupakan suatu sistem koloid jenis emulsi. Menurut Elaine(2006) sistem koloid
terdiri atas dua fase atau bentuk, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase
pendispersi (fase luar, medium). Emulsi ialah koloid dengan zat terdispersinya
fase cair. Emulsi dapat terbentuk karena adanya koloid lain
(emulgator/pengemulsi) sebagai pengadsorpsi. Keju dibuat dengan cara koagulasi
(penggumpalan) kasein susu membentuk dadih atau curd(Koswara,2007).
Penggumpalan kasein dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat.
Pada
dasarnya campuran koloid itu bersifat homogen, dan unsur-unsur pembentuk
campuran itu sudah menyatu dan sulit dibedakan. Hanya saja campuran itu tidak
dibentuk oleh sebaran-sebaran molekuler, melainkan berupa gabungan dari beberapa
molekul. Apabila muatan listrik itu hilang , maka partikel koloid tersebut akan
bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan
pengendapannya disebut Koagulasi.
Berikut
langkah-langkah berbeda dalam pembuatan keju,
1.
Pasteurisasi
Susu
yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus dipasteurisasi. Secara
tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju
sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak
enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama
Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah
sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida
(H2O2) juga digunakan.
2.
Biakan Biang
Tugas
utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih. Ketika susu mengental,
sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian dalam keju. Dua tipe
utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju biakan mesophilic dengan suhu
optimum antara 20 dan40 °C serta biakan thermophilic yang berkembang sampai
suhu 45 °C. Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2, pengasaman dadih
disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi
asam sitrat.
Penambahan
lain sebelum pembuatan dadih
Kalsium
Klorida (CaCl2 )
Jika
susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus.
Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis
yang buruk selama pembuatan keju. Dengan penambahan CaCl2 akan menghasilkan
koagulum yang keras.
Karbondioksida
(CO2)
Penambahan
CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju.
Saltpetre
(NaNO3 atau KNO3)
Masalah
fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat
(Clostridia) dan/atau bakteri coliform. Saltpetre (sodium atau potassium
nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi bakteri jenis ini.
3.
Rennet
Penggumpalan
kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal ini umumnya dilakukan
dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga
pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7). Prinsip aktif pada rennet
adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan terjadi dengan singkat
setelah rennet ditambahkan ke dalam susu.
Berbagai
macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan yang
diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA telah
digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik identik
dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan satu
maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan.
Untuk kebanyakan keju yang diproduksi di seluruh dunia, digunakan
susu sapi, akan tetapi susu dari hewan lain, terutama kambing dan domba juga
banyak digunakan. Kualitas susu yang digunakan di (semi-) industri pembuatan
keju dikontrol dengan ketat di Eropa. Mayoritas keju dibuat dari susu dengan
perlakuan panas atau susu pasteurisasi (baik penuh, rendah lemak, maupun tanpa
lemak). Jika non-pasteurisasi susu yang digunakan, keju harus dimatangkan
(dengan cara diperam) paling sedikit selama 60 hari pada suhu tidak kurang dari
4 °C untuk memastikan keamanan melawan organisme yang membahayakan (patogen).
Persyaratan pasteurisasi susu yang digunakan untuk membuat keju varietas khusus
diatur berbeda di setiap negara.
Pembuatan keju melibatkan sejumlah tahapan yang umum untuk
kebanyakan tipe keju.
Susu keju diberi perlakuan pendahuluan, bisa berupa pematangan
awal setelah penambahan kultur bakteri yang tepat untuk setiap tipe keju, dan
dicampur dengan rennet.
Aktivitas enzim pada rennet menyebabkan susu terkoagulasi menjadi
jelly padat yang dikenal dengan koagulum. Jelly ini dipotong dengan alat
pemotong khusus menjadi kubus-kubus kecil sesuai ukuran yang diinginkan –
ditempat pertama untuk memfasilitasi pengeluaran whey. Selama periode proses
pembuatan dadih (curd), bakteri tumbuh dan membentuk asam laktat, dan
butiran-butiran dadih dikenai perlakuan mekanik dengan alat pengaduk, sementara
itu pada saat yang bersamaan dadih dipanaskan menurut seting program.
Kombinasi efek dari tiga perlakuan ini – pertumbuhan bakteri,
perlakuan mekanik, dan perlakuan panas – menghasilkan sineresis, yaitu
pemisahan whey dari butiran-butiran dadih. Dadih yang telah selesai diletakkan
dalam cetakan keju yang terbuat dari metal, kayu atau plastik, yang menentukan
bentuk keju akhir.
