REDOKS DAN SEL ELEKTROKIMIA
1. Mengidentifikasi reaksi redoks berdasarkan perubahan warna yang diamati.
2. Menentukan Daya Gerak Listrik (DGL) sel volta.
3. Menguji elektrolisis larutan KI
C. KAJIAN TEORI :
Konsep redoks pada awalnya digunakan untuk menjelaskan suatu reaksi dimana sutau zat mengikat oksigen (oksidasi) atau melepas oksigen (reduksi).kemudian berkembang menjadi pengertian yang lebih luas bahwa :
v Oksidasi adalah:
- jika suatu zat memberikan atau melepaskan elektron
- jika suatu unsur mengalami petambahan bilangan oksidasi
v Reduksi adalah:
- jika suatu zat menerima atau menangkap elektron
- jika suatu unsur mengalami pengurangan bilangan oksidasi
Transfer elektron pada reaksi redoks dalam larutan berlangsung melalui kontak langsung antara partikel-partikel berupa atom , molekul atau ion yang saling serah terima elektron. Pembahasan transfer elektron melalui sirkuit luar sebagai gejala listrik, dan reaksi redoks yang seperti ini akan dipelajari pada elektrokimia.
1. SEL VOLTA
Rangkaian sel elektrokimia pertama kali dipelajari oleh Luigi Galvani (1780) danAlessandro Volta (1800). Sehingga disebut sel Galvani atau sel Volta. Keduanya menemukan adanya pembentukan energi dari reaksi kimia tersebut. Energi yang dihasilkan dari reaksi kimia sel Volta berupa energi listrik. Sel Volta (sel galvani) memanfaatkan reaksi spontan (∆G < 0) untuk membangkitkan energi listrik, selisih energi reaktan (tinggi) dengan produk (rendah) diubah menjadi energi listrik. Sistem reaksi melakukan kerja terhadap lingkungan. Selain itu pada sel ini berlangsung spontan dengan disertai pembebasan energi panas yang ditandai dengan naiknya suhu larutan.
Sel Volta terdiri atas elektroda (logam seng dan tembaga) larutan elektrolit (ZnSO4 dan CuSO4), dan jembatan garam (agar-agar yang mengandung KCl). Logam seng dan tembaga bertindak sebagai elektroda. Keduanya dihubungkan melalui sebuah voltmeter. Elektroda tempat berlangsungnya oksidasi disebut Anoda (elektroda negatif), sedangkan elektroda tempat berlangsungnya reduksi disebut Katoda (elektroda positif).
Penyusunan unsur-unsur berdasarkan deret kereaktifan logam dikenal dengan deret volta. Deret volta menggambarkan urutan kekuatan pendesakan suatu logam terhadap ion logam yang lain. Unsur yang terletak di sebelah kiri hidrogen lebih mudah mengalami oksidasi dibanding yang terletak di sebelah kanan hidrogen. Logam yang memiliki sifat reduktor lebih kuat akan mendesak ion logam lain yang sifat reduktornya kecil. Adapun unsur-unsur dalam deret volta adalah sebagai berikut.
Li–K–Ba–Ca–Na–Mg–Al–Mn–Zn–Cr–Fe–Cd–Co–Ni–Sn– Pb–H–Cu–Hg–Ag–Pt–Au
Logam di sebelah kiri H memiliki E° negatif, sedangkan di sebelah kanan H memiliki E° positif. Di sebelah kiri H merupakan logam-logam yang aktif, sedangkan di sebelah kanan H merupakan logam-logam mulia. Makin ke kanan sifat reduktor makin lemah, makin ke kiri sifat reduktor makin kuat. Unsur-unsur dalam deret volta hanya mampu mereduksi unsur-unsur di sebelah kanannya, tetapi tidak mampu mereduksi unsur-unsur di sebelah kirinya.
