A. TUJUAN
Dapat menguasai prinsip dan prosedur analisis kuantitatif dengan metode volumetri dan gravimetri.
B. PRINSIP
Titrasi asam basa memiliki prinsip netralisasi dan gravimetri adalah penentuan jumlah zat atau kadar berdasar penimbangan berat.
C. TEORI DASAR
Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan senyawa gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dapat dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsur – unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan berbagai cara, seperti : metode pengendapan; metode penguapan; metode elektroanalisis; atau berbagai macam cara lainya. Pada prakteknya 2 metode pertama adalah yang terpenting, metode gravimetri memakan waktu yang cukup lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu faktor – faktor pengoreksi dapat digunakan (Khopkar,1999).
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1994).
Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan cara sebagai berikut. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap yang sesuai. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan, dan setelah itu ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari faktor stoikiometrinya. Hasilnya disajikan sebagai persentase bobot zat dalam cuplikan semua (Rivai,1994).
Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti
aA + R → AaRr
dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya, yakni AaRr, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bias ditimbang setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium biasa ditetapkan secara gravimetri melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat tersebut menjadi kalsium oksida, dengan reaksi:
Ca2 + CaO42- → CaC2O4(S)
CaC2O4 → CaO(S) + CO2 (g) + CO(g)
Pemisahan unsur atau senyawa dari senyawa atau larutan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara atau metode analisa gravimetri. Beberapa metode analisa gravimetri sebagai berikut :
Metode pengendapan
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam – logam.
Metode peguapan atau pembebasan ( gas )
Metode elektroanalisis
Metode ekstraksi dan kromatogravi
Pada percobaan yang dilakukan praktikan menggunakan cara pengendapan.
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaan itu kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan cara menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,1994).
Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan cara sebagai berikut. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap yang sesuai. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan, dan setelah itu ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari faktor stoikiometrinya. Hasilnya disajikan sebagai persentase bobot zat dalam cuplikan semua (Rivai,1994).
Suatu metode analisis gravimetri biasanya didasarkan pada reaksi kimia seperti
aA + R → AaRr
dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan r molekul reagennya R. Produknya, yakni AaRr, biasanya merupakan suatu substansi yang sedikit larut yang bias ditimbang setelah pengeringan, atau yang bisa dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui, untuk kemudian ditimbang. Sebagai contoh, kalsium biasa ditetapkan secara gravimetri melalui pengendapan kalsium oksalat dan pembakaran oksalat tersebut menjadi kalsium oksida, dengan reaksi:
Ca2 + CaO42- → CaC2O4(S)
CaC2O4 → CaO(S) + CO2 (g) + CO(g)
Pemisahan unsur atau senyawa dari senyawa atau larutan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara atau metode analisa gravimetri. Beberapa metode analisa gravimetri sebagai berikut :
Metode pengendapan
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam – logam.
Metode peguapan atau pembebasan ( gas )
Metode elektroanalisis
Metode ekstraksi dan kromatogravi
Pada percobaan yang dilakukan praktikan menggunakan cara pengendapan.
2.2GRAVIMETRI PENGENDAPAN
Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna.
Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang.
Syarat – syarat senyawa yang di timbang :
Stokiometri
Mempunyai kestabilan yang tinggi
Faktor gravimetrinya kecil
Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut :
1.Memilih pelarut sampel
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam – logam.
2.Pengendapan analit
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna.
Misalnya : Ca+2 + H2C2O4 => CaC2O4 (endapan putih)
3.Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan.
4.Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan (Day and Underwood, 2002).
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1.Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
2.Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat.
Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan (Day and Underwood, 2002).
Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif.
Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya (Hardjadi, 1993).
Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam zat. Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak kecil, halus melainkan besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis (Harjadi, 1993).
Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi 2 macam :
(1) Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapnya anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang biasa disebut dengan gravimetri.
(2) Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut dengan elektrogravimetri.
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang mengandung sejumlah kecil ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat (Day and Underwood, 2002).
Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotop-isotop radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk bisa sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu :
1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun enapan mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin selama tahap awal-awal pengendapan
2. Pencucian
3. Pencernaan
4. Pengendapan kembali
Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor (impurities) bila partikel-partikelnya kecil. Dengan bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan pengepungan (acclusian). Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar pengotor. Pengotor yang terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat disempurnakan dengan pencernaan (Day and Underwood, 2002).
Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan dianalisa. Hasil reaksi ini dapat : sisa bahan, atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang terbentuk dari bahan yang diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan (Harjadi, 1993).
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar larutan jenuhnya. Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarutnya (Svehla, 1990).
Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai analit dalam sampel dihitung. Maka persentase analit A adalah:
%A = Bobot A x 100 %
Bobot sample
atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu:
fg = BA atom A x 100 %
BM endapan
Maka, persentase analitnya:
%A = Berat endapan x faktor gravimetri (fg) x 100%
berat sampel
Dalam cara evolusi bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas; caranya dapat dengan memanaskan bahan tersebut, atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada umumnya yang dicari ialah banyaknya gas yang terjadi. Cara mencari jumlah gas tersebut adalh sebagai berikut :
1. Tidak langsung
Dalam hal ini analatlah yang ditinbang setelah bereaksi; berat gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan sesudah reaksi.
2. Langsung
Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas yang bersangkutan. Sebenarnya yang ditimbang ialah bahan penyerap itu yaitu sebelum dan sesudah penyerapan sedangkan berat gas diperoleh dari selisih kedua penimbangan (Harjadi, 1993).
Dalam cara pengendapan, analat sekarang direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetric dibedakan menjadi dua macam:
1. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi endapan biasanya berupa senyawa. Baik anion dan kation dari analat mungkin diendapkan. Bahan pengendapnya mungkin organik atau anorganik.
2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkatan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebgai endapan. Cara ini disebut dengan elektrogravimetri (Harjadi, 1993).
Gravimetri pengndapan adalah merupakan gravimetri yang mana komponen yang hendak didinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut atau mengendap dengan sempurna.
Bahan yang akan ditentukan di endapkan dalam suatu larutan dalam bentuk yang sangat sedikit larut agar tidak ada kehilangan yang berarti bila endapan disaring dan ditimbang.
Syarat – syarat senyawa yang di timbang :
Stokiometri
Mempunyai kestabilan yang tinggi
Faktor gravimetrinya kecil
Adapun beberapa tahap dalam analisa gravimetri adalah sebagai berikut :
1.Memilih pelarut sampel
Pelarut yang dipilih harus lah sesuai sifatnya dengan sampel yang akan di larutkan,
Misalnya : HCl, H2SO4, dan HNO3 digunakan untuk melarutkan sampel dari logam – logam.
2.Pengendapan analit
Pengendapan analit dilakukan dengan memisahkan analit dari larutan yang mengandungnya dengan membuat kelarutan analit semakin kecil, dan pengendapan ini dilakukan dengan sempurna.
Misalnya : Ca+2 + H2C2O4 => CaC2O4 (endapan putih)
3.Pengeringan endapan
Pengeringan yang dilakukan dengan panas yang disesuaikan dengan analitnya dan dilakukan dengan sempurna. Disini kita menentukan apakah analit dibuat dalam bentu oksida atau biasa pada karbon dinamakan pengabuan.
4.Menimbang endapan
Zat yang ditimbang haruslah memiliki rumus molekul yang jelas
Biasanya reagen R ditambahkan secara berlebih untuk menekan kelarutan endapan (Day and Underwood, 2002).
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1.Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
2.Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan diperoleh hasil yang galat.
Persyaratan yang kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang disebabkan faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Masalahnya mendapatkan endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problema utama. Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukkan dan sifat-sifat endapan, dan diperoleh cukup banyak pengetahuan yang memungkinkan analis meminimumkan masalah kontaminasi endapan (Day and Underwood, 2002).
Dalam analisa gravimetri penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini didapatkan sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa. Dalam cara pengendapan, zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetrik dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia. Untuk memisahkan endapan dari larutan induk dan cairan pencuci, endapan dapat disaring. Endapan grevimetri yang disaring kertas tidak dapat dipisahkan kembali secara kuantitatif.
Sudah dijelaskan bahwa dalam analisa gravimetri, penentuan jumlah zat didasarkan pada penimbangan. Dalah hal ini, penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang dianalisa direaksikan. Hasil reaksi ini dapat berupa sisa bahan atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang dibentuk dari bahan yang dianalisa tersebut. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri yaitu cara evolusi dan cara pengendapannya (Hardjadi, 1993).
Endapan murni adalah endapan yang bersih, artinya tidak mengandung molekul-molekul lain (zat-zat lain yang biasanya disebut pengotor atau kontaminan). Pengotor oleh zat-zat lain mudah terjadi, karena endapan timbul dari larutan yang berisi macam-macam zat. Sedangkan endapan kasar adalah endapan yang butir- butirnya tidak kecil, halus melainkan besar. Hal penting untuk kelancaran penyaringan dan pencucian endapan. Adapun tujuan dari pencucian endapan adalah untuk menyingkirkan kotoran yang teradsorpsi pada permukaan endapan maupun yang terbawa secara mekanis (Harjadi, 1993).
Gravimetri dengan cara pengendapan, analat direaksikan sehingga terjadi suatu pengendapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi 2 macam :
(1) Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan sutau pereaksi, endapan biasanya berupa senyawa. Baik kation maupun anion dari analat mungkin diendapkan, bahan pengendapnya anorganik mungkin pula organik. Cara inilah yang biasa disebut dengan gravimetri.
(2) Endapan dibentuk dengan cara elektrokimia, dengan perkataan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini biasa disebut dengan elektrogravimetri.