Keju dipres, baik oleh beratnya sendiri atau pada umumnya dengan
mempergunakan tekanan terhadap cetakan. Perlakuan selama permbuatan dadih dan
pengepresan menentukan karakteristik keju. Aroma keju yang sesungguhnya
ditentukan selama pematangan keju.
Langkah-langkah berbeda dalam pembuatan keju dibahas di bawah ini.
Pasteurisasi
Sebelum pembuatan keju yang sesungguhnya dimulai, susu biasanya
menjalani perlakuan pendahuluan yang dirancang untuk menciptakan kondisi
optimum untuk produksi.
Susu yang diperuntukkan untuk tipe keju yang memerlukan pematangan
lebih dari sebulan sebenarnya tidak perlu dipasteurisasi, tetapi biasanya tetap
dipasteurisasi.
Susu yang diperuntukkan untuk keju mentah (keju segar) harus
dipasteurisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa susu keju untuk tipe yang
membutuhkan periode pematangan lebih dari sebulan tidak harus dipasteurisasi di
kebanyakan negara.
Susu yang diperuntukkan untuk Emmenthal, Parmesan dan Grana asli,
beberapa tipe keju ekstra keras, tidak boleh dipanaskan melebihi 40°C, agar
tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan pengeluaran whey. Susu yang diperuntukkan
untuk keju tipe ini biasanya berasal dari peternakan pilihan dengan inspeksi
ternak secara rutin oleh dokter hewan.
Walaupun keju terbuat dari susu yang tidak terpasteurisasi
diyakini memiliki rasa dan aroma lebih baik, kebanyakan produser (kecuali
pembuat keju tipe ekstra keras) mempasteurisasi susu, karena kualitas susu yang
tidak dipasteurisasi jarang dapat dipercaya sehingga mereka tidak mau mengambil
risiko untuk tidak mempasteurisasinya.
Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat
mempengaruhi kualitas keju, misalnya coliforms, yang bisa membuat
“blowing” (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa tidak enak. Pateurisasi
reguler pada 72 – 73°C selama 15 – 20 detik paling sering dilakukan.
Meskipun demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming
microorganism) yang dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan
dapat menyebabkan masalah serius selama proses pematangan. Salah satu contohnya
adalah Clostridium tyrobutyricum, yang membentuk asam butirat dan
volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi asam laktat. Gas ini
menghancurkan tekstur keju sepenuhnya (“blowing”), selain itu asam butirat juga
tidak enak rasanya.
Perlakuan panas yang lebih sering akan mengurangi risiko seperti
tersebut di atas, tetapi juga akan merusak sifat-sifat umum keju yang terbuat
dari susu, sehingga digunakan cara lain untuk mengurangi bakteri tahan panas.
Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan
dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan
perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan
pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia
yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi
keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2)
juga digunakan. Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia telah banyak
dikritik, maka cara mekanis untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang tidak
diinginkan telah diadopsi, terutama di negara-negara dimana penggunaan
inhibitor kimia dilarang.
Biakan Biang
Biakan biang merupakan faktor penting dalam pembuatan keju; biakan
ini memiliki beberapa peran.
Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju:
- biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C
- biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 °C
Biakan yang paling sering digunakan adalah biakan turunan campuran
(mixed-strain), dimana dua atau lebih turunan bakteri mesophilic dan thermophilic berada
dalam simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Biakan ini tidak hanya
memproduksi asam laktat tetapi juga komponen aroma dan CO2.
Karbondioksida sangat penting untuk menciptakan rongga-rongga di tipe keju
butiran dan tipe “mata bundar (round-eyed) ”. Contohnya keju Gouda, Manchego dan Tilsiter dari
biakanmesophilic dan Emmenthal dan Gruyère dari
biakan thermophilic .
Biakan turunan tunggal (single-strain) terutama digunakan
ketika obyek dipakai untuk mengembangkan asam dan berkontribusi terhadap
degradasi protein, misalnya pada keju Cheddar dan tipe keju
yang sejenis.
Tiga sifat biakan biang yang paling penting dalam pembuatan keju
yaitu:
- kemampuan memproduksi asam laktat
- kemampuan memecah protein dan, jika memungkinkan,
- kemampuan memproduksi karbondioksida
Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih
Ketika susu mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam
koagulum dan kemudian dalam keju. Perkembangan asam menurunkan pH yang penting
untuk membantu sineresis (kontraksi koagulum disertai dengan pengurangan whey).
