I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui metode pembuatan keju.
2. Mengetahui pengaruh jenis susu (susu segar dan susu pasteurisasi) pada bentuk, warna, bau, dan rasa keju.
II. Tinjauan Pustaka
Salah satu hasil aplikasi bioteknologi menggunakan mikroba adalah dairy productatau produk susu. Contohnya adalah keju. Keju (diambil dari bahasa Portugis queijo) adalah makanan padat yang dibuat dari susu sapi, kambing, domba, dan mamalialainnya. Sebenarnya, keju telah ditemukan sejak dulu. Sebagian besar orang menduga bahwa keju pertama kali dibuat di daerah Timur Tengah. Menurut sebuah legenda Arab, seorang pengembara berkelana dengan kudanya sambil membawa susu dalam tempat minumnya. Setelah beberapa jam, ternyata susu itu telah terpisah menjadi gumpalan putih dan cairan berwarna pucat. Hal tersebut disebabkan oleh tempat minum yang terbuat dari perut sapi muda mengandung enzim yang dapat menggumpalkan susu, cahaya matahari yang terik dan gerakan kuda selama berkelana. Tanpa mengetahui hal itu, si pengembara mencicipi cairan dan gumpalan itu, dan menganggap rasanya enak. Ada juga yang meyakini bahwa keju telah dinikmati bangsa Sumeria di Mesopotamia beberapa tahun sebelum Masehi. Sebuah gambar di bangunan pemujaan dewi Ninchursag menunjukkan bahwa pada masa itu keju telah diproduksi. Sementara legenda Yunani mengatakan bahwa keju ditemukan oleh Aristaeus, anak dari Dewa Apollo dan Cyrene. Pada masa kerajaan Romawi, pembuatan keju mulai berkembang dengan keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Mereka telah menemukan berbagai cara pembuatan dan pematangan, sehingga jenis keju semakin banyak dan bervariasi. Dalam Abad Pertengahan, keju banyak dikembangkan di biara. Banyak jenis keju yang kita kenal sekarang berasal dari para biarawan (Yanti, 2003).
Langkah-langkah pembuatan keju dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan langkah pemanasan susu. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan kondisi optimum produksi dan membunuh bakteri patogen dalam susu agar aman dikonsumsi. Akan tetapi pasteurisasi bukan langkah yang wajib dilakukan karena pasteurisasi dikhawatirkan dapat merusak tekstur dan hasil akhir keju.
2. Pemecahan kasein dan koagulasi susu
Susu dicampur dengan rennet dan bakteri asam laktat. Rennet atau enzim renin memecah kasein menjadi parakasein. Bakteri asam laktat mengubah (memfermentasi) lakosa menjadi asam laktat. Produksi asam laktat akan menurunkan pH sehingga kasein dapat diendapkan. Karena berbagai alasan, saat ini telah dikembangkan produksi keju dengan menggunakan pengganti rennet. Untuk itu, dapat digunakan enzim pemecah protein dari tanaman atau mikroorganisme.
3. Pemisahan curd dan whey
Setelah terjadi koagulasi, susu akan terpisah menjadi 2 bagian, yaitu dadih atau endapan (curd) dan bagian cair (whey). Selanjutnya curd dipres dengan tujuan:
- Untuk membantu pengeluaran whey akhir
- Untuk memberikan tekstur pada keju
- Untuk membentuk keju
- Untuk memberikan kulit pada keju dengan periode pematangan yang panjang.
Setelah memadat, curd diambil dan whey dibuang. Curd telah siap memasuki proses selanjutnya, yaitu penggaraman.
4. Penggaraman
Penggaraman dilakukan dengan tujuan memperlambat aktivitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam juga menyebabkan lebih banyak kelembaban dikeluarkan, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan dadih, menyebabkan kelembaban tertarik keluar.
Ada dua macam cara penggaraman, yaitu penggaraman basah dan penggaraman kering. Penggaraman basah dilakukan dengan merendam curd dengan air garam, sedangkan penggaraman kering dilakukan dengan membubuhkan garam langsung pada curd. Setelah digarami, diperoleh keju mentah.
