LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR
“STOIKIOMETRI”
KIMIA DASAR
“STOIKIOMETRI”
2. TUJUAN PERCOBAAN :
2.1 Mempelajari Stoikiometri Beberapa Reaksi Kimia
3. DASAR TEORI :
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoiceon (unsur) dan metrein(mengukur). Stoikiometri berarti mengukur unsur-unsur dalam hal ini adalah partikel atom ion, molekul yang terdapat dalam unsur atau senyawa yang terlibat dalam reaksi kimia. Stoikiometri adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia) yang didasarkan pada hukum-hukum dasar dan persamaan reaksi. (Ahmad,1985)
Stoikiometri beberapa reaksi dapat dipelajari dengan mudah, salah satunya dengan metode JOB atau metode Variasi Kontinu, yang mekanismenya yaitu dengan dilakukan
pengamatan terhadap kuantitas molar pereaksi yang berubah-ubah, namun molar totalnya sama. Sifat fisika tertentunya (massa, volume, suhu, daya serap) diperiksa, dan perubahannya digunakan untuk meramal stoikiometri sistem. Dari grafik aluran sifat fisik terhadap kuantitas pereaksi, akan diperoleh titik maksimal atau minimal yang sesuai titik stoikiometri sistem, yang menyatakan perbandingan pereaksi-pereaksi dalam senyawa. (Muhrudin, 2011)
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya. Pada perhitungan kimia secara stoikiometri, biasanya diperlukan hukum-hukum dasar ilmu kimia.(Brady,1986)
Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan dengan bidang kimia. Konsep paling fundamental dalam kimia adalah hukum konservasi massa, yang menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu reaksi kimia biasa. (Hiskia,1991)
Menurut (Syabatini, 2008) Hukum-hukum dasar ilmu kimia adalah sebagai berikut:
a) Hukum Boyle
Boyle menemukan bahwa udara dapat dimanfaatkan dan dapat berkembang bila dipanaskan. Akhirya ia menemukan hukum yang kemudian terkenal sebagai hukum Boyle:” bila suhu tetap, volume gas dalam ruangan tertutup berbanding terbalik dengan tekananya”
P1.V1 = P2.V2
b) Hukum Lavoiser disebut juga Hukum Kekekalan Massa
Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov-Lavoisier adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses di dalam sistem tersebut(dalam sistem tertutup Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama (tetap/konstan). Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu sistem tertutup, massa dari reaktan harus sama dengan massa produk. Berdasarkan ilmu relativitas spesial, kekekalan massa adalah pernyataan dari kekekalan energi. Massa partikel yang tetap dalam suatu sistem ekuivalen dengan energi momentum pusatnya. Pada beberapa peristiwa radiasi, dikatakan bahwa terlihat adanya perubahan massa menjadi energi. Hal ini terjadi ketika suatu benda berubah menjadi energi kinetik/energi potensial dan sebaliknya. Karena massa dan energi berhubungan, dalam suatu sistem yang mendapat/mengeluarkan energi, massa dalam jumlah yang sangat sedikit akan tercipta/hilang dari sistem. Namun demikian, dalam hampir seluruh peristiwa yang melibatkan perubahan energi, hukum kekekalan massa dapat digunakan karena massa yang berubah sangatlah sedikit.
“Massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama.”
c) Hukum Perbandingan Tetap (H.Proust)
Dalam kimia, hukum perbandingan tetap atau hukum Proust (diambil dari nama kimiawan Perancis Joseph Proust) adalah hukum yang menyatakan bahwa suatu senyawa kimia terdiri dari unsur-unsur dengan perbandingan massa yang selalu tepat sama. Dengan kata lain, setiap sampel suatu senyawa memiliki komposisi unsur-unsur yang tetap.
Misalnya, air terdiri dari 8/9 massa oksigen dan 1/9 massa hidrogen.“Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu persenyawaan kimia selalu tetap.”
d) Hukum Gay Lussac
Menyatakan bahwa volume gas nyata apapun sangat kecil dibandingkan dengan volume yang ditempatinya. Bila anggapan ini benar, volume gas sebanding dengan jumlah molekul gas dalam ruang tersebut. Jadi, massa relatif, yakni massa molekul atau massa atom gas, dengan mudah didapat.
“Dalam suatu reaksi kimia gas yang diukur pada P dan T yang sama volumenya berbanding lurus dengan koefisien reaksi atau mol, dan berbanding lurus sebagai bilangan bulat dan sederhana.”
e) Hukum Boyle – Gay Lussac
"Bagi suatu kuantitas dari suatu gas ideal (yakni kuantitas menurut beratnya) hasil kali dari volume dan tekanannya dibagi dengan temperatur mutlaknya adalah konstan". Untuk n1 = n2, maka P1.V1 / T1 = P2.V2 / T2
f) Hukum Dalton disebut juga Hukum Kelipatan Perbandingan
“Jika dua unsur dapat membentuk satu atau lebih senyawa, maka perbandingan massa dari unsur yang satu yang bersenyawa dengan jumlah unsur lain yang tertentu massanya akan merupakan bilangan mudah dan tetap.”
g) Hukum Avogadro
“Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur dan tekanan yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula.”
Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum gas tidak tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas.
h) Hukum Gas Ideal
PV = nRT
Persamaan ini dikenal dengan julukan hukum gas ideal alias persamaan keadaan gas ideal.