Selanjutnya, garam kalsium dan phosphor dilepaskan, yang
mempengaruhi konsistensi keju dan membantu meningkatkan kekerasan dadih.
Fungsi penting lain yang dilakukan oleh bakteri pemroduksi asam
adalah menekan bakteri yang tahan pasteurisasi atau rekontaminasi bakteri yang
membutuhkan laktosa atau tidak bisa mentolerir asam laktat.
Produksi asam laktat berhenti ketika semua laktosa dalam keju
(kecuali pada keju tipe lembut) telah terfermentasi. Biasanya fermentasi asam
laktat merupakan proses yang relatif cepat. Pada beberapa tipe keju, seperti Cheddar,
fermentasi harus lengkap sebelum keju dipres, dan pada tipe lain dalam
seminggu.
Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk CO2,
pengasaman dadih disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri
pemfermentasi asam sitrat. Biakan turunan campuran dengan kemampuan
mengembangkan CO2 sangat penting untuk produksi keju dengan
tekstur lubang-lubang bundar atau seperti bentuk mata yang tidak beraturan. Gas
yang berkembang awalnya terlarut dalam fase moisture keju; ketika larutan
menjadi jenuh, gas dilepaskan dan membentuk mata-mata. Proses pematangan pada
keju keras dan semi-keras merupakan efek kombinasi proteolitik dimana enzim
asli dari susu dan dari bakteri dalam biakan, bersama dengan enzim rennet,
menyebabkan dekomposisi protein.
Penambahan lain sebelum pembuatan dadih
Kalsium Klorida (CaCl2 )
Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka
koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ”
(kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju.
5-20 gram kalsium klorida per 100 kg susu biasanya cukup untuk
mencapai waktu koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang
cukup. Kelebihan penambahan kalsium klorida bisa membuat koagulum begitu keras
sehingga sulit untuk dipotong.
Untuk produksi keju rendah lemak, dan jika secara sah
diijinkan, disodium fosfat (Na2PO4),
biasanya 10-20 g/kg, bisa kadang-kadang ditambahkan dalam susu sebelum kalsium
klorida ditambahkan. Hal ini meningkatkan elastisitas koagulum karena
pembentukan koloid kalsium fosfat (Ca3(PO4)2),
yang akan memiliki efek hampir sama dengan tetesan lemak susu yang terperangkap
dalam dadih.
Karbondioksida (CO2)
Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas susu keju. Karbondioksida terjadi secara alami dalam susu,
tetapi kebanyakan hilang dalam pemrosesan. Penambahan karbondioksida dengan
buatan berarti menurunkan pH susu; pH asli biasanya berkurang 0.1 sampai 0.3
unit. Hal ini kemudian akan menghasilkan waktu koagulasi yang lebih singkat.
Efek ini bisa digunakan untuk mendapatkan waktu koagulasi yang sama dengan
jumlah rennet yang lebih sedikit.
Saltpetre (NaNO3 atau KNO3)
Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri
asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform.
Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi
bakteri jenis ini, tetapi dosisnya harus ditentukan secara akurat dengan
merujuk pada komposisi susu, proses yang digunakan untuk keju jenis ini, dan
lain-lain; karena saltpetre yang terlalu banyak juga akan
menghambat pertumbuhan biang. Overdosissaltpetre bisa mempengaruhi
pematangan keju atau bahkan menghentikan proses pematangan.
Saltpetre dengan dosis tinggi bisa merubah warna keju, menyebabkan
lapisan-lapisan kemerah-merahan dan rasa yang tidak murni. Dosis maksimum yang
diijinkan sekitar 30 gram saltpetre per 100 kg susu. Dalam
dekade terakhir ini, penggunaan saltpetre dipertanyakan dari sudut pandang
kedokteran, dan juga dilarang di beberapa negara.
Bahan-bahan pewarna
Warna keju dalam cakupan yang luas ditentukan oleh warna lemak
susu dan melalui variasi musiman. Warna-warna seperti karoten dan orleana ,
pewarna anattoalami, digunakan untuk mengoreksi variasi musiman di
negara-negara dimana pewarnaan diperbolehkan.
Klorofil hijau (pewarna kontras) juga digunakan, contohnya pada
keju blueveined, untuk mendapatkan warna “pucat” yang kontras
dengan birunya biakan mikroorganisme di keju.