5. Pematangan
Pematangan merupakan proses penyimpanan keju (mentah) pada suhu dingin (10—20°C) dan lembab selama beberapa minggu sampai beberapa bulan untuk menghasilkan keju dengan cita rasa dan aroma khas. Tujuan penyimpanan adalah membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Untuk setiap jenis keju, kombinasi spesifik antara suhu dan kelembaban relatif (relative humidity atau RH) harus dijaga di dalam ruangan penyimpanan yang berbeda selama masa tahapan-tahapan penyimpanan.
Lama proses pematangan tergantung dari jenis keju yang diinginkan. Untuk keju lunak (soft cheese) memerlukan waktu fermentasi sekitar 4 minggu, namun untuk keju keras (hard cheese) memerlukan waktu 2 – 3 tahun. Selama proses fermentasi inilah komponen citarasa dan tekstur dari keju terbentuk (Sutomo, 2006).
Faktor-faktor yang dapat membedakan citarasa keju, yaitu:
1. asal susu
2. kadar lemak
3. metode penggumpalan
4. jenis jamur
5. proses pematangan
6. pemrosesan lebih lanjut (Yanti, 2003).
Berdasarkan konsistensinya, keju dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Keju segar (fresh/unripened), yaitu keju yang tidak mengalami proses pematangan. Rasanya biasanya netral dan tidak begitu asin, berbentuk seperti krim karena mengandung lebih dari 70% air dan tidak begitu awet. Contoh: cottage, Philadelphia, Mascarpone, Ricotta, dan Mozarella.
2. Keju lunak. Ciri utamanya adalah memiliki konsistensi yang empuk dan lembut walaupun agak sulit dioleskan karena tidak selembut keju fresh. Dalam proses pembuatannya, gumpalan (curd) dipotong-potong kira-kira sebesar bola pingpong dan keju dimatangkan sekitar 2-4 minggu. Contoh: Brie, Camembert (berkulit), Limburger, Feta (tidak berkulit).
3. Keju iris semikeras. Walaupun agak empuk, jika diiris keju ini memiliki bentuk yang tetap. Contohnya Bel Paese, Stilton, Gorgonzola, dan Roquefort.
4. Keju iris. Dalam pembuatannya, gumpalan (curd) dipotong-potong sebesar kacang polong dan keju dimatangkan selama 4-12 minggu. Contoh: Edamer, Gouda, Cheddar. Keju Kraft yang dikenal di Indonesia juga termasuk jenis keju ini.
5. Keju keras. Dalam proses pembuatannya, gumpalan dipotong menjadi bagian yang sangat halus, kira-kira sebesar butiran gandum. Masa pematangannya minimal 3 bulan. Keju yang sangat keras kadang dimatangkan sampai 3 tahun. Keju jenis ini dapat dinikmati dengan cara diparut. Contoh: Parmesan, Emmentaler (Yanti, 2003).
Apapun jenisnya, keju pasti berbahan dasar susu segar. Tahap pemadatan dan fermentasi selama proses pembuatan semakin meningkatkan nilai gizi keju. Kandungan protein keju lebih tinggi jika dibandingkan susu segar. 100 gr keju rata-rata mengandung 22.8 gr protein, sedangkan susu segar hanya 3.2 per 100 gr. Keju mengandung 777 mg kalsium dan susu segar hanya sekitar 143 mg setiap 100 gram. Selain kandungan nutrisi di atas, keju juga tinggi karbohidrat, lemak, zat besi, lemak dan fosfor. Dengan mengkonsumsi 100 gr keju, 20 – 25% dari kebutuhan kalsium sehari telah terpenuhi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa mengkonsumsi keju dapat mengurangi gejala sindrom pra menstruasi dan memperkuat tulang. Kandungan beragam mineral yang tinggi pada keju sangat baik untuk melindungi gigi dari karies. Hal ini dikarenakan mineral tersebut dapat memperkuat mimneralisasi pada email gigi (Sutomo, 2006).