Salah satu masalah yang paling sulit dihadapi oleh para analis adalah menggunakan endapan sebagai cara pemisahan dan penentuan gravimetrik adalah memperoleh endapan tersebut dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Zat-zat yang normalnya mudah larut dapat diturunkan selama pengendapan zat yang diinginkan dengan suatu proses yang disebut kopresipitasi. Misalnya, bila asam sulfat ditambahkan pada barium klorida yang mengandung sejumlah kecil ion nitrat, endapan barium sulfat yang diperoleh mengandung barium nitrat. Maka dikatakan bahwa nitrat tersebut terkorosipitasi dengan sulfat (Day and Underwood, 2002).
Kontresipitasi merupakan suatu fenomena yang ahli-ahli kimia analitik biasanya coba hindari. Namun, fakta bahwa endapan cenderung mengabsorpsi zat-zat asing tidak selalu mengganggu; kopresipitasi telah digunakan secara luas untuk mengisolasi runut isotop-isotop radio aktif. Ketika isotop-isotop ini dibentuk dalam reaksi uklir. Jumlah yang terbentuk bisa sangat kecil, dan prosedur pengendapan umumnya gagal pada konsentrasi yang sangat kecil. Untuk meminimalisirkan kopresipitasi dapat digunakan beberapa prosedur dibawah ini, yaitu :
1. Metode penambahan pada kedua reagen, jika diketahi bahwa baik sampel maupun enapan mengandung suatu ion yang mengotori, larutan yang megandung ion tersebut dapat ditambahkan pelarut lain, dengan cara ini konsentrasi pencemaran dijaga serendah mungkin selama tahap awal-awal pengendapan
2. Pencucian
3. Pencernaan
4. Pengendapan kembali
Suatu endapan kristalin, seperti BaSO4, kadang-kadang mengabsorpsi pengotor (impurities) bila partikel-partikelnya kecil. Dengan bertumbuhnya ukuran partikel, pengotor tersebut bisa tertutup dalam kristal. Kontaminasi jenis ini disebut dengan pengepungan (acclusian). Untuk membedakan dari kasus dimana padatan tidak tumbuh di sekitar pengotor. Pengotor yang terkepung tidak dapat dipindahkan dengan mencuci endapan tersebut, tetapi mutu endapan tersebut seringkali dapat disempurnakan dengan pencernaan (Day and Underwood, 2002).
Dalam hal ini penimbangan hasil reaksi setelah bahan yang direaksikan dianalisa. Hasil reaksi ini dapat : sisa bahan, atau suatu gas yang terjadi, atau suatu endapan yang terbentuk dari bahan yang diananlisa itu. Berdasarkan macam hasil yang ditimbang itu dibedakan cara-cara gravimetri; cara evolusi dan cara pengendapan (Harjadi, 1993).
Banyak sekali reaksi yang digunakan dalam analisis kualitatif melibatkan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristalin atau koloid, dan dapat dilakukan dengan penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar larutan jenuhnya. Kelarutan suatu zat tergantung pada berbagai kondisi, seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan- bahan lain dalam larutan itu, dan komposisi pelarutnya (Svehla, 1990).
Dalam prosedur gravimetrik yang lazim suatu endapan ditimbang dan darinya nilai analit dalam sampel dihitung. Maka persentase analit A adalah:
%A = Bobot A x 100 %
Bobot sample
atau, jika kita tentukan faktor gravimetrik endapan, yaitu:
fg = BA atom A x 100 %
BM endapan
Maka, persentase analitnya:
%A = Berat endapan x faktor gravimetri (fg) x 100%
berat sampel
Dalam cara evolusi bahan direaksikan sehingga timbul suatu gas; caranya dapat dengan memanaskan bahan tersebut, atau mereaksikan dengan suatu pereaksi. Pada umumnya yang dicari ialah banyaknya gas yang terjadi. Cara mencari jumlah gas tersebut adalh sebagai berikut :
1. Tidak langsung
Dalam hal ini analatlah yang ditinbang setelah bereaksi; berat gas diperoleh sebagai selisih berat analat sebelum dan sesudah reaksi.
2. Langsung
Gas yang terjadi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan yang khusus untuk gas yang bersangkutan. Sebenarnya yang ditimbang ialah bahan penyerap itu yaitu sebelum dan sesudah penyerapan sedangkan berat gas diperoleh dari selisih kedua penimbangan (Harjadi, 1993).
Dalam cara pengendapan, analat sekarang direaksikan sehingga terjadi suatu endapan dan endapan itulah yang ditimbang. Atas dasar cara membentuk endapan, maka gravimetric dibedakan menjadi dua macam:
1. Endapan dibentuk dengan reaksi antara analat dengan suatu pereaksi endapan biasanya berupa senyawa. Baik anion dan kation dari analat mungkin diendapkan. Bahan pengendapnya mungkin organik atau anorganik.