Rennet
Kecuali untuk tipe-tipe keju segar seperti keju cottage dan guarg dimana
susunya digumpalkan/dikentalkan terutama oleh asam laktat, semua pembuatan keju
tergantung pada formasi dadih oleh aksi rennet atau enzim-enzim sejenis.
Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju.
Hal ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain
juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH
4.6-4.7).
Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine ,
dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam
susu. Ada beberapa teori tentang mekanisme prosesnya, dan bahkan saat ini hal
tersebut tidak dimengerti secara menyeluruh. Bagaimanapun juga, hal ini jelas
bahwa proses berjalan dalam beberapa tahapan; secara umum dibedakan sebagai
berikut:
- transformasi kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet
- pengendapan parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada
Keseluruhan proses ditentukan oleh suhu, keasaman, kandungan
kalsium susu, dan juga oleh faktor-faktor lain. Suhu optimum untuk rennet
sekitar 40 °C, tetapi dalam praktik biasanya digunakan suhu yang lebih rendah
untuk menghindari kekerasan yang berlebihan pada gumpalan.
Rennet diekstrak dari perut anak sapi yang masih muda dan
dipasarkan dalam bentuk larutan dengan kekuatan 1:10000 sampai 1:15000, yang
berarti bahwa satu bagian rennet bisa mengentalkan 10000 – 15000 bagian susu
dalam 40 menit pada 35 °C . Rennet dari bovine (termasuk
keluarga sapi) dan babi juga digunakan, sering dikombinasikan dengan rennet anak
sapi (50:50, 30:70, dll). Rennet dalam bentuk bubuk biasanya 10 kali kekuatan
rennet cair.
Pengganti rennet hewan
Sekitar 50 tahun yang lalu, penelitian dimulai untuk menemukan
pengganti rennet hewan. Hal ini dilakukan terutama di India dan Israel karena
penolakan para vegetarian untuk menerima keju yang dibuat dengan rennet hewan.
Di dunia Muslim, penggunaan rennet babi sudah jelas hukumnya, dimana merupakan
alasan penting yang lebih jauh untuk menemukan pengganti yang sesuai.
Ketertarikan produk pengganti telah tumbuh lebih luas pada tahun-tahun terakhir
karena keterbatasan rennet hewan yang berkualitas bagus.
Ada dua tipe utama pengganti bahan pengental:
- enzim penggumpal dari tanaman
- enzim penggumpal dari mikroorganisme
Penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan penggumpalan pada
umumnya baik dengan persiapan yang dibuat dari enzim tanaman. Satu kelemahan
adalah bahwa keju sering mengembangkan rasa pahit selama penyimpanan.
Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim
pengentalan yang diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran.
Teknologi DNA telah digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan
karakteristik identik dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara
menyeluruh dengan satu maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan.
Pemotongan gumpalan
Pe-rennet-an atau waktu penggumpalan pada umumnya sekitar 30
menit. Sebelum gumpalan dipotong, sebuah tes sederhana biasanya dilakukan untuk
menentukan whey penghilang kualitas. Biasanya, sebuah pisau ditusukkan pada
permukaan gumpalan susu dan kemudian ditarik perlahan-lahan ke atas sampai
terjadi pecahan yang cukup. Dadih bisa dipertimbangkan siap untuk pemotongan
ketika kerusakan seperti gelas pecah/retak dapat diamati. Pemotongan dengan
hati-hati memecah dadih sampai ke dalam granule dengan ukuran 3-15 mm,
tergantung pada tipe keju. Semakin halus potongan, semakin rendah kandungan air
dalam keju yang dihasilkan.
Pra-pengadukan
Segera setelah pemotongan, granule dadih sangat sensitif terhadap
perlakuan mekanik, itulah sebabnya pengadukan harus dilakukan dengan lembut,
tetapi cukup cepat, untuk menjaga granule tercampur dalam whey. Sedimentasi
dadih di dasar tong menyebabkan pembentukan bongkahan-bongkahan. Ini membuat
kerusakan pada mekanisme pengadukkan, dimana pasti sangat kuat. Dadih keju
rendah lemak cenderung kuat untuk tenggelam di dasar tong, yang berarti bahwa
pengadukannya harus lebih sering daripada pengadukan untuk dadih keju tinggi
lemak. Bongkahan-bongkahan bisa mempengaruhi tekstur keju, juga menyebabkan
hilangnya kasein dalam whey.
