PENDAHULUAN
Susu merupakan salah satu produk hasil ternak yang paling mudah mengalami kerusakan, oleh karena itu masyarakat dewasa ini telah mengembangkan berbagi macam teknologi pengawetan untuk memperpanjang waktu simpan dari produk tersebut, salah satunya adalah pengolahan susu menjadi produk dodol susu. Dodol susu tidak berbeda jauh dengan produk dodol lainnya berwarna kecoklatan, semi padat, elastis dan tentu saja memiliki rasa yang manis. Rasa manis berasal dari gula yang digunakan dalam pembuatan dodol susu tersebut. Selain menjadi perasa, gula juga merupakan bahan pengawet bagi dodol tersebut, namun tentu saja dodol susu tidak lepas dari kontaminasi utamanya mikroba, sebab produk ini memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap karena berbahan dasar susu yang sangat disenangi oleh mikroba.
Pada umumnya produk dodol susu yang ditemukan dipasaran mengalami kerusakan akibat kontaminasi kapang, salah satunya adalah spesies Syncephalastrum racemosum. Jenis kapang ini bila bereproduksi akan membentuk koloni berwarna putih dan abu-abu jika sudah tua. Jamur ini sangat dihindari karena dapat merusak kualitas sensorik dari produk dodol susu, berdasarkan hal ini diperlukan suatu upaya untuk menghambat kontaminasi jamur agar konsumen tidak dirugikan. Pemanfaatan bahan pengawet kimia bisa menjadi satu alternatif untuk pemecahan masalah ini, salah satunya adalah kalsium propionat. Penggunaan kalsium propionat dalam menghambat kontaminasi Syncephalastrum racemosum masih perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam khususnya mengenai dosis dan efek yang ditimbulkan.
PEMBAHASAN
Tinjauan Umum Dodol Susu
Gambar 1. Produk Dodol Susu
Menurut SNI 01-2986-1992, Dodol merupakan makanan semi basah yang pembuatannya dari tepung beras ketan, santan kelapa, dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan, yang hasilnya merupakan adonan berbentuk padatan yang cukup elastis, berwarna coklat muda sampai coklat tua. Dodol susu dibuat seperti pada pembuatan dodol lainnya hanya menggunakan bahan tambahan susu segar untuk menambah rasanya supaya lebih enak. Di samping itu juga dapat digunakan untuk memanfaatkan kelebihan produksi susu. Jadi dodol susu ini merupakan pemanfaatan susu segar yang berlebihan produksinya, dari pada tidak diolah menjadi produk yang lain. Dodol susu ini merupakan penganan khas dari daerah Pengalengan yang telah terkenal sejak lama.
Tepung beras ketan (Oriza sativa glutinous) yang digunakan terkandung karbohidrat 80 % (dalam bentuk amilosa 1 % dan amilopektin 99 %), lemak 4 %, protein 6,5 % dan air 10 %. Santan kelapa (Cocos nucifera) berguna untuk memberikan air 52 %, protein 1 %, lemak 27 %, karbohidrat atau gula 1 %. Gula aren atau gula tebu dapat memberi aroma, rasa manis, dan berfungsi sebagai pengawet, selain itu juga memperbaiki tekstur. Kandungan gula dapat membuat lapisan keras pada dodol. Penambahan glukosa 1% dapat menghambat pertumbuhan lapisan keras dodol dan memperbaiki tekstur dodol. Masing masing bahan tersebut mempengaruhi tekstur, rasa, aroma, daya tahan dodol dan kekenyalan dari dodol susu. Terkadang asam benzoat ditambahkan pada pembuatan dodol agar mikroba terhambat dan enzim dehidrogenase terinaktifkan. Asam benzoat menghambat jenis mikroba kapang dan khamir pada pH 4 atau pH optimum < 5 (6,7). Penambahan kalium sorbat 2% dapat juga mencegah kerusakan dodol ( Anonim, 2002). Adapun formula bahan dalam pembuatan dodol susu dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Formula Bahan Dodol Susu.
Jenis Bahan | Jumlah |
Susu Segar | 30 liter |
Gula Pasir | 4,5 Kg |
Gula Merah | 3,0 Kg |
Tepung Beras Ketan | 4,5 Kg |
Mentega | 1,5 Kg |
Panili | 7,0 Kg |
Sumber : Anonim, 2002
Produk dodol susu sebagai produk yang dikomersilkan sudah sepantasnya memiliki syarat mutu agar selain produsen dapat mengetahui kualitas dari produk yang di produksi dan konsumen juga dapat membedakan produk berdasarkan kualitasnya. Syarat Mutu dodol susu dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Syarat Mutu Dodol Susu.