2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkatan lain analat dielektrolisa, sehingga terjadi logam sebgai endapan. Cara ini disebut dengan elektrogravimetri (Harjadi, 1993).
2.3 ZAT PENGENDAP ORGANIK
Reagensia organik merupaka bahan untuk membantu proses pemisahan satu atau lebih ion anorganik dari campuran, yang mana ion – ion ini biasanya mengghasilkan senyawaan yang angat sedikit dapat larut dan sering kali berwarna. Reagensia organik disebut juga zat pengendap organik. Zat pengendap organik yang digunakan haruslah ideal, artinya pengendap organik tersebut bersifat spesifik, yaitu harus membari endapan dengan hanya satu endapan tertentu.
Reagensia organik merupaka bahan untuk membantu proses pemisahan satu atau lebih ion anorganik dari campuran, yang mana ion – ion ini biasanya mengghasilkan senyawaan yang angat sedikit dapat larut dan sering kali berwarna. Reagensia organik disebut juga zat pengendap organik. Zat pengendap organik yang digunakan haruslah ideal, artinya pengendap organik tersebut bersifat spesifik, yaitu harus membari endapan dengan hanya satu endapan tertentu.
Analisis kuantitatif adalah pengolahan data dengan kaidah-kaidah matematik terhadap data angka atau numeric. Angka dapat merupakan representasi dari suatu kuantita maupun angka sebagai hasil konversi dari suatu kualita, yakni data kualitatif yang dikuantifikasikandalam hal ini metode analisis bertujuan untuk menetapkan kadar suatu sampel. Ada 2 (dua) contoh teknik analisis kuantitatif yang sering dilakukan adalah volumetri dan gravimetri,titrasi asam basa merupakan bagian dari analisis volumetri. (Zulfikar 2010)
1. Volumetri
Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel melalui perhitungan volume. Sehingga dalam teknik alat pengukur volume menjadi bagian terpenting, dalam hal ini buret adalah alat pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis volumetric. Penetapan sampel dengan analisa volumetri didasari pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia, seperti dibawah ini cara ini sering disebut juga dengan titrasi.Untuk proses titrasi zat analit (A) dengan pereaksi (S) atau larutan standar, mengikuti reaksi :
a A + b S → hasil
dimana a adalah molekul analit (A) yang bereaksi dengan b molekul pereaksi (S) atau larutan standar.Pereaksi (S), disebut juga dengan titran. Posisi titran atau larutan standar ada didalam buret, yang selanjutnya kita tambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan analit (A) yang ada dalam Erlenmeyer, dengan cara membuka kran yang ada dalam buret penambahan titran dilakukan sampai jumlah larutan analit dan titran mencapai titik ekivalen. Secara umum tidak ada jumlah titran berlebih yang digunakan kecuali pada titrasi balik.
Dalam larutan analit (A) kita menambahkan zat indikator yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi sempurna dari analit dengan pereaksi dengan adanya perubahan warna dari indikator.
Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks merupakan pasangan asam basa konjugasi dalam konsentrasi yang kecil indikator tidak akan mempengaruhi pH larutan. Indikator memiliki dua warna yang berbeda ketika dalam bentuk asam dan dalam bentuk basanya. Dimana bentuk indikator yang terdisosiasi berbeda dengan bentuk yang tidak terdisosiasi .Bila indikator asam dilambangkan HI dan indikator basa IOH maka dapat dinyatakan dalam persamaan
HI™→ H++I- dimana HI bentuk tidak terdisosiasi ,H+ sebagai asam dan I- sebagai bentuk terdisosiasi basa. Adapaun IOH™→OH-+I+ dimana IOH bentuk terdisosiasi , OH- basa dan I+ bentuk terdisosiasi asam.