Pra-pengeringan whey
Untuk beberapa tipe keju, seperti Gouda dan Edam,
diinginkan untuk membersihkan granule dengan jumlah whey yang banyak sehingga
panas bisa disuplai dengan penambahan langsung air panas ke dalam campuran dadih
dan whey, yang juga dapat merendahkan kandungan laktosa. Beberapa produser juga
mengeringkan whey untuk mengurangi konsumsi energi yang dibutuhkan untuk
pemanasan dadih secara tidak langsung. Untuk setiap tipe keju, sangat penting
bahwa jumlah whey yang sama – biasanya 35%, kadang-kadang sebanyak 50% volume
batch – dikeringkan setiap saat.
Pemanasan/Pemasakan/Pembakaran
Perlakuan panas diperlukan selama pembuatan keju untuk mengatur
ukuran dan pengasaman dadih. Pertumbuhan bakteri pemroduksi asam dibatasi oleh
panas, sehingga digunakan untuk mengatur produksi asam laktat. Selain efek
bakteriologi, panas juga mendukung pemadatan dadih disertai dengan pengeluaran
whey (sineresis).
Tergantung pada tipe keju, pemanasan bisa dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut:
- Dengan steam di dalam tong/jaket tong saja.
- Dengan steam di dalam jaket dikombinasikan dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey.
- Dengan penambahan air panas ke dalam campuran dadih/whey saja.
Waktu dan suhu untuk pemanasan ditentukan oleh metode pemanasan
dan tipe keju. Pemanasan sampai suhu diatas 40 °C, kadang-kadang disebut
pemasakan, biasanya dilakukan dalam dua tahap. Pada 37 – 38°C aktivitas bakteri
asam laktat mesophilic terhambat, dan pemanasan terhenti untuk
mengecek keasaman, setelah itu pemanasan berlanjut sampai suhu akhir yang
diinginkan. Diatas 44 °C bakteri mesophilic ternon-aktifkan
secara keseluruhan, dan mereka mati pada suhu 52 °C antara 10 dan 20 menit.
Pemanasan melebihi 44 °C biasanya disebut dengan scalding (pembakaran).
Beberapa tipe keju, seperti Emmenthal, Gruyère, Parmesan dan Grana, dibakar
pada suhu setinggi 50 – 56 °C. Hanya bakteri pemroduksi asam laktat yang paling
tahan panas yang bertahan pada suhu ini. Salah satunya adalah Propionibacterium
freudenreichii ssp. shermanii , yang sangat penting dalam pembentukan
karakter keju Emmenthal.
Pengadukan akhir
Sensitifitas granule dadih menurun selama proses pemanasan dan
pengadukan. Lebih banyak whey diteteskan dari granule selama periode pengadukan
akhir. Hal ini terutama karena perkembangan asam laktat yang berkesinambungan,
juga karena efek mekanis pengadukan.
Durasi pengadukan akhir tergantung pada keasaman yang diinginkan
dan kandungan air dalam keju.
Pembersihan akhir whey dan prinsip-prinsip penanganan dadih
Segera setelah keasaman dan kekerasan dadih yang diinginkan telah
tercapai – dan dicek oleh produser – sisa whey dibersihkan dari dadih dengan
berbagai cara, tergantung pada tipe keju.
Keju dengan tekstur granular
Salah satu cara untuk mengambil whey adalah langsung dari tong
keju; hal ini digunakan terutama dengan membuka tong keju secara manual.
Setelah pengeringan whey, dadih disekop kedalam cetakan. Keju yang dihasilkan
memperoleh tekstur dengan lubang-lubang/mata tidak beraturan, juga disebut
tekstur granular, gambar 14.12. Lubang-lubang tersebut terutama terbentuk
karena gas karbondioksida yang biasanya berkembang dengan biakan biang LD (Lactococcus
lactis, Leuconostoc cremoris dan Lactococcus diacetylactis).
Jika granule-granule dadih terkena udara sebelum dikumpulkan dan
dipress, maka mereka tidak menyatu secara lengkap; banyak kantong-kantong udara
kecil berada pada bagian dalam keju. Karbondioksida yang terbentuk dan
dikeluarkan selama periode pematangan mengisi dan memperbesar kantong-kantong
ini secara bertahap. Lubang yang terbentuk dengan cara ini berbentuk tak
beraturan.