Namun walaupun banyak manfaatnya bagi kesehatan, penderita laktosa intoleran pantang mengonsumsi keju. Kandungan garam dan lemak pada keju juga cukup tinggi, karenanya disarankan bagi penderita ginjal, jantung, kantung empedu dan penyakit hati sebaiknya membatasi jumlah konsumsi keju (Sutomo, 2006).
III. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Botol plastik bekas air mineral 1 buah
2. Sendok 1 buah
3. Kain untuk menyaring 1 helai
4. Wadah untuk keju 1 buah
B. Bahan
1. Susu segar 500 ml
2. Susu ultra/susu bantal 500 ml
3. Ragi tempe (Rhizopus oligosporus) 1 sendok makan @ 500 ml
4. Garam secukupnya
IV. Cara Kerja
1. Susu segar disiapkan sebanyak 500 ml dan ditempatkan dalam botol bekas air mineral.
2. 2 sendok makan ragi tempe dimasukkan ke dalam susu dan diaduk perlahan.
3. Botol ditutup dan susu dibiarkan selama ± 24 jam.
4. Setelah ± 24 jam, susu akan terpisah menjadi endapan (curd) dan whey. Curddiambil dengan sendok dengan hati-hati dan diletakkan di atas saringan yang dilapisi kain.
5. Curd digarami secukupnya sampai rasanya pas.
6. Curd ditempatkan dalam wadah dan disimpan di dalam lemari es selama ± 2 bulan.
V. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Hasil
|
Susu segar
|
Susu ultra/Susu bantal
|
Bentuk |
Gumpalan lembek
|
Gumpalan lembek
|
Bau |
Bau khas susu
|
Bau khas susu
|
Warna |
Putih susu
|
Putih susu
|
Rasa (sebelum digarami) |
Asam
|
Asam agak pahit
|
Rasa (sesudah digarami) |
Tidak terlalu asam
|
Tidak terlalu asam,
agak pahit
|
Lama koagulasi |
± 24 jam
|
> 24 jam
|
B. Pembahasan
Keju merupakan salah satu hasil makanan terfermentasi yang berasal dari susu. Oleh karena itu, pembuatan keju adalah contoh aplikasi mikrobiologi dalam bidang pembuatan makanan. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan keju, serta mengetahui pengaruh macam susu (susu segar dan susu pasteurisasi) pada bentuk, warna, bau, dan rasa keju. Prinsip kerjanya adalah menggunakan mikroba untuk memfermentasikan susu dan memecah protein sehingga dihasilkan keju. Dalam percobaan ini, susu tidak dipanaskan terlebih dahulu untuk mempersingkat waktu dan agar protein dalam susu tidak rusak.
Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah susu hewan, yaitu susu sapi. Dalam pembuatan keju digunakan susu hewan karena mengandung protein susu, yaitu kasein sehingga dapat dipecah dan diendapkan. Susu sapi yang digunakan berupa susu sapi segar dan susu sapi yang telah dipasteurisasi, yaitu susu ultra dan susu bantal. Pemilihan macam susu dilakukan sebagai perbandingan untuk mengetahui pengaruhnya pada hasil akhir (keju).
Langkah pertama, susu disiapkan dalam botol plastik bekas air mineral. Botol bekas air mineral dipilih sebagai tempat susu karena ringan, mudah didapatkan, dan mudah dibawa. Susu disiapkan sebanyak 500 ml. Kemudian mikroba dimasukkan ke dalam susu. Mikroba yang digunakan yaitu ragi tempe atau jamur Rhizopus oligosporus, sehingga pembuatan keju dalam percobaan ini tidak menggunakan rennet dan bakteri asam laktat. Hal ini karena rennet harganya mahal. Rhizopus oligosporus dipilih karena sudah memiliki enzim pemecah protein, yaitu protease sehingga dapat memecah kasein. Jamur ini juga dapat memfermentasi asam laktat sehingga pH turun dan kasein dapat mengendap. Untuk 500 ml susu, ragi tempe yang dibutuhkan adalah sebanyak ± 1 sendok makan. Setelah dimasukkan, botol ditutup, lalu dikocok perlahan agar ragi bercampur dengan susu. Kemudian susu didiamkan/disimpan pada suhu kamar sampai terbentuk endapan pada susu.