Kriteria Uji | Persyaratan | |
Keadaan :
|
Normal
Normal/khas
Normal
| |
Air | Maksimal 20 % | |
Abu | Maksimal 1,5 % | |
Gula Dihitung Sebagai Sukrosa | Minimum 40 % | |
Protein | Minimum 3 % | |
Lemak | Minimum 3 % | |
Serat Kasar | Minimum 7 % | |
Pemanis Buatan | Maksimal 1,0% | |
Logam –logam Berbahaya | Tidak Boleh Ada | |
Arsen | Tidak Boleh Ada | |
Kapang | Tidak Boleh Ada |
Sumber : Anonim (2007)
Kontaminasi Produk Dodol Susu oleh Kapang Syncephalastarum racemosum
Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada pangan ada 4 macam, yaitu ;
- Faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi pangan, keadaan air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat.
- Faktor ekstrinsik, misalnya temperatur, kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi pangan tersebut.
- Faktor pengolahan, seperti pemanasan dan irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh jasad renik terutama yang tidak tahan panas atau irradiasi, sedangkan perlakuan pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan pertumbuhan jasad renik.
- Faktor implisit, adanya berbagai jasad renik yang terdapat pada makanan kadang-kadang mengakibatkan dua atau lebih jasad renik hidup bersama saling menguntungkan (sinergisme) atau satu jasad renik lainnya merugikan pertumbuhan jasad renik lainnya (antagonisme) (Fardiaz, 1992).
Kontaminasi mikroba pada produk pangan dapat menyebabkan kerusakan sensoris pada produk pangan tersebut, seperti pembusukan. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan amonia (Anonim, 2004).
Penelitian telah dilakukan oleh Suhajati (1995) yang ingin mengetahui jamur kontaminan pada produk dodol garut dengan sampel dodol dengan umur penyimpanan yang berbeda yaitu 0 hari, 3 hari, 9 hari, 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Setelah dilakukan pengamatan hasil yang diperoleh jamur yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi yang terbanyak adalah marga Aspergillus sebanyak 14 jenis dan Penicillium sebanyak 8 jenis. Isolat jamur lainnya adalah Cladosporium, Rhizopus, Trichoderma, Fusarium, Curvularia, Helicocephalum, Mucor, Monilia, Circinella, Nigrospora, Paecilomyces, danStaphylotrichum. Selain itu juga diperoleh 47 isolat murni yang belum teridentifikasi terdiri dari jamur yang tidak berspora dan ragi.
Dodol susu merupakan makanan dengan kadar air 20 – 30 % sehingga kerusakan dodol susu dipasaran sebagian besar disebabkan oleh kapang karena khamir dan bakteri kalah bersaing dengan kapang, maka untuk mempertahankan mutu dodol susu tersebut diperlukan bahan pengawet kimia baik yang bersifat fungistatik maupun yang bersifat fungisida (Saptarini, 2007).
Profil Kapang Syncephalastrum racemosum
Klasifikasi
Divisio : Mycota
Klas : Phycomycetes
Ordo : Mucorales
Famili : Cephalidaceae
Genus : Syncephalastrum
Species : Syncephalastrum racemosum
|
Gambar 2. Kapang Syncephalastarum racemosum (400 Kali) (Saptarini 2007).
Syncephalastrum merupakan kapang saprofit, miseliumnya tumbuh dengan cepat, bercabang banyak, konidiofor (sporangiofor) tegak, bercabang, ujungnya membesar, dibatasi oleh kepala tangkai sporangiol, masing-masing menghasilkan spora yang sferis, mirip rantai konidia, dinding sporangiol melarut untuk melepaskan spora, saprofitik. Koloni Syncephalastrum racemosumtumbuh menyebar dengan cepat. Miselium panjang, ringan dan jarang, mula-mula berwarna putih dan menjadi abu-abu jika sudah tua. Hifanya tidak berseptat, konidia tinggi, tegak, tidak berseptat dan sedikit bercabang. Bagian ujung membesar dan membulat seperti kepala yang dikelilingi oleh sporangiol berbentuk batang. Di dalam sporangiol terdapat spora aseksual (konidia) yang berbentuk bulat dan tersusun dalam barisan membentuk rantai, mempunyai zigospora yang merupakan spora seksual.
Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu strukturnya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop. Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang baik spora dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang lengkap. Dari satu struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dibawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang. Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan.
Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan (Anonim, 2008b).
Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan (Anonim, 2008b).