Perubahan warna ini yang sangat bermanfaat, sehingga dapat dipergunakan sebagai indicator pH dalam titrasi. Indikator yang sering dipergunakan dalam titrasi disajikan sebagai berikut :
No
|
Nama Indikator
|
Perubahan Warna
|
Range PH
| |
Dari
|
Ke
| |||
1
|
Timol Biru
|
Merah
|
Kuning
|
1,2 – 2,8
|
2
|
2,6 Dinitrofenol
|
Tak berwarna
|
Kuning
|
2,0 – 4,0
|
3
|
Metil kuning
|
Merah
|
Kuning
|
2,9 – 4,0
|
4
|
Bromofenol biru
|
Kuning
|
Biru
|
3,0 – 4,6
|
5
|
Metil jingga
|
Merah
|
Kuning
|
3,1 – 4,4
|
6
|
Bromkresol hijau
|
Kuning
|
Biru
|
3,8 – 5,4
|
7
|
Metil merah
|
Merah
|
Kuning
|
4,2 – 6,2
|
8
|
Lakmus
|
Merah
|
Biru
|
5,0 – 8,0
|
9
|
Metil ungu
|
Ungu
|
Hijau
|
4,8 – 5,4
|
10
|
p-Nitrofenol
|
Tak berwarna
|
Kuning
|
5,6 – 7,6
|
11
|
Bromtimol biru
|
Kuning
|
Biru
|
6,0 – 7,6
|
12
|
Fenol merah
|
Kuning
|
Biru
|
6,8 – 8,4
|
13
|
Fenolftalein
|
Tak berwarna
|
Merah
|
8,0 – 9,6
|
14
|
Timolftalein
|
Tak berwarna
|
Biru
|
9,3 – 10,6
|
15
|
Alizarien kuning R
|
Kuning
|
Violet
|
10,1 – 12,0
|
16
|
1,3,5-Trinitrobenzena
|
Tak berwarna
|
Orange
|
12,0 – 14,0
|
Pada kasus tertentu dapat digunakan indikator campuran dengan tambahan pewarna tertentu sehingga menghasilkan perubahaan warna yang kurang cukup jelas.Adapun jenis titrasi asam basa yaitu :
a. Titrasi langsung asam kuat oleh basa kuat
b. Titrasi langsung asam lemah oleh basa kuat
c. Titrasi langsung basa kuat oleh asam kuat
d. Titrasi langsung basa lemah oleh basa kuat.
e. Titrasi kembali umumnya digunakan untuk :
· Senyawa yang mudah menguap jika dititrasi langsung (amoniak)
· Senyawa yang sukar larut (kalsium karbonat). Cara : senyawa dikocok dengan air ,ditambah pereaksi berlebih,kelebihan pereaksi dititrasi kembali
· Senyawa yang hanya bereaksi cepat jika ada pereaksi berlebih (asam laktat)
· Senyawa yang membutuhkan pemanasaan ,sedangkan pereaksi yang digunakan terurai oleh pemanasan.
Pada saat perubahan warna, maka telah terjadi reaksi sempurna antara analit dengan pereaksi dan pada kondisi ini terjadi kesetaraan jumlah molekul zat yang bereaksi sesua dengan persamaan reaksinya. Dari percobaan seperti ini kita dapat informasi awal, yaitu konsentrasi dan volume dari pereaksi atau larutan standar.
Perhitungan atau penetapan analit didasari pada keadaan ekivalen dimana ada kesetaraan zat antara analit dengan pereaksi, sesuai dengan koofisien reaksinya. Kesetaraan tersebut dapat disederhanakan kedalam persamaan :
N(s).V(s)=N(a).V(a).
Dimana, N(s) : Normalitas dari larutan standar(titran) , V(s) : Volume dari larutan standar (titran) , V(a) : Volume yang diketahui , N(a) Normalitas yang akan dicari.
2. Gravimetri
Analisis gravimetri adalah suatu teknik analitis yang didasarkan pada pengukuran massa. Salah satu jenis percobaan analisis gravimetrik melibatkan pembentukan,isolasi,dan penentuan massa suatu endapan.Prosedur ini umumnya diterapkan pada senyawa ionik. Suatu sampel zat yang tidak diketahui komposisinya dilarutkan didalam air dan dibiarkan bereaksi dengan zat lain sehingga membentuk endapan.Endapan tersebut disaring,dikeringkan, dan ditimbang. Dengan mengetahui massa dan rumus kimia endapan yang terbentuk ,kita dapat menghitung massa komponen kimia tertentu (yaitu anion atau kation) dari sampel awal . Dari massa komponen dan sampel awal,didapat menentukan persen komposisi massa komponen dalam senyawa awal. (Raymond Chang,2004)
Dalam menentukan keberhasilan metode gravimetri ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Proses pemisahan hendaknya cukup empurna sehingga kuantitas analit yang tak terendapkan secara analitis tak dapat dideteksi (biasanya 0,1 mg atau kurang dalam menentukan penyusunan utama dalam suatu makro)
b. Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni,atau sangat hampir murni. (Day dan Underwood, 2002)
Hasil reaksi ini didapatkan berupa sisa bahan suatu gas yang dibentuk dari bahan yang dianalisa.Dalam cara pengendapan , zat direaksikan dengan menjadi endapan dan ditimbang. Atas dasar membentuk endapan, maka gravimetri dibedakan menjadi 2 (dua) macam , yaitu : endapan dibentuk dengan reaksi antara zat dengan suatu pereaksi dan endapan yang dibentuk dengan elektrokimia.