Sel-sel volta yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain baterai dan aki. Baterai merupakan sel volta primer sedangkan aki tergolong sel volta sekunder.
a. Baterai (sel Leclanche)
Baterai termasuk sel volta primer karena jika sumber energinya habis tidak dapat diisi lagi. Baterai (elemen kering) sering disebut sel Leclanche karena orang yang menemukan bernama Leclanche. Sel Leclanche menggunakan batang karbon sebagai katode dan pelat seng sebagai anode. Di dalamnya berisi pasta yang merupakan campuran batu kawi (MnO2), amonium klorida (NH4Cl), karbon (C), dan sedikit air.
b. Baterai alkalin
Akhir-akhir ini baterai alkalin banyak digunakan orang. Mengapa? Hal ini tidak lain karena baterai alkalin mempunyai kekuatan arus listrik yang lebih besar bila dibanding baterai biasa (sel Leclanche). Pada dasarnya prinsip kerja baterai alkalin sama dengan sel kering, hanya saja baterai alkalin menggunakan logam seng sebagai anode dan MnO2 sebagai katode serta elektrolit yang digunakan KOH.
c. Sel aki
Sel aki tergolong jenis sel volta sekunder, karena jika zat yang ada di dalam aki habis, maka dengan mengalirkan arus listrik ke dalam sel aki zat semula akan terbentuk kembali, sehingga sel aki dapat berfungsi lagi. Sel aki terdiri atas Pb (timbal) sebagai anode dan PbO2 (timbal dioksida) sebagai katode. Anode dan katode merupakan zat padat (lempeng) yang berpori, keduanya dicelupkan di dalam larutan asam sulfat.
Aki tidak memerlukan jembatan garam karena hasil reaksinya tidak larut dalam sulfat. Kedua elektrode disekat dengan bahan fiberglas agar keduanya tidak saling bersentuhan. Setiap sel aki mempunyai potensial 2 volt. Jadi, aki 6 volt terdiri 3 sel, aki 12 volt terdiri 6 sel, dan sebagainya. Masing-masing sel dihubungkan secara seri.
a. Potensial Elektrode (E)
Perbedaan antara kedua sel yang terdapat di dalam sel volta disebut potensial elektrode. Untuk mengukur potensial suatu elektrode digunakan elektrode lain sebagai pembanding atau standar. Elektrode hidrogen digunakan sebagai elektrode standar karena harga potensialnya=0. Potensial elektrode yang dibandingkan dengan elektrode hidrogen yang diukur pada suhu 25°C dan tekanan 1 atm disebut potensial elektrode standar. Potensial elektrode hidrogen merupakan energi potensial zat tereduksi dikurangi energi potensial zat teroksidasi. Menurut perjanjian IUPAC, potensial elektrode yang dijadikan sebagai standar adalah potensial reduksi. Dengan demikian, semua data potensial elektrode standar dinyatakan dalam bentuk potensial reduksi standar. Potensial reduksi standar adalah potensial reduksi yang diukur pada keadaan standar, yaitu konsentrasi larutan M (sistem larutan) atau tekanan atm (sel yang melibatkan gas) dan suhu o . Untuk mengukur potensial reduksi standar tidak mungkin hanya setengah sel (sel tunggal) sebab tidak terjadi reaksi redoks. Oleh sebab itu, perlu dihubungkan dengan setengah sel oksidasi. Nilai GGL sel yang terukur dengan voltmeter merupakan selisih kedua potensial sel yang dihubungkan (bukan nilai mutlak).
Oleh karena nilai GGL sel bukan nilai mutlak maka nilai potensial salah satu sel tidak diketahui secara pasti. Jika salah satu elektrode dibuat tetap dan elektrode yang lain diubah-ubah, potensial sel yang dihasilkan akan berbeda. Jadi, potensial sel suatu elektrode tidak akan diketahui secara pasti, yang dapat ditentukan hanya nilai relatif potensial sel suatu elektrode. Oleh karena itu, untuk menentukan potensial reduksi standar diperlukan potensial elektrode rujukan sebagai acuan. Dalam hal ini, IUPAC telah menetapkan elektrode standar sebagai rujukan adalah elektrode hidrogen, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Elektrode hidrogen ditetapkan sebagai elektrode standar
Elektrode hidrogen pada keadaan standar, E°, ditetapkan pada konsentrasi H+ 1 M dengan tekanan gas H2 1 atm pada 25°C. Nilai potensial elektrode standar ini ditetapkan sama dengan nol volt atau Eo H+→ H2 = 0,00 V. Potensial elektrode standar yang lain diukur dengan cara dirangkaikan dengan potensial elektrode hidrogen pada keadaan standar, kemudian GGL selnya diukur. Oleh karena potensial elektrode hidrogen pada keadaan standar ditetapkan sama dengan nol, potensial yang terukur oleh voltmeter dinyatakan sebagai potensial sel pasangannya
b. Gaya Gerak Listrik (GGL) sel
Dalam sel elektrokimia, untuk mendorong elektron mengalir melalui rangkaian luar dan menggerakkan ion-ion di dalam larutan menuju elektrode diperlukan suatu usaha.Usaha atau kerja yang diperlukan ini dinamakan gaya gerak istrik, disingkat GGL. Kerja yang diperlukan untuk menggerakkan muatan listrik (GGL) di dalam sel bergantung pada perbedaan potensial di antara kedua elektrode. Beda potensial ini disebabkan adanya perbedaan kereaktifan logam di antara kedua elektrode. Nilai GGL sel merupakan gabungan dari potensial anode (potensial oksidasi) dan potensial katode (potensial reduksi). Dalam bentuk persamaan ditulis sebagai berikut.