Whey juga bisa dikeringkan dengan memompa campuran dadih/whey
melewati sebuah saringan yang bergetar atau berputar, dimana granule-granule
terpisah dari whey dan disalurkan langsung ke dalam cetakan. Keju yang
dihasilkan memiliki tekstur granular.
Keju bermata bundar
Bakteri pemroduksi gas, mirip dengan yang disebutkan di atas juga
digunakan dalam produksi keju bermata bundar, tetapi prosedurnya agak berbeda.
Menurut metode yang lebih tua, misal untuk produksi keju Emmenthal,
dadih dikumpulkan dalam kain-kain keju ketika masih dalam whey dan kemudian
ditransfer ke cetakan besar di atas kombinasi meja pengeringan dan pengepresan.
Hal ini menghindarkan kontak dadih pada udara sebelum pengumpulan dan
pengepresan, yang merupakan faktor penting untuk mendapatkan tekstur yang tepat
pada tipe keju yang dimaksud.
Penelitian tentang pembentukan lubang bundar/bermata bundar telah
menunjukkan bahwa ketika granule dadih dikumpulkan di bawah permukaan whey,
dadih mengandung rongga-rongga mikroskopis. Bakteri biang mengumpul di
rongga-rongga kecil yang terisi whey ini. Gas terbentuk ketika mereka mulai
tumbuh, awalnya larut dalam cairan, tetapi karena pertumbuhan bakteri berlanjut,
terjadi penjenuhan lokal yang menghasilkan formasi lubang-lubang kecil.
Selanjutnya, setelah produksi gas telah berhenti karena kekurangan substrat,
difusi menjadi proses yang paling penting. Hal ini memperbesar beberapa lubang
yang telah relatif besar, sementara lubang-lubang yang paling kecil menghilang.
Pembesaran lubang-lubang yang lebih besar dengan mengorbankan yang lebih kecil
merupakan salah satu konsekuensi hukum tegangan permukaan, yang menyatakan
bahwa diperlukan tekanan gas lebih sedikit untuk memperbesar sebuah lubang
besar daripada lubang kecil.
Keju bertekstur tertutup
Tipe keju bertekstur tertutup, dimana Cheddar merupakan
contohnya, biasanya dibuat dengan biakan biang yang mengandung bakteri yang
tidak menghasilkan gas – biasanya bakteri pemroduksi asam laktat strain tunggal
seperti Lactococcus cremonis dan Lactococcus lactis.
Teknik proses spesifik bisa juga menghasilkan pembentukan
rongga-rongga yang disebut lubang-lubang mekanik. Jika lubang-lubang dalam keju
granular atau bermata bundar memiliki penampakan yang mengkilat, lubang-lubang
mekanik memiliki permukaan bagian dalam yang kasar.
Ketika keasaman whey telah mencapai sekitar 0.2 – 0.22% asam
laktat (sekitar 2 jam setelah perennetan), whey dikeringkan dan dadih dikenai
suatu bentuk penanganan khusus yang disebut chedarring. Setelah
semua whey telah dibersihkan, dadih dibiarkan untuk pengasaman lanjutan dan
penutupan. Selama periode ini, biasanya 2 – 2.5 jam, dadih dibentuk dalam
blok-blok yang dibolak-balik dan ditumpuk.
Perlakuan akhir dadih
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, setelah semua whey bebas
telah dibersihkan, dadih bisa ditangani dengan berbagai macam cara, antara
lain:
- ditransfer langsung ke cetakan (keju granular)
- pra-pengepresan ke dalam sebuah blok dan dipotong-potong dengan ukuran yang sesuai untuk ditempatkan dalam cetakan (keju bermata bundar), atau
- dikirim ke cheddaring , fase terakhir dimana meliputi penggilingan ke dalam kepingan-kepingan yang bisa diasinkan kering dan digelindingkan atau, jika ditujukan untuk keju tipePasta Filata , ditransfer tanpa diasinkan ke mesin pemasak-pengulur.
Penekanan (Pengepresan)
Setelah dicetak atau digelindingkan, dadih dikenai penekanan
(pengepresan) akhir, dengan tujuan empat sekaligus :
- untuk membantu pengeluaran whey akhir
- untuk memberikan tekstur
- untuk membentuk keju
- untuk memberikan kulit pada keju-keju dengan periode pematangan yang panjang
Laju pengepresan dan tekanan yang dilakukan disesuaikan terhadap
setiap jenis keju. Pengepresan seharusnya perlahan-lahan pada mulanya, karena
tekanan tinggi yang awal dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci
kelembaban dalam kantong-kantong di badan keju.