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat – Alat :
a. Neraca Analitik
b. Erlenmeyer
c. Biuret
d. Statip
e. Crus proselin
f. Eksikator
g. Oven
2. Bahan :
a. Aquadest
b. HCl(Asam Klorida)
c. NaOH(Natrium Hidroksida)
d. H2C2O4 (Asam Oksalat)
e. Indikator PP
E. PROSEDUR
1. Percobaan pertama titrasi asam basa
a. Dimasukan 10 mL Asam oksalat (H2C2O4) ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet volume lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator PP. Kemudian dimasukan (NaOH) Natrium hidroksida 0,1 M ke dalam biuret. Buka kran biuret lalu diteteskan sedikit demi sedikit (NaOH) Natrium Hidroksida ke dalam Asam Oksalat (H2C2O4) yang terdapat dalam erlenmeyer. Dihentikan penambahan (NaOH) Natrium Hidroksida apabila warna larutan pada erlenmeyer berubah dari bening (tak berwarna) menjadi pink atau merah ungu
b. Dimasukan 10 mL Asam klorida (HCl) ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet volume lalu ditambahkan 2-3 tetes indikator PP. Kemudian dimasukan (NaOH) Natrium hidroksida 0,1 M ke dalam biuret. Buka kran biuret lalu diteteskan sedikit demi sedikit (NaOH) Natrium Hidroksida ke dalam Asam Klorida (HCl) yang terdapat dalam erlenmeyer. Dihentikan penambahan (NaOH) Natrium Hidroksida apabila warna larutan pada erlenmeyer berubah dari bening (tak berwarna) menjadi pink atau merah ungu.
2. Percobaan kedua gravimetri
Dimasukan crus porselin kedalam oven selama 10 (sepuluh) menit lalu didinginkan pada eksikator selama 5 (lima) menit. Kemudian ditimbang pada neraca analitik lalu catat lah berat crus porselin kosong tersebut. Dimasukan kedalam crus porselin kosong tadi yang sudah dipanaskan itu (BaCl2) Barium klorida seberat 1 (satu) gram dilalkukan penimbangan kembali pada neraca analitik dilakukan pencatatan berat tersebut. Kemudian dimasukan kembali ke dalam oven selama 10 (sepuluh) menit dan didinginkan pada eksikator dan ditimbang menggunakan neraca analitik. Dilakukan pengulangan agar diperoleh berat konstan.
Rumus yang digunakan :
Berat crus porselin kosong = a gram
Berat crus porselin + BaCl2 x H2O kering = b gram
Berat BaCl2 x H2O Basah = (b-a) = c gram
Berat crus porselin + BaCl2 x H2O kering = d gram
Berat BaCl2 x H2O kering = (d-a) = e gram
Masssa air H2O = (c-e) = f gram
BM x H2O = 18 g/mol
Massa x H2O = Massa BaCl2 x H2O
| |
BM x H2O
|
BM BaCl2 x H2O
|
f gram = c gram
| |
BM x H2O
|
BM BaCl2 x H2O
|
Ar Ba = 137,34 g/mol
Ar Cl = 35,5 g/mol
Ar BaCl2 = 208,34 g/mol
BM BaCl2 = (BM BaCl2 x H2O) – Ar BaCl2
= h gram
1 molekul H2O = 18 g/mol
X = h g/mol : 18 g/mol
= i molekul
F. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan kuantitatif
1. Titrasi asam basa
a. Titrasi asam oksalat ( H2C2O4) dengan natrium hidroksida (NaOH)
Titrasi
|
Volume Awal
|
Volume Akhir
|
Volume Pemakaian
|
1
|
0 mL
|
9,5 mL
|
9,5 mL
|
2
|
9,5 mL
|
19,1 mL
|
9,6 mL
|
3
|
19,1 mL
|
28,8 mL
|
9,7 mL
|
Rumus normalitas : V1.N1=V2.N2
· 10,1.0,1 = 9,5 N2
N2= 0,1053 N (1)
· 10,01.0,1 = 9,6 N2
N2 = 0,1042 N (2)
· 10,01.0,1 = 9,7 N2
N2 = 0,2439 N (3)
N H2C2O4 = (0,1053 + 0,1042 + 0,2439)/3
= 0,2439 N
Hasil pengamatan titrasi H2C2O4 (asam oksalat) dengan NaOH (natrium hidroksida)
Keterangan Gambar
| ||
Titrasi ke 1 (satu)
|
Titrasi ke 2 (dua)
|
Titrasi ke 3 (tiga)
|
b. Titrasi asam klorida (HCl) dengan natrium hidroksida (NaOH)
Titrasi
|
Volume Awal
|
Volume Akhir
|
Volume Pemakaian
|
1
|
7,6 mL
|
17,3 mL
|
9,7 mL
|
2
|
17,3 mL
|
27,1 mL
|
9,8 mL
|
3
|
27,1 mL
|
36,9 mL
|
8,8 mL
|
Rumus normalitas : V1.N1=V2.N2
· 10,1.0,1 = 9,5 N2
N2= 0,1053 N (1)
· 10,01.0,1 = 9,6 N2
N2 = 0,1042 N (2)
· 10,01.0,1 = 9,7 N2
N2 = 0,2439 N (3)
N H2C2O4 = (0,1053 + 0,1042 + 0,2439)/3
= 0,2439 N
Hasil pengamatan titrasi HCl (asam klorida) dengan NaOH (natrium hidroksida)
Keterangan Gambar
| ||
Titrasi ke 1 (satu)
|
Titrasi ke 2 (dua)
|
Titrasi ke 3 (tiga)
|
2. Gravimetri
Berat crus porselin kosong = 31,4009 gram
Berat crus porselin + BaCl2 x H2O kering = 32,4127 gram
Berat BaCl2 x H2O Basah = (32,4127-31,4009)
= 1,0127 gram