Keterangan :
P = tekanan gas (N/m2)
V = volume gas (m3)
n = jumlah mol (mol)
R = konstanta gas universal (R = 8,315 J/mol.K)
T = suhu mutlak gas (K)
4. ALAT DAN BAHAN
a. Alat :
Ø Beaker glass/gelas kimia
Ø Gelas piala
Ø Spatula
Ø Termometer
|
b. Bahan :
Ø Larutan CuSO4 0,5 M
Ø Larutan NaOH 0,5 M
Ø Larutan HCl 0,5 M
Ø Larutan H2SO4 0,5 M
|
5. PELAKSANAAN PERCOBAAN
...........................................................
6. PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pada percobaan ini, kita akan mempelajari tentang stoikiometri. Percobaan stoikiometri ini bertujuan untuk mempelajari stoikiometri beberapa larutan (reaksi kimia). Dimana stoikiometri merupakan ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia.
Percobaan pertama mempelajari stoikiometri sistem NaOH dengan CuSO4. Pada percobaan ini NaOH dicampur dengan larutan CuSO4. Sebelum kedua larutan tersebut dicampurkan, terlebih dulu diamati suhu dari masing-masing larutan. Selain itu, mengamati dan mengambil sampel warna dari masing-masing larutan. Pencampuran larutan-larutan selalu menghasilkan volume yang sama, 25 ml.
Pada kegiatan pertama pada percobaan satu adalah mencampurkan 20 ml NaOH 0,5 M dengan 5 ml CuSO4. 0,5 M. setelah kedua larutan tersebut dicampurkan sambil diaduk, maka terjadi perubahan warna. Warna larutan menjadi biru tua serta wujudnya menjadi lebih kental dari sebelumnya. Hal ini terjadi karena larutan yang terbentuk tidak tepat jenuh.
Kegiatan yang kedua yaitu mencampurkan 10 ml NaOH 0,5 M dengan 15 ml CuSO4 0,5 M. Setelah dicampurkan ternyata larutan yang terbentuk berwarna biru telur asin serta menjadi gumpalan-gumpalan. Gumpalan – gumpalan yang terbentuk tersebut menunjukkan bahwa larutan yang terbentuk adalah tepat jenuh.
Kegiatan ketiga yaitu mencampurkan antara 20 ml CuSO4 0,5 M dengan 5 ml NaOH 0,5 M. Setelah dicampurkan ternyata larutan yang terbentuk berwrna hijau toska dengan endapan dibagian bawahnya.
Kegiatan yang terakhir yaitu dengan mencampurkan antara 10 ml CuSO4 0,5 M dengan 15 ml NaOH 0,5 M, dan pencampuran larutan tersebut menghasilkan larutan dengan warna biru tua dan tanpa perubahan wujud. Hal ini menunjukkan bahwa campuran tersebut lewat jenuh.
Dari data-data yang diperoleh diatas menunjukkan bahwa semakin banyak volume NaOH yang dicampurkan akan menghasilkan warna yang lebih gelap. Atau semakin sedikit volume CuSO4 yang dicampurkan maka semakin gelap warna larutan yang terbentuk. Sedangkan jika volum NaOH yang dicampurkan semakin sedikit maka warna larutan yang dihasilkan akan semakin cerah.
Pada literatur seharusnya, semakin banyak volume NaOH yang dicampurkan maka suhu/temperatur yang terbentuk juga semakin tinggi. Tetapi, pada saat pengamatan dimana volume NaOH yang dicampurkan 20 ml seharusnya suhunya lebih tinggi dibandingkan campuran antara 15 ml NaOH dengan 10 ml CuSO4. Hal ini disebabkan karena perbedaan ruangan, karena ruangan tempat pengamatan bukan ruang hampa udara.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan suhu pada setiap kegiatan/ perlakuan mulai dari yang pertama hingga yang terakhir (kegiatan 4) semua perubahan suhunya sama yaitu 2˚C. Apabila dibuat grafik hubungan antara ∆T dengan volume maka grafik yang terbentuk berupa garis lurus horizontal. Hal ini menunjukkan bahwa disetiap volume suhunya sama (suhu konstan).
7. KESIMPULAN
a. Apabila terdapat 2 zat yang dicampurkan maka akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu, warna dan endapan (wujud).
b. Perubahan suhu yang terjadi dipengaruhi oleh jumlah/volume reaktan yang dicampurkan dan juga oleh konsentrasi masing-masing reaktan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Hiskia. 1985. Kimia Dasar (modul 1-5). Jakarta : UT
Brady, J.E dan Humiston. 1986. General Chemistry. New York: John Willey and Sons.
Hiskia, A dan Tupamahu. 1991. Stoikiometri Energi Kimia. Bandung: ITB Press.
Muhrudin, Udin. 2011. Praktikum Stoikiometri Reaksi. http://chemistapolban.blogspot.com/ 2011/06/praktikum-stoikiometri-reaksi.html. diakses tanggal 29 November 2012
Syabatini, Annisa. 2008. Hukum-hukum Stoikiometri. http://usupress.usu.ac.id/files/ Kimia%20Dasar%20-%20Final_bab%201.pdf. diakses tanggal 29 November 2012
No comments:
Post a Comment