GGL (Esel) = potensial reduksi + potensial oksidasi
Potensial reduksi adalah ukuran kemampuan suatu oksidator (zat pengoksidasi = zat tereduksi) untuk menangkap elektron dalam setengah reaksi reduksi. Potensial oksidasi kebalikan dari potensial reduksi dalam reaksi sel elektrokimia yang sama.
Potensial oksidasi = –Potensial reduksi
Nilai GGL sel sama dengan perbedaan potensial kedua elektrode. Oleh karena reaksi reduksi terjadi pada katode dan reaksi oksidasi terjadi pada anode maka nilai GGL sel dapat dinyatakan sebagai perbedaan potensial berikut.
Esel = EReduksi – EOksidasi
atau
Esel = EKatode – EAnode
Nilai potensial elektrode tidak bergantung pada jumlah zat yang terlibat dalam reaksi. Berapapun jumlah mol zat yang direaksikan, nilai potensial selnya tetap.
2. ELEKTROLISIS
Elektrolisis adalah peristiwa penguraian zat elektrolit oleh arus listrik searah. Dalam sel elektrolisis energi listrik dapat menghasilkan reaksi kimia. Sel elektrolisis berfungsi sebagai pompa untuk menjalankan perpindahan elektron yang mengalir dari anode ke katode. Elektron dialirkan melalui elektrode yang tidak bereaksi (inert). Biasanya digunakan batang karbon atau platina. Dalam elektrolisis, pada anode terjadi oksidasi (melepaskan elektron) sedangkan pada katode terjadi reduksi.
Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta. Yang membedakan sel elektrolisis dari sel volta adalah, pada sel elektrolisis, komponen voltmeter diganti dengan sumber arus (umumnya baterai). Larutan atau lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam suatu wadah. Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun lelehan elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au). Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kationyang akan tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas. Terlihat jelas bahwa tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam di katoda dan gas di anoda.
Ada dua tipe elektrolisis, yaitu elektrolisis lelehan (leburan) dan elektrolisis larutan. Pada proses elektrolisis lelehan, kation pasti tereduksi di katoda dan anion pasti teroksidasi di anoda.
1. Reaksi elektrolisisa. Reaksi yang terjadi pada katode.
Reaksi yang terjadi pada katode, dapat diketahui dengan memperhatikan jenis kation yang terdapat dalam larutan elektrolitnya (pelarut air), yaitu sebagai berikut.
1) Jika kationnya K+, Na+, Ca2+, Mg2+, Al3+, Be2+, dan Mn2+, maka reaksi yang berlangsung pada katode adalah sebagai berikut.
2 H2O(l) + 2 e– o 2 OH–(aq) + H2(g)
Jika tidak terdapat air, maka semua kation mengalami.
2) Jika kationnya H+ berasal dari suatu asam, maka reaksi yang berlangsung pada katode adalah sebagai berikut.
2 H+(aq) + 2 e– o H2(g)
3) Jika kationnya selain a dan b, maka akan terjadi reaksi reduksi (diendapkan pada katode) seperti berikut ini.