Pengasinan/Penggaraman
Pada keju, seperti pada banyak makanan, garam biasanya berfungsi
sebagai bumbu. Tetapi garam memiliki efek-efek penting yang lain, seperti
memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan
pematangan keju. Pemberian garam ke dalam dadih menyebabkan lebih banyak
kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada
protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada
permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar.
Dengan beberapa pengecualian, kandungan garam keju adalah 0.5 –
2%. Blue cheese dan varian white pickled cheese (Feta,
Domiati), pada umumnya memiliki kandungan garam 3 – 7%.
Pertukaran kalsium dengan sodium dalam paracaseinate yang
merupakan hasil dari penggaraman juga memiliki pengaruh positif pada
konsistensi keju, yaitu keju menjadi semakin halus/lembut. Secara umum, dadih
yang dikenai garam pada pH 5.3 – 5.6 selama 5 – 6 jam setelah penambahan biakan
utama, menyebabkan susu tidak mengandung zat-zat penghambat bakteri.
Pengasinan kering
Pengasinan kering bisa dilakukan baik secara manual maupun
mekanik. Garam dituangkan secara manual dari sebuah ember atau kontainer yang
mengandung jumlah yang cukup, disebarkan secara merata diatas dadih setelah
semua whey dibersihkan. Untuk distribusi yang lengkap, dadih diaduk selama 5 –
10 menit.
Ada berbagai macam cara untuk mendistribusikan garam pada dadih
secara mekanik. Salah satunya sama dengan yang digunakan untuk dosis garam pada
kepingan-kepingan ( chips ) cheddar selama
tahap akhir proses melalui mesin cheddaring yang
berkelanjutan.
Pengasinan dengan air garam
Ada berbagai macam desain sistem pengasinan dengan air garam, dari
yang cukup sederhana sampai ke yang lebih maju secara teknik. Sekalipun
demikian, sistem yang paling biasa digunakan adalah menempatkan keju di dalam
sebuah kontainer dengan air garam. Kontainer seharusnya ditempatkan dalam
sebuah ruangan dingin dengan suhu sekitar 12 – 14 °C
Pematangan dan penyimpanan keju
Pematangan
Setelah pendadihan, semua keju, terpisah dari keju segar, melalui
serangkaian proses mikrobiologi, biokimia dan karakter fisik.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan laktosa, protein dan lemak
menjadi suatu siklus pematangan yang sangat bervariasi antara keju keras,
sedang, dan halus/lembut. Perbedaan yang signifikan bahkan terjadi di dalam
masing-masing grup ini.
Dekomposisi laktosa
Teknik-teknik yang telah ditemukan untuk membuat jenis-jenis keju
yang berbeda selalu ditujukan kearah pengontrolan dan pengaturan pertumbuhan
dan aktifitas bakteri asam laktat. Dengan cara ini ada kemungkinan untuk
mempengaruhi secara simultan baik level maupun kecepatan fermentasi laktosa.
Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dalam proses pembuatan Cheddar,
laktosa terfermentasi sebelum dadih digelindingkan. Pada jenis-jenis keju yang
lain, fermentasi laktosa sebaiknya dikontrol sedemikian rupa sehingga
kebanyakan dekomposisi laktosa terjadi selama pengepresan keju dan, yang
terakhir, selama minggu pertama atau mungkin pada dua minggu pertama
penyimpanan.
Asam laktat yang diproduksi dinetralisir sampai dalam jumlah yang
besar di keju dengan komponen buffering dari susu, dimana
kebanyakan yang telah termasuk dalam gumpalan. Asam laktat kemudian hadir dalam
bentuk laktat pada keju yang telah lengkap. Pada tahap selanjutnya, laktat
memberi substrat yang cocok untuk bakteri asam propionat yang merupakan bagian
penting flora mikrobiologi dari Emmenthal, Gruyère dan
tipe-tipe keju sejenis.
Disamping asam propionat dan asam asetat, terbentuk karbondioksida
dengan jumlah yang signifikan, dimana merupakan penyebab langsung pembentukan
mata bundar yang besar pada tipe keju yang disebutkan di atas.
Laktat juga bisa dipecah oleh bakteri asam butirat, jika
kondisinya sebaliknya tidak bagus untuk fermentasi ini, dimana terbentuk
hidrogen sebagai tambahan asam lemak dan karbondioksida yang volatil tertentu.