Berat crus porselin + BaCl2 x H2O kering = 32,3715 gram
Berat BaCl2 x H2O kering = (32,3715-31,4009)
= 0,9715 gram
Masssa air H2O = (1,0127-0,9715)
= 0,0412 gram
BM x H2O = 18 g/mol
0,0412 gram = 1,0127 gram
| |
18
|
BM BaCl2 x H2O
|
BM BaCl2 x H2O = 442,44 g/mol
Ar Ba = 137,34 g/mol
Ar Cl = 35,5 g/mol
Ar BaCl2 = 208,34 g/mol
BM BaCl2 = (442,44) – 208,34
= 234,1 g/mol
1 molekul H2O = 18 g/mol
X = 234,4 g/mol : 18 g/mol
= 13,02 molekul
Hasil pengamatan gravimetri
Keterangan Gambar
| ||
Proses dalam oven
|
Proses dalam eksikator
|
Proses penimbangan
|
G. PEMBAHASAN
Dalam praktikum analisi kuantitatif yang terdiri dari 2 (dua) percobaan yang terdiri dari volumetri (titrasi asam basa) dan gravimetri. Pada percobaan volumetri dilakukan secara kuantitatif yaitu penambahan H2C2O4 (Asam oksalat) dengan normalitas 0,1N sebanyak 10 mL pada erlenmeyer yang ditambahkan indikator PP,indikator disini adalah sebagai zat penunjuk yang dapat membedakan larutan asam atau basa sedangkan NaOH (Natrium hidroksida) dimasukan dalam biuret. Setelah dilakukan penetesan sedikit demi sedikit NaOH (natrium hidroksida) pada H2C2O4 (Asam oksalat) yang ada pada erlenmeyer terjadi perubahaan warna pada erlenmeyer yang berawal tidak berwarna atau bening menjadi pink atau merah ungu hal ini disebabkan indikator PP yang berfungsi sebagai zat penunjuk dikarenakan terjadinya perubahan PH yang signifikan pada H2C2O4 (Asam oksalat) . perubahan ini sesuai dengan prinsip percobaan yaitu terjadi netralisasi karena pencampuran asam dengan basa menghasilkan garam dengan air. Pada titrasi ini diperoleh volume akhir 9,5ml pada titrasi pertama , pada titrasi ke 2 (dua) diperoleh volume 19,1 mL maka volume pemakaian adalah selisih dari volume akhir kedua dikurangi volume akhir pertama maka didapat volume pemakaian 9,6 mL sedangkan pada titrasi ke 3 (tiga) diperoleh volume akhir sebanyak 28,8 mL maka volume pemakaian yang didapat sebanyak 9,7 mL. Dilakukan perhitungan dengan rumus normalitas V1N1=V2N2 dengan V1 adalah 10mL H2C2O4 (Asam oksalat) dan N1 adalah 0,1 N dan V2 adalah volume pemakaian NaOH pada percobaan tadi dan N2 adalah nilai normalitas NaOH yang dicari. N2 yang diperoleh setelah perhitungan adalah 0,1053 N , 0,1042 N , dan 0,1031 N . maka didapat normalitas rata – rata dari jumlah nilai normalitas yang ada dibagi 3 (tiga) dan didapat 0,2439 N. Dikarenakan NaOH tidak stabil dan mudah terkontaminasi bila berhubunngan langsung dengan udara terbuka sehingga dapat menghasilkan senyawa baru yaitu Na2CO3oleh sebab itu diperlukan pembakuan terlebih dahulu atau standarisasi begitupun dengan H2C2O4 (Asam oksalat) yang harus terlebih dahulu dibakukan. Percobaan titrasi asam – basa kedua yaitu dengan merubah zat yang dianalisis dengan 10 mL HCl (asam klorida) dan titran adalah NaOH (Natrium hidroksida). Diperlakukan hal yang sama seperti titrasi H2C2O4 (Asam oksalat) dengan NaOH (natrium hidroksida) sebelumnya. Diperoleh data sebagai berikut : titrasi pertama diperoleh volume awal 7,6 mL , volume akhir 17,3 dan diperoleh volume pemakaian yaitu sebanyak 9,7 mL. Pada titrasi ke 2 (dua) volume akhir didapat 27,1 mL maka didapat selisih volume akhir kedua dikurang volume akhir titrasi pertama sehingga diperoleh volume pemakaian sebanyak 9,8 mL sedangkan pada titrasi 3(tiga) diperoleh volume akhir 36,9 mL sehingga volume pemakain yang didapat adalah 8,8 mL. Dengan rumus menggunakan perhitungan V1N1=V2N2 dengan V1 adalah 10mL HCl (Asam klorida) dan N2 adalah nilai normalitas NaOH bernilai 0,2439 N dan V2 adalah volume pemakaian NaOH pada percobaan tadi dan N1 adalah nilai normalitas HCl yang dicari. N1 yang diperoleh setelah perhitungan adalah 0,2366 N , 0,2390 N , dan 0,2146 N . maka didapat normalitas rata – rata dari jumlah nilai normalitas yang ada dibagi 3 (tiga) dan didapat 0,5471 N. Namun percobaaan kali ini masih dikatakan belum sempurna karena selisih normal titrasi adalah 0,2 mL. Hal ini mungkin dikarenakan faktor ketelitian manusia yang terbatas dan penambahan titran yang berlebih.