Cu2+(s) + 2 e– o Cu(s)
Ag+(s) + e– o Ag(s)
Au3+(s) + 3 e– o Au(s)
b. Reaksi yang terjadi pada anode
Jika anode terbuat dari zat inert, seperti Pt, Au, dan C, maka akan terjadi peristiwa-peristiwa seperti berikut ini.
1) Jika anion yang menuju anode adalah OH– dari suatu basa, maka OH– akan teroksidasi.
4 OH–(aq) o 2 H2O(l) + O2(g) + 4 e–
2) Jika anionnya Cl–, Br–, dan I–, maka ion-ion tersebut akan teroksidasi
D. RANCANGAN PERCOBAAN
1. Alat dan Bahan
1. Gelas Kimia 100 ml
2. Tabung Reaksi dan Rak
3. Tabung U
4. Batang Karbon
5. Voltmeter
6. Baterai 9 volt
7. Kabel
8. H2O2 3%
9. HNO3 pekat
10. FeCl3 0,1M
11. Larutan Kanji
12. Larutan I2
13. (NH4)2Fe(SO4)2 jenuh
14. KCNS 0,1 M
15. H2SO4 2M/pekat
16. KI 0,1 M
17. K2Cr2O7
18. CuSO4 1M
19. ZnSO4 1M
20. KNO3/NaNO3 1M
21. Lempeng Tembaga
22. Lempeng Seng
23. Phenolphtalein
24. CHCl3
2. Langkah Percobaan
2. Langkah Percobaan
E. HASIL PENGAMATAN
F. ANALISIS DATA
Pada percobaan 1.a disediakan 3 tabung reaksi yang pada masing-masing tabung dimasukkan 1 mL larutan KI 0,1 M dan 5 tetes larutan kanji pada bagian ini larutan tetap tidak berwarna. Padatabung yang pertama ditambahkan 1 mL H2SO4 2 M sehingga larutan menjadi berwarna ungu muda, selanjutnya ditambahkan 0,5 mL H2O2 3% sehingga larutan menjadi berwarna ungu tua. Pada tabung kedua ditambahkan 1 mL H2SO4 1 M sehingga larutan menjadi berwarna bening keunguan, selanjutnya ditambahkan 0,5 mL FeCl3 0,1 M sehingga larutan berubah menjadi berwarna ungu kehitaman. Pada tabung ketiga dimasukkan beberapa tetes HNO3 pekat sehingga larutan menjadi berwarna ungu kehitaman. Untuk pembuktian bahwa I- telah teroksidasi menjadi I2dimasukkan 5 tetes larutan I2 yang berwarna kecoklatan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2 tetes larutan kanji sehingga larutan menjadi berwarna ungu kehitaman.
Pada percobaan 1.b larutan H2SO4 2 M dimasukkan kedalam pipa U hingga kurang lebih mencapai 2 cm dari mulut pipa. Saat ditambahkan 2 mL K2Cr2O7 0,1 M pada ujung pipa sebelah kanan tidak terjadi perubahan warna pada larutan H2SO4, saat ditambahkan 2 mL (NH4)2Fe(SO)4 jenuh dan 5 tetes KCNS 0,1 M pada ujung sebelah kiri tidak terjadi perubahan warna pada larutan H2SO4. Kemudian pada kedua ujung pipa dicelupkan elektroda karbon dan dihubungkan dengan kabel selama beberapa menit sehingga pada ujung pipa sebelah kanan larutan menjadi berwarna orange kehitaman sedangkan pada ujung pipa sebelah kiri menjadi berwarna orange. Untuk membuktikan bahwa Fe2+telah teroksidasi menjadi Fe3+ maka dimasukkan 2 mL larutan FeCl3kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan beberapa tetes KCNS 0,1 M sehingga larutan menjadi berwarna orange kehitaman.
Pada percobaan kedua disediakan sebanyak 15 mL larutan CuSO4 0,1 M pada gelas kimia dan 25 mL larutan ZnSO4 0,1 M pada gelas kimia. Diantara keduanya dibuat jembatan garam KCl dari tissue yang digulung sedemikian rupa. Kemudian dicelupkan lempengan seng pada larutan ZnSO4 dan kawat tembaga pada larutan CuSO4 kemudian keduanya dihubungkan pada voltmeter dengan ketentuan kabel dari seng dihubungkan pada ujung negative (-) dan kabel dari tembaga pada ujung positif (+) voltmeter sehingga bacaan pada voltmeter menunjukkan +1,1 Volt.