Setelah didiamkam, susu akan terpisah menjadi endapan dan bagian cair. Endapan (curd) mengumpul di bagian atas, sedangkan bagian cair (whey) terletak di bawah. Apabila endapan telah benar-benar terkumpul padat di bagian atas, artinya koagulasi telah sempurna dan keju siap dipanen. Lamanya koagulasi sempurna untuk tiap jenis susu berbeda. Pada percobaan ini, susu segar terkoagulasi sempurna setelah ± 24 jam, sedangkan susu ultra dan susu bantal membutuhkan waktu lebih dari 24 jam sampai benar-benar terpisah antara curd dan whey.
Setelah terpisah sempurna, curd dapat diambil. Pengambilan curd dilakukan dengan sendok secara hati-hati agar tidak pecah dan menyebar kembali ke dalam whey. Untuk mengurangi kadar air dari curd, dilakukan penyaringan. Curd diambil, lalu diletakkan di atas saringan kecil yang dilapisi kain tipis (saputangan). Curd diaduk sedikit agar airnya keluar. Pada percobaan ini curd tidak dipres karena hasil yang didapat hanya sedikit. Setelah itu whey dibuang.
Curd yang didapatkan merupakan keju mentah. Keju mentah ini berwarna putih susu, berbau khas susu, dan rasanya sangat asam. Untuk itu keju digarami terlebih dahulu. Karena tidak dipres, maka penggaraman dilakukan dengan metode kering, yaitu garam ditaburkan pada keju dan diaduk perlahan dengan sendok agar merata. Garam dibubuhkan secukupnya sampai rasa keju pas atau tidak terlalu asam lagi. Selain mengurangi rasa asam, penggaraman akan memperlambat aktivitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Pemberian garam juga mengeluarkan kelembaban, baik melalui efek osmotik dan efek penggaraman pada protein. Tekanan osmotik bisa disamakan dengan pembentukan pengisap pada permukaan keju sehingga kelembaban tertarik keluar. Setelah digarami, keju mentah sebenarnya dapat langsung dikonsumsi, namun untuk mendapatkan keju yang keras, keju harus melalui proses pematangan terlebih dahulu. Pematangan merupakan proses penyimpanan keju (mentah) pada suhu dingin (10—20°C) dan lembab selama beberapa minggu sampai beberapa bulan untuk menghasilkan keju dengan cita rasa dan aroma khas. Tujuan penyimpanan adalah membentuk kondisi eksternal yang penting untuk mengontrol siklus pematangan keju sepanjang mungkin. Dalam percobaan ini, keju mentah yang telah digarami ditempatkan dalam wadah dan disimpan dalam lemari es selama ± 2 bulan.
Perbedaan jenis susu ternyata memperngaruhi rasa keju mentah. Keju mentah yang berasal dari susu segar mempunyai rasa asam khas susu. Sedangkan keju yang berasal dari susu ultra dan susu bantal memiliki rasa asam dan agak pahit. Adanya rasa pahit ini mungkin disebabkan oleh bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam susu selama proses pengawetan dan pasteurisasi di pabrik. Bahan-bahan yang ditambahkan bisa berupa bahan pengawet, aroma atau perasa, atau tambahan lain seperti vitamin. Susu segar tidak mengalami proses pengawetan dan penambahan bahan lain sehingga masih murni. Oleh sebab itu rasanya masih asli karena benar-benar hanya berasal dari susu saja. Perbedaan yang mencolok antara keju dari susu segar dan susu ultra/susu bantal hanya pada rasanya, sementara untuk bentuk, warna, dan bau relatif sama.
VI. Kesimpulan
1. Metode pembuatan keju dilakukan dalam 4 langkah utama, yaitu pemecahan kasein, koagulasi susu, penggaraman, dan pematangan.
2. Jenis susu hanya mempengaruhi rasa keju. Keju mentah dari susu segar rasanya asam, sedangkan keju dari susu ultra/susu bantal rasanya asam dan agak pahit. Sementara dari segi bentuk, warna, dan bau relatif sama.
No comments:
Post a Comment