Pengawetan Pangan
Menurut Hudaya (2009), pengawetan pangan dimaksudkan untuk mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan sampai batas minimum. Tujuan pengawetan secara komersial :
- Mengawetkan/mengurangi kehilangan pangan, baik kualitas maupun kuantitas selama perjalanan dari produsen ke konsumen dengan cara-cara yang ekonomis.
- Mengisi kekurangan akan pangan tersebut di luar musim produksi.
- Menjamin agar kelebihan produksi lokal atau kelebihan musiman tidak terbuang sia-sia.
- Memudahkan penanganan antara lain dengan pengemasan dan pembuatan makanan jadi (convenience food)
Prinsip pengawetan pangan yang penting adalah menginaktifkan mikroba, karena mikroba merupakan penyebab utama kerusakan pangan. Hal ini disebabkan oleh :
- Mikroba berkembangbiak dengan cepat
- Mikroba dapat menimbulkan penyakit
- Mikroba dapat menimbulkan keracunan
BTM (Bahan Tambahan Makanan) ternyata sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan. Orang Romawi kuno menggunakan garam untuk mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minuman anggur. Kini, keprihatinan masyarakat semakin bertambah dengan semakin panjangnya daftar BTM. Ini meliputi jenis BTM yang telah diizinkan maupun dari jenis yang belum diteliti (Khomsan, 2004).
Bahan tambahan pangan atau disebut juga bahan tambahan makanan adalah bahan zat aditif yang ditambahkan pada pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, anti oksidan (mencegah bau tengik), penggumpal, pemucat dan pengental. Bahan tambahan pangan yaitu bahan atau campuran bahan kimia secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya, untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Fungsi bahan tambahan pangan antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah serta lebih enak dimulut. Juga digunakan untuk memberi warna dan meningkatkan kualitas pangan (Arif, 2008).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, BTP pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Proses pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan (Anonim, 2009a).
Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan (Akib, 2008).
Menurut (Saptarini, 2007) karakteristik bahan pengawet yang ideal untuk digunakan dalam makanan adalah :
- Spektrum aktivitas antimikroba yang luas, penggunaan pengawet tunggal mengurangi biaya produksi dan mengurangi iritasi atau potensi toksisitas.
- Efektif dan stabil pada rentang pH yang lebar, stabil secara kimia sehingga efektifitas tidak hilang selama penyimpanan.
- Tidak mempengaruhi sifat fisik produk seperti warna, bau, rasa, viskositas, tekstur dan kejernihan.
- Tidak berinteraksi dengan komponen lain yang ada dalam makanan dan dengan bahan pengemas.
- Mempunyai koefisien partisi M/A karena reaksi biologi terjadi pada fase air atau pada permukaan sistem M/A.
- Aman dan tidak toksik terhadap manusia dan hewan.
- Cepat menginaktifkan mikroorganisme sehingga menghambat adaptasi dan tidak menyebabkan strain yang resisten.
- Jenis dan jumlah bahan pengawet yang digunakan harus mengikuti peraturan pemerintah.
- Efektif pada konsentrasi yang rendah.
Cara kerja bahan pengawet terbagi menjadi dua, yaitu sebagai antimikroba dan sebagai antioksidan. Sebagai antimikroba artinya menghambat pertumbuhan kuman dan sebagai antioksidan maksudnya mencegah terjadinya oksidasi terhadap makanan sehingga tidak berubah sifat, contohnya mencegah makanan berbau tengik (Anonim, 2009a).
Tinjauan Umum Bahan Pengawet Kalsium Propionat
Gambar 3. Kalsium Propionat
Kalsium propionat termasuk dalam golongan asam propionat yang sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang disarankan adalah 0,32% atau 3,2 gram/kg bahan. Sedangkan untuk makanan berbahan keju, dosis maksimumnya adalah 0,3% atau 3 gram/kg bahan. Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur (Hilmansyah, 2008).
Kalsium propionat adalah salah satu bahan pengawet yang digunakan dalam industri pangan. Kalsium propionat dengan rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot molekul sebesar 186,22 mempunyai mekanisme kerja yang mempengaruhi permeabilitas membran sel lebih efektif melawan kapang, sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Efektivitas menurun dengan meningkatnya pH, dengan pH optimal 5 – 6 yang tergantung pada jenis makanan. Kadar yang dapat dikonsumsi untuk setiap harinya tidak terbatas, dengan LD 50 secara oral untuk tikus 4 sebesar 2,6 g/kg bobot badan. Batas maksimum penggunaan pada selai dan jeli buah-buahan dengan pemanis buatan sampai 0,1 % sediaan keju olahan 3 g/kg, dapat dipakai secara tunggal maupun campuran dengan asam sorbat dan garamnya, roti 2 g/kg (Saptarini, 2007).