Pada percobaan ketiga larutan KI 0,25 M dimasukkan kedalam pipa U hingga mencapai kurang lebih 2 cm dari mulut pipa. Kemudian pada kedua mulut pipa dicelupkan elektroda karbon. Selanjutnya elektroda mulut pipa sebelah kanan dihubungkan dengan kutub negative pada sumber arus dan elektroda mulut pipa sebelah kiri dihubungkan dengan kutub positif pada sumber arus. Setelah kurang lebih 15 menit pada mulut pipa sebelah kanan pada elektroda terdapat gelembung-gelembung udara sementara warna larutan tetap tak berwarna. Sedangkan pada mulut pipa sebelah kiri terjadi perubahan warna larutanya itu dari yang semula tak berwarna menjadi berwarna kuning kecoklatan. Kemudian sebanyak 2 mL larutan dari mulut pipa sebelah kiri diambil dan ditetesi 1 mL CHCl3 sehingga larutan menjadi dua warna yakni merah muda (pink)keunguan pada bagian bawah dan kuning kecoklatan pada bagian atas. Sedangkan untuk mulut pipa sebelah kanan diambil 2 sampel masing-masing 1 mL pada sampel pertama ditetesi indikator Phenolphtalein sehingga larutannya menjadi pink keunguan, sedangkan pada sampel kedua ditambahkan 2 mL FeCl3 0,1 M sehingga warnanya kuning kecoklatan.
G. PEMBAHASAN
Pada percobaaan 1.a terlebih dahulu dibuat larutan I2 yang ditambahi larutan kanji sehingga warna larutan menjadi ungu kehitaman digunakan sebagai pembanding. Selanjutnya tabung satu larutan KI yang ditambahi H2SO4warnanya menjadi ungu muda hal ini mengindikasikan bahwa pada larutan tersebut terdapat senyawa I2 hal ini sesuai dengan dugaaan reaksi kami yaitu :
2 KI(aq) + H2SO4(aq) → K2SO4(aq) + I2(aq) + H2(g).
Warna ungu merupakan efek dari keberadaan I2. Kemudian pada larutan ini ditambahkan lagi H2O2 sehingga warnanya menjadi ungu tua, sesuai dengan reaksi :
K2SO4(aq) + I2(aq) + H2(g) + H2O2(aq) → K2SO4(aq) + I2(aq) + 2 H2O(l).
Warna ungu tua semakin memperjelas keberadaan I2.
Padatabung yang kedua larutan KI yang ditambahi H2SO4 warnanya menjadi bening keunguan hal ini mengindikasikan bahwa pada larutan tersebut terdapat senyawa I2 hal ini sesuai dengan dugaaan reaksi kami yaitu :
2 KI(aq) + H2SO4(aq) → K2SO4(aq) + I2(aq) + H2(g).
Kemudian ditambahkan FeCl3 sehingga larutan berwarna ungu kehitaman, dugaan reaksi kami adalah :
K2SO4(aq) + I2(aq) + H2(g) + FeCl3(aq) → FeSO4(aq) + KCl(aq) + I2(aq) + H2O(l). Warna ungu kehitaman semakin memperjelas keberadaan I2.
Pada tabung ketiga KI ditambahkan dengan HNO3 pekat sehingga warnanya menjadi ungu kehitaman, sesuai reaksi :
2 KI(aq) + 2 HNO3(aq) → 2 KNO3(aq) + I2(aq) + H2(aq).
Warna ungu kehitaman mengidikasi keberadaan I2.
Pada percobaan 1.b H2SO4 dimasukkan kedalam pipa U pada ujung pipa sebelah kanan K2Cr2O7 sedangkan pada ujung pipa sebalah kiri ditambahkan (NH4)2Fe(SO)4 jenuh dan 5 tetes KCNS. Kemudian pada kedua ujung pipa dicelupkan elektroda karbon dan dihubungkan dengan kabel selama beberapa menit sehingga pada ujung pipa sebelah kanan larutan menjadi berwarna orange kehitaman sedangkan pada ujung pipa sebelah kiri menjadi berwarna orange.Warna orange kehitaman terbentuk karena Fe2+ telah teroksidasi menjadi Fe3+ sesuai dengan dugaan reaksi, yaitu :
H2SO4(aq) + 2 KCNS(aq) → Fe(CNS)3(aq) + K2SO4(aq) + H2O(aq).