Dalam percobaan yang ke 2 (dua) adalah gravimetri tahap yang pertama yaitu dimasukannya terlebih dahulu crus porselin kosong kedalam oven yang memili suhu 105,3oC selama 10 (sepuluh) menit hal ini dilakukan agar hilangnya kadar air yang masih terdapat pada crus porselin. Setelah 10 (sepuluh) menit kemudian diambil menggunakan tang crus yang telah disediakan lalu dimasukan kedalam eksikator selama 5(lima) menit hal ini bertujuan agar kadar air yang telah diuapkan oleh oven diabsorpsi oleh silica gel yang terdapat didalam eksikator. Kemudian segera ditimbang menggunakan neraca analitik karena apabila dibiarkan lama – lama dalam udara terbuka kadar air yang telah hilang dapat kembali lagi. Lalu diperoleh berat crus porselin kosong seberat 31,4 g setelah itu dilakukan penambahan 1,0 g BaCl2. Kemudian ditimbang kembali pada neraca analitik dan didapat berat crus + BaCl2xH2O basah seberat 32,4127 g. Kemudian dimasukan kembali ke dalam oven selama 10 (sepuluh) menit untuk dipanaskan dan diambil kembali kedalam eksikator selama 5(lima) menit. Setelah itu dilakukan penimbangan kembali pada neraca analitik dan diperoleh berat krus + BaCl2 x H2O kering seberat 32,3715 g. dilakukan perhitungan dengan rumus yang tertera pada prosedur. Diperoleh berat BaCl2 x H2O basah seberat 1,0127 g , Berat BaCl2 x H2O kering seberat 0,0412 g , Massa air (H2O) seberat 0,0412 g sedangkan tetapan berat molekul (BM) air (H2O) adalah 18 g/mol. Kemudian diperoleh BM BaCl2 x H2O sebanyak 442,44 g/mol. Kemudian diselisihkan dengan Ar BaCl2 yang bernilai 208,34 sehingga didapat BM BaCl2 234,19 g/mol. Jadi molekul air yang didapat adalah BM BaCl2 / BM H2O dan didapat sebanyak 13,01 molekul air. Molekul air ini terlalu berlebih karena molekul air yang benar adalah 2,0 molekul air. Hal ini dikarena faktor suhu yang menurun karena sering terbukanya oven sehingga menyebabkan penguapan aira yang tidak sempurna adapun hal lain yaitu pada saat dimasukan kedalam eksikator dikarenakan terjadinya buka tutup maka silica gel yang mengabsorpsi air tidak dapat sempurna karena adanya kadar air yang masuk kedalam eksikator dan juga karena terlalu lama proses penimbangan yang disebabkan karena terlalu lama dibiarkan pada udara terbuka sehingga uap air masuk kembali.
H. JAWABAN PERTANYAAN
Perbedaan analisis kualitatifnya dilihat dari percobaan titrasi asam basa yaitu perubahaan warna dari bening atau tak berwarna menjadi pink atau merah ungu sedangkan analisis kualitatif pada gravimetri yaitu perubahan zat yang menguap dan mengendap.
I. KESIMPULAN
Terdapat 2 (dua) jenis analisis kuantitatif yaitu volumetri (titrasi asam basa) dan gravimetri.volumetri yaitu tehnik pengukuran atau jumlah zat melalui perhitungan volume dengan prinsip netralisasi yang dimaksud pencampuran asam dan basa yang menghasilakan garam dan air sedangkan gravimetri yaitu tehnik pengukuran suatu kadar dengan melakukan penimbangan dan prinsipnya penimbangan berat suatu sampel yang dimaksud dengan mengendapkan atau memisahkan komponen lain dari suatu sampel
No comments:
Post a Comment