Asam propionat yang mempunyai struktur yang terdiri dari tiga atom karbon tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia dapat memetabolisasi asam propionate ini seperti asam lemak biasa. Propionat efektif terhadap kapang dan beberapa khamir pada makanan dan minuman dengan tingkat keasaman pH di atas 5 (Anonim, 2009c).
Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 terdapat 26 jenis pengawet yang diijinkan untuk ditambahkan ke dalam makanan dan minuman. Jenis pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri dari asam asetat, kalsium asetat, natrium asetat, asam benzoat dan garamnya (kalium benzoat, kalsium benzoat, dan natrium benzoat), asam propionat dan garamnya (kalium propionat, kalsium propionat, dan natrium propionat), asam sorbat dan garamnya (kalium sorbat, kalsium sorbat, dan natrium sorbat), belerang dioksida dan garam sulfit (kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium sulfit, kalsium bisulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, dan natrium sulfit), p-hidroksibenzoat (etil p-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, dan propil p-hidroksibenzoat), lisozim hidroklorida, nitrat (kalium nitrat dan natrium nitrat), dan nitrit (kalium nitrit dan natrium nitrit). Penggunaan pengawet di atas diizinkan ditambahkan dengan jumlah tidak melebihi batas maksimum dan sesuai dengan kategori pangan (Anonim, 2009b).
Pemanfaatan Kalsium Propionat dalam Menghambat Kontaminasi KapangSyncephalastarum racemosum
Penelitian Saptarini (2007) yang membandingkan antara beberapa jenis bahan pengawet antara lain nipagin, nipasol dan kalsium propionat dalam menghambat pertumbuhan kapang Syncephalastarum racemosum. Efek yang diperlihatkan oleh kasium propionat dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Angka Mikroba Dodol Susu dengan Penambahan Bahan Pengawet Kalsium Propionat.
Level Pemberian Kalsium Propionat* | |||||
Awal Inokulasi | 0,05% | 0,1 % | 0,15 % | 0,2 % | |
Angka Mikroba |
1,00 x 10 8
|
1,15 x 107
|
2,75x 104
|
9,5×103
|
1,95×102
|
*lama penyimpanan 10 minggu
Sumber : Penelitian Saptarini (2007)
Pengamatan dilakukan pada minggu 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10, menunjukkan pertumbuhan miselium kapang Syncephalastrum racemosum yang mula-mula berwarna putih dan setelah tua menjadi abu-abu pada permukaan dodol susu dengan konsentrasi pengawet 0,05 % dan 0,10 % pada semua jenis pengawet yang digunakan. Sedangkan pada permukaan dodol susu dengan konsentrasi pengawet 0,15 % dan 0,20 % sampai minggu ke-10 tidak terlihat adanya pertumbuhan miselium kapang.
Terlihat pada Tabel 3 kalsium propionat mulai efektif menghambat pertumbuhan kapang pada level 0,1 %, sehingga dengan demikian pengawet dengan konsentrasi 0,10 % masih dapat digunakan sebagai pengawet dengan hasil yang cukup baik dan memenuhi peraturan pemerintah. Efektifitas pengawet yang ditentukan dari penurunan jumlah satuan pembentuk koloni kapang Syncephalastrum racemosum dibandingkan dengan jumlah satuan pembentuk koloni kapang pada awal inokulasi (minggu ke-0) menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi pengawet yang digunakan maka efektivitas antimikroba dari bahan pengawet tersebut semakin tinggi. Konsentrasi yang paling optimum dan masih memenuhi persyaratan adalah 0,10 % untuk semua pengawet. Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kartadarma, dkk (2002) menggunakan kalsium propionat sebagai pengawet dodol susu dibandingkan dengan nipagin dan nipasol. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan pengawet tersebut dapat mengurangi pertumbuhan kapang sampai di bawah batas maksimum persyaratan yang diizinkan. Kadar pengawet sudah cukup efisien pada jumlah 0,1 persen, terutama terhadap jamur Syncephalastrum racemosum.