Untuk membuktikannya dimasukkan 2 mL larutan FeCl3 kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan beberapa tetes KCNS sehingga terjadi reaksi :
FeCl3(aq) + 3 KCNS(aq) → Fe(CNS)3(aq) + KCl(aq).
Ternyata larutan menjadi berwarna orange kehitaman.
Pada percobaan kedua dicelupkan lempengan seng pada larutan ZnSO4 dan kawat tembaga pada larutan CuSO4 kemudian keduanya dihubungkan pada voltmeter. Pada percobaan ini kawat tembaga (Cu) mengalami reduksi sedangkan lempeng seng (Zn) mengalami oksidasi. Hal ini dikarenakan potensial reduksi (Eo) Cu lebih besar dari potensial reduksi (Eo) Zn yaitu +0,337 V sedangkan potensial reduksi (Eo) Zn adalah -0,763 V. Dari data ini kita dapat menghitung secara manual besarnya Daya Gerak Listrik (DGL) yaitu dengan rumus :
Eosel = Eoreduksi - Eooksidasi,
Atau
Eosel = +0,337 – (-0,763) = +1,1 Volt.
Hal ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa bacaan pada voltmeter menunjukkan angka +1,1 Volt.
Reaksi pada percobaan kedua ini dapat ditulis :
Zn(s) + Cu2+(aq) → Zn2+(aq) + Cu(s).
Atau dapat juga ditulis dengan cara diagram sel yaitu :
Cu/Cu2+//Zn2+/Zn.
Sedangkan fungsi dari jembatan garam KCl pada percobaan ini adalah bertindak sebagai penetral antara ion-ion positif dan ion-ion negative pada kedua larutan.
Pada percobaan ketiga yaitu elektrolisis larutan KI digunakan elektroda karbon yang bersifat inert yang dihubungkan pada sumber arus searah. Pada sel elektrolisis anoda adalah elektroda yang bermuatan positif(+) sedangkan katoda adalah elektroda yang bermuatan negative(-). Karena anoda bermuatan positif(+) maka ion-ion negative (I-) bergerak menuju anoda sehingga I- teroksidasi menjadi I2 sesuai dengan reaksi :
2 I- → I2 + 2e.
Sedangkan katoda yang bermuatan negative (-) membuat ion-ion positif (K+) bergerak menuju katoda akan tetapi pada kondisi yang seperti ini ion K+ tidak mengalami reduksi. Hal ini dikarenakan diantara ion-ion I-dan K+ terdapat senyawa H2O yang memiliki potensial reduksi (Eo) lebih besar dari K, sehingga pada katoda yang tereduksi adalah H2O sesuai dengan persamaan reaksi :
2 H2O(l) + 2e → 2H2(g) + 2 OH-(aq).
Dari persamaan reaksi dapat diketahui bahwa reduksi H2O menghasilkan gas H2 dan ion OH-. Sehingga saat sampel larutan ini di tetesi indikatorPhenolphtalein menghasilkan warna pink keunguan. Sedangkan pada larutan yang diperoleh dari anoda yaitu larutan I2 saat sampel dari larutan ini ditambahkan larutan CHCl3 menghasilkan dua warna yang berbeda yaitu pink keunguan pada bagian bawah dan kuning kecoklatan pada bagian atas. Hal ini karena terjadi reaksi pendesakan I2 terhadap Cl sesuai dengan dugaan reaksi :
I2(aq) + CHCl3(aq) → CHI3(aq) + Cl2(g).
H. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan dapat ditarik beberapa kesimpulan.
- Reaksi redoks menjelaskan berubahnya biloks atom-atom dalam reaksi kimia. Reaksi disproporsionasi adalah reaksi dimana suatu zat mengalami reaksi oksidasi dan reduksi.
- Pada elektrolisis larutan KI, anode mengalami oksidasi dan katode mengalami reduksi. Pada larutan anode terbentuk 2 fase, yaitu fase air (larutan anode) dan fase organic (larutan CHCl3).
No comments:
Post a Comment