Fermentasi ini timbul pada tahap akhir, dan hidrogen dapat menyebabkan keju
menjadi rusak.
Fermentasi laktosa disebabkan oleh adanya enzim laktase dalam
bakteri asam laktat.
Dekomposisi protein
Pematangan keju, terutama keju keras, dicirikan pertama dan
terutama oleh dekomposisi protein. Level dekomposisi protein mempengaruhi
kualitas keju sampai tingkat yang signifikan, kebanyakan mengenai konsistensi
dan rasa. Dekomposisi protein dihasilkan oleh sistem enzim dari
- rennet
- mikroorganisme
- plasmin, suatu enzim pengurai protein
Satu-satunya efek rennet adalah untuk memecah molekul parakasein
menjadi polipeptida. Pemecahan pertama oleh rennet membuat kemungkinan
dekomposisi kasein yang lebih cepat melalui aksi enzim-enzim bakteri daripada
jika enzym-enzym ini harus memecah molekul kasein secara langsung. Pada keju
dengan suhu masak yang tinggi, keju yang dibakar seperti Emmenthal dan Parmesan,
aktifitas plasmin memainkan peranan pada pemecahan pertama.
Pada keju-keju yang halus-sedang seperti Tilsiter dan Limburger,
dua proses pematangan saling terjadi secara paralel, yaitu proses pemasakan
normal pada rennet keju keras dan proses pemasakan pada hapusan (bakteri) yang
terbentuk di permukaan. Pada proses yang disebutkan terakhir, dekomposisi
protein berproses lebih jauh sampai akhirnya ammonia diproduksi sebagai hasil
aksi proteolitik yang kuat dari hapusan bakteri.
Penyimpanan
Tujuan penyimpanan adalah untuk membentuk kondisi eksternal yang
penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap
jenis keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif ( relative
humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang
berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
Tipe-tipe keju yang berbeda membutuhkan suhu dan RH yang berbeda
dalam ruang penyimpanan. Kondisi iklim merupakan hal yang sangat penting untuk
laju pematangan, berat susut, pembentukan kulit dan perkembangan
permukaan flora (di Tilsiter, Romadur dan
yang lain) – dengan kata lain untuk karakter total keju.
Keju dengan kulit, kebanyakan biasanya tipe keras dan semi-keras,
bisa diberi pelapisan emulsi plastik atau parafin atau lapisan lilin. Keju
tanpa kulit ditutup dengan plastik film atau kantong plastik yang dapat
menyusut.
- Keju-keju golongan Cheddar sering dimatangkan pada suhu rendah, 4-8 °C, dan RH lebih rendah dari 80%, karena mereka biasanya dibungkus dalam plastik film atau kantong dan dikemas dalam karton atau kerangka kayu sebelum dikirim ke toko. Waktu pematangan bisa bervariasi dari beberapa bulan sampai 8 – 10 bulan untuk memuaskan kegemaran konsumen yang beragam.
- Keju-keju seperti Emmenthal mungkin perlu disimpan dalan ruang keju “hijau” pada suhu 8 – 12 °C selama 3 – 4 minggu diikuti dengan penyimpanan di ruang “pemfermentasi” pada suhu 22 – 25 °C selama 6 – 7 minggu. Setelah itu keju disimpan selama beberapa bulan dalam ruang pematangan pada suhu 8 – 12 °C. Kelembaban relatif untuk semua ruangan biasanya 85 – 90%.
- Tipe-tipe keju dengan perlakuan hapusan/olesan ( smear-treated ) – Tilsiter, Havarti dan yang lain – biasanya disimpan dalam ruang pemfermentasi selama 2 minggu pada 14 – 16 °C dan RH sekitar 90%, selama itu permukaan diolesi dengan biakan khusus campuran smear dengan larutan garam. Sekali lapisan smear yang diinginkan telah terbentuk, keju biasanya dipindah ke ruang pematangan pada suhu 10 -12 °C dan RH 90% selama 2 – 3 minggu lagi.
- Keju-keju seperti Gouda dan yang sejenis, bisa disimpan pertama kali untuk beberapa minggu di ruang keju “hijau” pada 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%. Setelah itu diikuti dengan periode pematangan sekitar 3 – 4 minggu pada 12 – 18°C dan RH 75 – 80%. Akhirnya keju dipindah ke ruang penyimpanan pada sekitar 10 – 12 °C dan RH sekitar 75%, dimana karakteristik akhir terbentuk
No comments:
Post a Comment