Asam propionat dan asam asetat juga berperan sebagai antimikroba terutama kapang dan beberapa bakteri. Asam propionat biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium dan kalsium. Senyawa ini secara alami terdapat di dalam keju Swiss (sampai 1% berat). Asam propionat banyak digunakan dalam produk-produk bakery karena selain menghambat kapang juga menghambat pertumbuhanBacillus mesentricus yang menyebabkan kerusakan ropy bread. Seperti halnya antimikroba yang merupakan asam karboksilat lainnya, asam propionat dalam bentuk tidak terdisosiasi bersifat lebih poten. Toksisitas asam propionat bagi kapang dan sebagian
bakteri diakibatkan oleh ketidakmampuan mikroba-mikroba tersebut dalam memetabolisme rangkaian 3-karbon (Siagian, 2002).
Aktivitas air (Aw) menunjukkan jumlah di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda beda untuk pertumbuhannya, dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembangbiak. Kebanyakan kapang tumbuh pada minimal 0,8 ( Aninom, 2008b).
Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Seperti telah diuraikan di atas, umumnya bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Demikian juga air dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Air yang dibutuhkan untuk terjadinya berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu, dengan menambahkan gula, garam, dan senyawa sejenis lainnya jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut, dan makanan menjadi awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi. Makanan seperti ini disebut makanan semi basah, misalnya jem, jeli dan sejenisnya ( Anonim, 2008a).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan mengenai penambahan bahan pengawet kalsium propionat dalam menghambat kontaminasi kapang Syncephalastrum racemosum pada dodol susu, maka diperoleh kesimpulan bahwa Kalsium propionat mulai efektif menghambat kontaminasi kapangSyncephalastrum racemosum pada kadar 0,1%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Sossis Kedelai, keju kedelai (Sufu), dodol susu, edible film (pengemas edible), pewarna merah (Angkak). Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.IPB, Bogor. Diakses tanggal 30 Oktober 2009.
Anonim, 2004. Panduan pelaksanaan kegiatan kesehatan masyarakat veteriner. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan.Departemen Pertanian,http://www.deptan.go.id. Di akses pada 10 April 2009.
Anonim, 2007. Standar Nasional Dodol. Http:// www.Dewan Standarisasi Nasional.go.id.
Anonim, 2008a. Dasar pengawetan pangan. Copyright @ www.ilmupangan.com. Diakses tanggal 24 November 2009.
Anonim, 2008b. mikrobiologi pangan. . Copyright @ www.ilmupangan.com. Diakses tanggal 19 November 2009.
Anonim, 2009a. Pengawet makanan yang di izinkan. Wartamedika sehat dengan membaca. Diakses tanggal 24 November 2009.
Anonim, 2009b. BTP Pengawet. Pusat Informasi Produk Makanan dan Minuman. Powered by Smart Media Solusindo. Diakses tanggal 24 November 2009.
Anonim, 2009c . BPT Pengawet. Den online. Astrik.com. Diakses tanggal 24 November 2009.
Akib, 2008. Zat pengawet yang dibolehkan.Http:// www. Milis- nakita.dear nakita-ers. Laporan dari Bio Farmaka Research Center IPB Bogor. Diakses tanggal 16 Oktober 2009.
Arif, 2008. Konsep bahan tambahan pangan (BTP).http://www.info’s mas Hendra Weblog.filed under kesehatan. Diakses tanggal 16 Oktober 2009.
Fardiaz, 1992. Mikrobiologi Pangan I.Gramedia, Jakarta.
Hilmansyah, 2008. Meminimalkan bahaya zat-zat aditif pada makanan. http://www.duniasoccer.com. Magazine Division – Kompas Gramedia. Diakses tanggal 16 Oktober 2009.
Hudaya, 2009. Pelatihan pengolahan hasil pertanian dan pengawetan pangan. Http://www.Greenworld. Diakses tanggal 16 Oktober 2009.
Saptarini, 2007. Pengaruh penambahan pengawet (Nipagin, Nipasol dan Kalsium Propionat) terhadap pertumbuhan kapang Syncephalastrum racemosum pada dodol susu.pdf. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Bandung. Diakses tanggal 15 Oktober 2009.
Siagian, 2002. Bahan tambahan makanan.pdf. Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara.digitized by USU digital library. Diakses tanggal 24 November 2009.
Suhajati, 1995. Jamur kontaminan pada dodol Garut produk salah satu industri di Garut.JBPTITBBI Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Bandung. Diakses tanggal 30 Oktober 2009.
Kartadarma, Atmawidjaja, Saptarini, 2002. Penggunaan kalsium propionat sebagai pengawet dodol Susu. Acta Pharmaceutica Indonesia ISSN 0216-616X Vol.27 ITB. Diakses tanggal 20 Oktober 2009.
Khomsan, 2004. Makanan dan minuman kemasan, amankah?. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta IPB. Diakses tanggal 16 Oktober 2009.
No comments:
Post a Comment